22.PERMOHONAN

578 55 4
                                    

Vote dulu sebelum membaca!
Bila perlu komen yang banyak:)

***

Hai makasih banget yang udah baca cerita aku. Aku seneng banget kalo kalian juga vote dan komen setiap part-nya!

Semua itu sangat berarti buat aku:)

Buat kalian yang selalu nunggu up semangat ya !

***

Tamara berlari menyusuri koridor rumah sakit, hatinya sangat hancur berantakan. Dia tidak menyangka akhirnya akan seperti ini.

Pertahanan Tamara hancur, sekarang dia terduduk lesu di sebuah pohon beringin yang berada di tepi jalan.

"KENAPA INI SEMUA TERJADI SAMA AKU?" keluh Tamara sembari memeluk dirinya sendiri. "APA SALAH AKU? KENAPA HIDUP AKU TERLALU RUMIT?!" tambahnya.

Bulir air mata masih terus mengalir. "SETELAH AYAH PERGI, KENAPA HARUS VALDO YANG PERGI? DI SAAT AKU MEMBUKA HATI DIA MEMILIH KEMBALI KE MASA LALU."

"ARRHHHGGG!"  Tamara berteriak, namun suaranya mulai parau.

Hana mencari keberadaan Tamara, dia tahu sekarang Tamara membutuhkan sahabat seperti dirinya. "Tam, kamu di mana?"

Tak ada respon dari siapapun membuatnya merasa bersalah. Kenapa sewaktu Tamara pergi dia tidak langsung mengejarnya?

"Tam, maafin aku! Aku minta maaf, Tam." Air mata mulai membasahi pipi Hana. Dia tidak tahu harus bagaimana lagi.

Radit datang dan melihat sang kekasih sedang menangis. Dia langsung memeluk Hana untuk menenangkannya. Radit tahu pasti untuk sekarang Tamara membutuhkan waktu untuk sendiri.

"Tenang, Beb! Udah-udah!" bujuk Radit mencoba menenangkan kekasihnya.

"Kamu nggak tahu, Dit." Hana mencoba menenangkan dirinya. "Aku nyesel, kenapa aku nggak langsung ngejar Tamara? Aku yang salah, Dit!"

Radit menggeleng dengan kuat. "Kamu nggak salah, Beb. Tamara butuh waktu untuk sendiri!"

"Nggak, Dit. A--aku yang salah."

Radit mencengkram kedua bahu Hana, dia mencoba menyadarkan bahwa ini bukan salahnya. "Dengerin aku! Kamu nggak salah, Tamara butuh waktu beberapa saat untuk sendiri."

"Tapi ..."

Radit langsung memeluk Hana kembali dan mencium puncak kepalanya.

***
Tamara kini berjalan lunglai meratapi nasibnya yang selalu saja begini. Kenapa harus Valdo yang mengatakan itu?

"Ngapain lo liatin gue kaya gitu?! Masih suka lo sama gue? Jangan mimpi! Orang miskin aja belagu banget!"

"Pokoknya gue minta sama kalian usir cewek ini dari sini dan ajak Lyodra kesini ! Gue kangen sama dia."

Tamara mengingat semua ucapan pedas yang dilontarkan oleh Valdo. Batinnya sakit sekali.

Dia mencoba menutup telinganya agar tidak mendengar semua kalimat-kalimat itu lagi.

"ARRRGHHH!" Tamara menjerit seperti orang gila sekarang. Dia sudah tak perduli dengan apapun.

Tamara berjalan di tengah-tengah jalan raya, membuatnya hampir tertabrak. Untung saja dia masih sadar bahwa semua yang terjadi ini sudah kehendak Tuhan.

"WOI, KALAU JALAN LIHAT-LIHAT!" bentak supir taksi yang hampir menabraknya.

"M--maaf, Pak," mohonnya, "Aku harus bisa melawan semua ini! Aku nggak boleh mengecewakan Ibuku. Aku harus buktikan kepada mereka bahwa aku bisa berubah!"

Tamara memangku ranselnya, dia duduk di tepi jalan. "Ransel, aku ingin kamu mengabulkannya! Besok, aku mau ubah penampilan aku yang dekil ini! Aku akan mencoba ikhlas, tapi aku harus berubah!"

Sebuah kilauan terlihat jelas di mata Tamara. Kali ini dia tidak bisa di rendahkan terus. Hati yang dulunya terbuka kini sudah tertutup rapat, sekarang ini dia sudah mati rasa.

Tamara akan selalu mengingat kebaikan Valdo karena sudah menyelamatkannya dari maut, tetapi, kini gadis periang sudah tidak ada lagi.

Kini dia sudah menjadi beku seperti es batu. Es batu pun akan meleleh jika dia tidak di dalam kulkas. Lalu bagaimana dengan perasaan Tamara? Apakah bisa dia kembali seperti semula? Gadis periang yang selalu membuat Geng Trilled geleng-geleng kepala mungkin akan musnah untuk selamanya.

Inilah Tamara yang baru, yang berusaha tegar untuk menghadapi kenyataan.

***
Dino masih mencoba untuk menjelaskan kepada Valdo bahwa yang baru saja dia lakukan salah besar. Namun, Valdo tetap Valdo, si pemilik kepala batu.

"Lo tau, Do? "

Valdo menghela napasnya, dia bosan sekali melihat Dino yang seperti ini.

"Apa?!"

"Lo itu suka sama Tamara." Terang Dino mencoba mengingatkan.

"Gue suka sama dia? Hello, gue tahu gue sakit, tapi jangan coba ngeracunin pikiran gue!"

"Gue nggak ngeracunin lo, Do"

"Bacot lo!"

Radit datang bersama dengan Hana, mereka sudah tenang sekarang, karena sebuah pesan dari Tamara .

Tamara
Kamu nggak usah khawatir!

Aku sudah di rumah!

Hana langsung bersyukur, untung saja Tamara ini gadis yang pintar. Dia tahu pasti dia akan tabah.

"Lo nggak usah jelasin sama dia, percuma!" ujar Radit kepada Dino.

"Tapi ..."

"Tamara sekarang udah di rumah, lo nggak usah khawatir!" potong Radit.

"Dia anak yang kuat, gue tahu itu. Gue beruntung punya temen kayak Tamara, nggak kayak ..."

"Lo berdua nyindir gue? Dia itu miskin bro! Kita nggak selevel sama dia."

"Tamara emang miskin, Kak. Tetapi, aku bangga punya sahabat kayak dia. Asal kakak tahu, yah, kakak kaya gini itu gara-gara Lyodra mantan Kakak. Lyodra awalnya mau nabrak Tamara. Tapi, Kak Valdo dateng terus nyelametin Tamara."

Hana sudah tak bisa mengontrol semua unek-uneknya. sekarang ini dia harus menjelaskan yang sebenarnya.

"Dan Kakak tahu? Kakak pernah nembak Tamara di rooftop sekolah."

"Maksud pacar lo apasih, Dit?"

Dino mencoba memberikan kode agar tidak menjelaskan apa-apa lagi kepada Valdo dan Radit pun mengerti.

"Udahlah, Beb! Ngapain sih kamu jelasin panjang lebar? Dia nggak akan ingat semua itu, percuma."

Valdo hanya bingung dan mencoba mencerna kata-kata Hana, namun sayangnya, ketika dia mencoba mengingat yang lalu kepalanya terasa sangat pusing dan alhasil Valdo kini pingsan.

***

Terima kasih sudah mampir ke ceritaku.

Penasaran part selanjutnya?

Silahkan komen jika ada typo!

Follow Instagram Author
@Dewibiruu

Follow YouTube Author
@dewisarah16

Ranselku [Belum Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang