Vote dulu sebelum membaca!
Bila perlu komen yang banyak:)***
Hai makasih banget yang udah baca cerita aku. Aku seneng banget kalo kalian juga vote dan komen setiap part-nya!
Semua itu sangat berarti buat aku:)
Buat kalian yang selalu nunggu up, semangat ya!
***
Siang itu di kediaman rumah Piol, Bella dan Heri bertemu. Di ruang tamu yang dipenuhi oleh hiasan dinding, dan juga foto-foto kenangan lama.
Heri kagum melihat rumah indah nan mewah seperti itu, dia tidak menyesal karena telah mencintai seorang Bella.
"Kenapa lo masih nyimpen foto ini?" tanya Heri sembari menunjuk sebuah album lama yang di dapati foto Tamara dan juga Bella.
Bella langsung menepis kasar tangan Heri, untuk apa dia ikut campur soal ini. "Nggak usah ikut campur! Lo di sini cuma sebagai pawang, jadi nggak usah sok berkuasa!"
Heri menyenderkan punggungnya di kursi kayu penuh kenangan itu, yang dilapisi oleh mutiara yang cukup menggoda. "Gue heran, kenapa sih lo nggak bunuh Dino?"
"Anjing!" umpat Bella kasar. "Gue bilang, nggak usah ikut campur! Gue punya rencana sendiri kapan waktunya gue harus bunuh dia."
"Termasuk lo," batin Bella.
"Gue curiga, jangan-jangan lo beneran suka sama Dino?" Heri sengaja berkata seperti itu, supaya Bella cepat-cepat menghabisi Dino.
"Tenang, kalau emang posisi gue udah nggak aman, dia akan gue jadikan sebagai tawanan." Bella kemudian tersenyum licik.
Tidak ada yang bisa menghentikan rencananya, termasuk Dino Mahesa. Jika memang dia mencintai Dino, Bella pasti tidak akan melepaskannya. Meskipun maut memisahkan, Bella akan selalu bersama dengannya. Termasuk membuat patung lilin ataupun membuat boneka kayu dari seorang Dino Mahesa.
"Gue nggak yakin," ucap Heri menyepelekan.
Bella kemudian langsung mencekik Heri. "Bukannya udah gue bilang? Nggak usah ikut campur! Laksanakan tugas lo, apa udah selesai? Hah!"
Bella kemudian melepaskan Heri. "Gue udah laksanakan tugas lo, gue udah buat Geng Trilled terpecah belah."
"Maksudnya?" tanya Bella dengan serius.
"Lo tau kan usul gue waktu itu, gue nyuruh lo buat tulis angka 1 di tangan Hana?" Heri menggantungkan ucapannya, "mereka bakal tahu kalau itu lo, tapi itu dia triknya, karena Dino cinta sama lo, dia pasti ngebela lo," lanjutnya.
"Sebenarnya rencana lo cukup berbahaya, tetapi gue salut sama lo." Bella dan Heri pun tertawa. Menunggu sebuah hasil dari usaha yang mereka lakukan.
***
Di kediaman rumah Hana, Geng Trilled masih dibuat bingung dengan semua kejadian yang terjadi.
"Nggak mungkin Bella pelakunya, dia orang baik. Jadi, nggak usah fitnah!" elak Dino tersulut emosi.
"Bukannya gue fitnah, Do. Tetapi, emang itu kenyataannya. Waktu Tamara sakit, sikap Bella aneh banget," tutur Valdo mencoba meyakinkan Dino, kalau tebakan dia itu tidak salah.
"Bacot lo!" Dino kemudian menghantam dinding menggunakan tangannya, darah segar langsung mengalir dari sana.
"Gue butuh bukti kuat buat percaya, kita selidiki kasus ini." Dino kemudian terduduk lesu. Sungguh dia bingung sekali dengan semua ini, apakah harus percaya dengan sahabatnya? Atau harus mempercayai pacarnya yang baru satu tahun dia kenal?
"Gayanya aja sok polos. Ternyata kelakuannya? Cih!" ujar Radit dengan segala perkataan pedasnya.
"Mungkin Hana bunuh diri," sahut Dino yang membuat Radit marah.
"Maksud lo apa?!" Radit langsung menghampiri Dino yang posisinya cukup jauh dari tempatnya.
Dino kemudian bangkit. "Lo nggak terima, kan pacar lo dibilang gitu? Apalagi gue, kenapa kalian pada nuduh Bella yang ngelakuin itu?!"
"Itu fakta!" tekan Radit penuh amarah.
"Fakta? Mana buktinya? Ada?" Dino kemudian tertawa, sebenarnya dia sedang dalam kebingungan yang cukup tinggi.
Radit mendorong Dino sampai jatuh tersungkur. Valdo tentu saja tak tinggal diam.
"Bangsat! Nggak usah kaya anak kecil!" Valdo kemudian langsung menarik Radit yang bersiap memukul Dino dengan bertubi-tubi.
Radit langsung melepaskan cengkraman Valdo. "Lo nggak tau, Do. Dia nuduh Hana bunuh diri. Otak dia di mana?!" tanya Radit sembari menunjuk Hana yang kini sudah tak bernyawa.
"Nggak usah pikirin itu dulu! Kita makamkan Hana dulu, biar jiwanya tenang di alam sana," ujar Valdo memberi perintah.
Dino kemudian tersenyum sinis, kemudian menghapus darah segar yang mengalir di sudut bibirnya. Dia sengaja tidak mengelak, ketika Radit memukulnya. "Gitu aja marah."
"DINO!" tegur Valdo menyuruhnya diam.
*
Akhirnya pemakaman Hana sudah selesai, mereka sebenarnya mencari-cari keberadaan Tamara dan juga Bella yang tak kunjung hadir. Kenapa juga mereka berdua tidak bisa dihubungi?
Radit menatap sendu makam yang ada di depannya ini. Sungguh dia tidak menyangka, ternyata dia tidak berjodoh dengan seorang Hana.
Semuanya telah berakhir, hanya tinggal kenangan manis. Pahit mungkin kini sangat terasa, tapi entah suatu hari nanti. Kali ini Radit menumpahkan segala keluh kesahnya, air matanya yang mengalir membuat Valdo dan Dino tak kuasa melihatnya.
"Udah, Dit. Ikhlasin, ini emang udah jalannya. Suatu hari nanti, lo pasti bakal ketemu sama yang lebih dari Hana," saran Dino menenangkan.
Valdo hanya tersenyum, meskipun tadi Radit dan Dino hampir saja saling membunuh. Namun, kini mereka berdua saling menguatkan satu sama lain.
"Gue nggak mau cari yang lebih, No. Karena gue sadar kalau gue itu jelek. Semoga Hana tenang di alam sana, dan semoga suatu hari nanti, gue ditakdirkan bersama dengan Hana di kehidupan yang akan datang setelah dunia." Radit kemudian tersenyum. Dia harus ikhlas menerima kenyataan pahit.
***
Terima kasih sudah mampir ke ceritaku.
Penasaran part selanjutnya?
Silahkan komen jika ada typo!
Follow Instagram Author
@DewibiruuFollow YouTube Author
@dewisarah16
KAMU SEDANG MEMBACA
Ranselku [Belum Revisi]
Fantasia_______________________________________________ FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA!!! [Tahap revisi, tulisan ini masih banyak kekurangan] *** Berkisah tentang kisah cinta 2 insan yang mengalami hambatan besar karena berbeda ras. Tamara Audy gadis sederhana...