40. MIMPI (2)

434 49 7
                                    

Vote dulu sebelum membaca!
Bila perlu komen yang banyak:)

***

Hai makasih banget yang udah baca cerita aku. Aku seneng banget kalo kalian juga vote dan komen setiap part-nya!

Semua itu sangat berarti buat aku:)

Buat kalian yang selalu nunggu up, semangat ya!

***

Sudah sejak sore tadi, Tamara masih terbaring di kamarnya. Mereka semua panik apalagi dengan Valdo. Dia merasa gagal sekali tidak dapat menjaga Tamara dengan baik.

Sedangkan Tamara merasakan berbeda, dia sekarang sedang berada di dunia mimpi.

Semuanya gelap, menakutkan. Tamara berjalan ke sana kemari mencari jalan keluar.

"Ini sebenarnya tempat apa? Kenapa aku bisa ada di sini?" Tamara terduduk lesu, dia capek karena telah memutari dunia mimpi beberapa kali namun tidak menemukan jalan pulang.

Tiba-tiba sebuah cahaya muncul, pasti itu penyelamat.

Tamara langsung bangkit, kemudian matanya mengarah ke sumber cahaya.

"Kamu tahu Tamara? Aku ini ranselmu."

Tamara berpikir sejenak, ranselnya? Maksudnya bagaimana? "Maksud kamu apa?" tanya Tamara dengan kebingungan.

"Apakah kamu tidak mengingat kejadian satu tahun lalu? Dimana kamu memungutku dari jalanan?"

"Aku berbicara dengan ransel?"

"Iya Tamara, ini aku. Tapi, sebelumnya maafkan aku," ujar ransel itu.

"Minta maaf? Emangnya kamu salah apa? Kamu yang selama ini membantuku ransel." Tamara tersenyum manis.

Ransel itu sedikit menjauh, membuat cahayanya sedikit redup.

"Tidak Tamara, aku sudah menghianatimu."

"Kamu berhianat? Kamu jangan bercanda ransel, aku tahu kamu, kamu itu baik." Tamara menggelengkan kepalanya tak percaya, dengan semua yang diungkapkan ranselnya.

"Akan kujelaskan Tamara. Dulu saat Valdo dirumah sakit, ada sahabatmu yang mengambilku dari kamu. Kemudian dia menggandakan diriku Tamara. Tubuhku berada denganmu, sedangkan jiwaku bersama dengan sahabatmu."

Tamara semakin dibuat tak percaya oleh ranselnya, sepertinya ransel ini bukanlah miliknya. "Kamu siapa? Kamu pasti ransel jahat, iyakan?!" tanya Tamara dengan nada tinggi.

"Aku hanya ingin menjelaskan, bahwa sahabat yang selama ini berselimut dalam dunia kamu adalah sahabat yang sangat licik."

"Apa semua itu benar ransel?"

"Itu benar, Tamara Audy." Ransel itu ingin bergegas pergi.

"Tunggu!" tahan Tamara kepada ransel itu.

"Kamu tidak punya banyak waktu Tamara, cepat ikuti aku, akan kutunjukan jalan pulang!"

"Tapi ..." Langkah Tamara berhenti sejenak, "Tapi apa Tamara? Cepatlah, atau aku akan hilang untuk selamanya tanpa menyelamatkan kamu."

"Hah?" Tamara hanya mengikuti pergerakan ransel yang semakin jauh.

"Sudah ku tuliskan sebuah pesan rahasia, itu berada di saku baju Valdo."

Kilauan cahaya kali ini begitu menyilaukan, membuat Tamara menutup matanya. Dan ternyata, Tamara sadar dari tidurnya.

"Ransel!" Tamara bangun dengan peluh keringat dingin. Napasnya memburu, membuat semua yang ada disana terkejut.

Geng Trilled yang berada di sana langsung berlari menuju kamar Tamara. Termasuk dengan Bella.

Milla yang sedari tadi menemani Tamara langsung mengambilkan segelas air, agar putrinya itu lebih tenang.

"Kamu mimpi sayang?" tanya Milla dengan lembut.

Tamara langsung menenggak airnya hingga setengah, kemudian mengangguk menjawab pertanyaan Ibunya.

"Tamara lo nggak papa?" tanya Valdo setibanya di kamar Tamara.

Lagi-lagi Tamara hanya mengangguk. Dia masih syok dengan mimpinya yang tadi. Apa maksud semua itu? Sahabat yang berselimut? Apa maksud itu semua? Tamara tidak paham.

"Kamu mikirin apa sayang? Udah-udah kamu istirahat lagi, jangan memikirkan hal yang tidak penting." Milla menginstruksikan agar Putrinya tidak terlalu kelelahan, jujur dia sangat khawatir dengan keadaan Putrinya.

"Tapi, Bu, tadi Tamara mimpi--"

"Jangan diteruskan Tamara! Dengerin Ibu kamu, kamu harus istirahat!" potong Valdo dengan cepat.

Sedangkan Bella sepertinya dia marah sekarang ini, gara-gara Valdo dia tidak bisa mengetahui apa mimpi yang dialami Tamara. Dia harus segera mengetahuinya, karena ini sangat penting untuk melanjutkan rencananya.

"Kamu mimpi apa, Mara?" tanya Bella.

Dino menyenggol lengan Bella, mencoba memberikan kode agar Bella tidak bertanya terlebih dahulu. Tamara baru siuman, dia pasti sangat kelelahan sekarang ini.

Namun, Bella tetap bersikeras untuk bertanya lagi. "Mara, mimpi kamu itu--"

"Bella! Kamu sahabat Tamara bukan?! Biarin Tamara istirahat dulu!" tegas Valdo dengan nada tinggi.

Radit membisikkan sesuatu ditelinga Dino. "Bawa Bella keluar!"

Dino mengangguk paham, pacarnya yang super bawel ini memang sangat kepo. Jadi, Dino langsung membawa Bella keluar dari kamar Tamara.

"Kamu apaan, sih? Kenapa kamu bawa aku ke sini?! Aku mau nemenin sahabat aku." Bella mencoba masuk ke kamar Tamara, namun tangan kekar Dino langsung menahan Bella.

Dino langsung menarik Bella dengan sedikit kasar. Bella yang tidak siap membuat pertahanannya goyang, namun dengan sigap Dino menahannya.

Jarak mereka berdua kini hanya tiga inci. Mereka saling bertatapan. Dunia pun merasa Dino dan Bella adalah jodoh, angin bersimilir menyejukkan.

Bella tidak sadar, tiba-tiba saja matanya tertutup. Namun, ketika Dino hampir saja mencium Bella, Bella langsung bangkit dan membenarkan posisinya. Hampir saja, Bella terbawa oleh perasaannya.

"Ma--maafin gue, Bel," mohon Dino dengan tulus.

Bella menenangkan jantungnya yang berdetak dengan kencang, dia tidak boleh berhenti di sini. Rencana yang dia susun, haruslah berjalan dengan lancar. Jangan terhasut dengan cinta Bella jangan!

"Biarlah Tamara tidur, setidaknya aku sudah memblokir nomor Hana dari ponsel semua orang," batin Bella.

Bella hanya mengangguk, dia sangat malu sekarang ini.

Pesanku!
Selalu jagalah nafsumu, sebelum semuanya hancur karena ulahmu sendiri.

***

Terima kasih sudah mampir ke ceritaku.

Penasaran part selanjutnya?

Silahkan komen jika ada typo!

Follow Instagram Author
@Dewibiruu

Follow YouTube Author
@dewisarah16

Ranselku [Belum Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang