CHAPTER 24 • RUMAH SAKIT

6.5K 379 4
                                    

“Harusnya kesabaran itu seperti keinginan, tak ada batasnya. Yang bertapal batas cuma kebutuhan.” 

Sujiwo Tejo

•••••

"Kita bawa ke rumah sakit," perintah Pak Dharmadji sambil menggendong Diana.

"Aku ingin iku mama papa," lirihnya. Diana masih bisa berkata setelah begitu banyak darah keluar dari tubuhnya.

Ada sebuah pisau buah tergeletak di samping Diana. Sudah bisa dipastikan bahwa dia berusaha bunuh diri.

"Bibi ikut ke rumah sakit." Pak Dharmadji memberi perintah kepada bibi.

Dengan kecepatan tinggi, mobil yang membawa mereka membelah jalanan kota Jakarta. Macet, tentu saja, tapi sopir andalan keluarga Dharmadji ini tau jalan tercepat untuk sampai di rumah sakit. Terbukti, hanya tiga puluh menit mereka sudah sampai di Rumah sakit. Padahal bila keadaan normal bisa memakan waktu hampir satu jam.

"Suster, tolong," teriak Dharmadji sambil menggendong Diana.

Dokter memberi penanganan pertama pada Diana. Seluruh orang yang mengantar pasien dilarang masuk ruangan. Beberapa saat kemudian, dokter keluar untuk memberikan penjelasan pada Dharmadji. Diana butuh operasi. Dokter perlu persetujuan wali untuk melakukan operasi ini. Tanpa banyak berfikir Dharmadji memberikan persetujuan untuk operasi.

"Apa yang terjadi bi?" tanya Dharmadji kepada bibi saat menunggu Diana di ruang tunggu.

"Non Diana hamil." Dharmadji dan istrinua membelalakkan matanya merespon ucapan bibi. "Tapi bibi nggak tau siapa yang menghamili non Diana. Karena itu, tuan Charlos marah besar sampai mengusir non Diana."

Obrolan berlangsung cukup lama. Bibi menceritakan semua kejadian yang dialami Diana selama Dharmadji tidak berada Indonesia. Mulai dari awal kehamilan, Diana yang sering mual, kehamilan, pengusiran, lantas dirinya yang memberi uang saku, sampai saat Diana kembali menampakkan wajahnya di rumah Charlos. Semua bibi ceritakan tanpa kecuali, menurut versinya.

Sekitar tiga jam waktu yang diperlukan dokter hingga operasi selesai. Setelahnya Diana sudah dipindahkan ke ruang perawatan biasa. Dokter mengatakan tidak perlu banyak yang dikhawatirkan, operasi berjalan lancar dan Diana dalam kondisi stabil. Setidaknya penjelasan itu berhasil membuat sedikit kecemasan Dharmadji mereda.

Dia merasa bersalah, karena tidak memperhatikan Diana selama dia menempuh pendidikan di luar negeri. Dia tahu betul tabiat Charlos dan istrinya yang tidak mungkin menyayangi Diana. 

"Diana itu anak gue satu-satunya ma. Bantu gue jaga Diana. Lo tahu sendiri kan, Charlos itu selalu mengusik keluarga gue."

Berkali-kali ucapan itu terngiang di benak Dharmadji. Saat masih hidup, sahabatnya itu selalu meminta bantuan untuk melindungi anak semata wayangnya. Sebagai bentuk rasa kasih sayang juga balas budinya kepada Charles, Dharmadji berjanji akan menganggap Diana layaknya anak kandungnya. Dia akan menyayangi dan mencintai Diana seperti anaknya sendiri.

"Diana, kamu sudah sadar?" tanya Riri, istri Dharmadji yang setia menemani Diana di samping tempat tidurnya. Diana mengerjabkan matanya. Dia masih menyesuaikan cahaya yang masuk pada pupil matanya.

"Mama," ucapnya sumringah. Dia pikir, saat ini dia sudah bertemu dengan Liana, mama kandungnya.

"Bagaimana keadaan kamu sayang? Apa yang kamu rasakan? Pusing?" tanya Riri lembut sambil mengelus lengan Diana.

"Diana seneng bisa ketemu mama," ucapnya lagi. Senyum hangat senantiasa ia sunggingkan.

"Papi panggil Dokter dulu ya mi," pamit Dharmadji pada Istrinya.

Pregnant ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang