bagian 25

11.2K 977 67
                                        

🌾Selamat membaca


Rafa akhirnya terbangun, ia baru menyadari bahwa dirinya masih berada di dapur. Darah di keningnya sudah mengering begitupun darah bekas mimisannya. Ia berusaha duduk, walau rasa pusing itu masih hinggap dikepalanya.

"Awwhh.." Erangannya sambil memegang kepala yang ia rasa ingin pecah sangking sakitnya.

Setelah dirasanya cukup kuat, ia mulai berangsur berdiri. Ia melihat sekelilingnya, Darah bekas sayatan ditangan fitri pun masih membekas dilantai rumahnya. Rafa berniat ingin membersihkan semua darah yang menetes itu, tapi badannya tengah tak bersahabat baik dengannya kini. Ia pun segera membawa tubuh yang lemas tersebut ke kamarnya.

Saat melewati kamar Zidan, ia juga baru menyadari bahwa kakaknya tak tampak dari kemarin. Ia membuka pintu itu dengan perlahan. Melihat sekeliling kamar yang tampak sepi tersebut. Tak lama pintu itu kembali ia tutup. Kemana kakaknya menghilang? Bahkan tak ada kabar sedikitpun dari Zidan.

Ia kemudian membawa langkahnya yang terhenti tadi untuk kembali ke kamarnya. Mencoba beristirahat walau mata itu sulit untuk kembali terpejam. Rafa sama sekali tak berniat untuk membersihkan luka yang ada dikeningnya itu, ia bahkan sama sekali tak peduli.

Sedangkan dilain tempat, Keinan sedang dilanda sedikit kecemasan. Disatu sisi ada sang ibu yang harus ia jaga, namun disisi lain ada Rafa yang ia tinggalkan disana seorang diri. Tepat saat itu salah satu perawat wanita keluar dari IGD tempat ibunya mendapat perawatan.

"Permisi sus, mama saya gimana?" Tanya Keinan dengan nada khawatirnya. Ia sebisa mungkin untuk tenang walau kecemasannya kini berkali lipat. "Pasien atas nama Ibu Fitri sebentar lagi dipindahkan ke ruang rawat kok dek. Jadi ngga ada apa-apa. Lukanya juga ngga terlalu dalam." Jawab suster itu sambil tersenyum ke arahnya.

"Hah, syukurlah kalau gitu. Makasih sus."


//

Ceklek..

Keinan akhirnya sampai didalam kamar Rafa. Dapat ia lihat sang sahabat sedang tertidur lelap dikasurnya. Darah didahinya masih berbekas. Ia segera mengambil kotak P3K dilemari buku Rafa lalu membersihkan luka yang ia buat dengan perlahan.

"Eungh.." Mata yang terpejam tadi perlahan terbuka.

Keinan yang melihat itupun hanya terdiam. Biasanya ia akan menanyai keadaan sahabatnya itu. Tapi tidak untuk sekarang. Kekecewaan itu masih cukup berbekas dibenaknya.

"Keinan?" Mata sayu itu menatap mata Keinan. Ia senang karena sang sahabat tengah ada dihadapannya kini.

Sedangkan Keinan, karena tak tahan dengan tatapan tersebut, Keinan memutuskan untuk kembali ke rumah sakit saja, lelaki itu mencoba untuk berjauhan sementara waktu dengan Rafa. Namun langkahnya terhenti saat Rafa kembali memanggilnya.

"Keinan mau kemana?" Tanya Rafa dengan suara serak miliknya. Sedangkan Keinan malah menatapnya tajam yang membuat Rafa sedikit takut dengannya. "Bukan urusan lo." Jawabnya dengan sarkas lalu kembali melangkahkan kakinya keluar dari kamar Rafa tersebut.

"Temenin Rafa." Kalimat itu kembali membuat langkahnya kembali terhenti. Ia kemudian berbalik ke arah rafa. Sirat penuh amarah pun kembali Keinan layangkan ke Rafa.

"Lo pikir mama gua ada yang jaga di Rumah Sakit. Lo tau, Ini semua karena lo Fa. Semua masalah ini berawal dari lo!" Ucap keinan tanpa peduli dengan perasaan Rafa. Rafa yang mendengar itupun berusaha mendudukkan dirinya untuk menjelaskan kepada keinan.

"Rafa ngga tau dimana letak kesalahan Rafa. Jelasin, Kei! Jelasin dimana salah Rafa. Tante Fitri yang -"

"APA? LO MAU NYALAHIN MAMA GUA LAGI?! SEMUA UDAH JELAS FA. LO BIKIN SESEORANG YANG BERARTI DIHIDUP GUA DALAM BAHAYA. Dan gua ngga suka itu." Emosi Keinan tiba-tiba memuncak ketika Rafa masih sanggup menjawab dan belum ingin berkata jujur kepadanya.

"Gimana cara Rafa ngejelasinnya kalau kalian ngga ada yang percaya sama Rafa." Air mata itu kembali lolos dari pelupuk matanya. Kepala itu perlahan mulai tertunduk menandakan bahwa ia lelah dengan semua yang ada. "Ngga akan ada yg percaya sama lo, karena ini semua udah jelas kesalahan yang lo buat sendiri." Keinan akhirnya meninggalkan Rafa seorang diri lagi dan lagi.

Tepat setelah Keinan pergi meninggalkan rumahnya, ia mendengar sang kakak berteriak didepan kamarnya. Hal itu membuat Rafa mencoba untuk berdiri dan menghampiri sang kakak. Ia memegang sisi dinding kamarnya untuk menyeimbangkan langkah yang tertatih tersebut.

"Kak, Kakak udah pulang?" Tanya Rafa saat melihat Zidan sedang berjalan sempoyongan hingga hampir terjatuh, namun dengan sigap Rafa memegang tangan sang kakak dengan erat. "MINGGIR! LEPASIN TANGAN LO DARI TANGAN GUA! hahaha DASAR PEMBOHONG!" Bentak Zidan tepat dihadapan Rafa. Sedangkan sang adik hanya bisa diam. Yang ia tahu sekarang kakaknya tengah tak sadar. Dari bau mulutnya Rafa tau, Zidan baru saja meminum banyak alkohol.

"Kakak capekkan, minum ya? Rafa ambilin." Ia memegang kembali tangan Zidan walau saat ini ia tengah terduduk dilantai karena dorongan keras dari kakaknya itu. "AAAAHHH DIAM LO!!" Bentaknya kembali. Setelah itu Zidan berlalu begitu saja meninggalkan Rafa yang masih setia terduduk dilantai dingin itu.

Setelah kakaknya masuk, barulah Rafa beranjak ke dapur untuk menyiapkan kebutuhan sang kakak. Ia menyiapkan air hangat dan juga bubur. Ia butuh 25 menit untuk menyiapkan itu semua, setelah dirasa semua siap ia lantas membawa apa yang ia siapkan tadi itu ke Kamar Zidan.

Ceklek...

Kamar itu tidak dikunci sama sekali, hal itu sudah biasa baginya. Tanpa menunggu lama lagi, Rafa lantas membawa langkah pelannya ke dalam kamar yang sangat jarang ia masuki itu.

Yang pertama kali ia lihat saat masuk adalah Zidan yang sedang terlelap dikasurnya. Rafa meletakkan bawaannya di atas meja belajar Zidan. Kemudian ia mendekat ke arah sang kakak. Membuka sepatu yang masih sang kakak kenakan serta kaus kakinya. Tak lupa Rafa juga Membuka baju Zidan lalu menggosok pelan badan Zidan dengan handuk dan air hangat yang ia bawa tadi.

"eunghh..." Kakaknya menggeliat ke arahnya. Rafa yang melihat itpun sedikit mengulunkan semnyumnya. Sang kakak sangat lucu bila tidur seperti ini. Dan hanya saat inilah ia berani menatap Zidan seperti sekarang.

"Kakak tau, Rafa udah kehilangan orang yang berharga kak. Orang yang slalu percaya apa kata Rafa, sekarang udah hilang. Kakak jangan hilang juga ya? Kakak percayakan sama Rafa?" Air mata itu turun seketika dengan derasnya. Dengan perlahan Ia bawa tangan sang kakak ke pipinya yang basah akan air mata itu.

"Semuanya ngga bener kak, semuanya salah. Rafa ngga mungkin ngelakuin itu. Tolong percaya hiks.. Hiks.." Kini isakan itu lepas begitu saja. Ia tundukkan kepalanya ke bawah. Menepuk dadanya sesekali yang terasa sesak itu sambil memejamkan matanya.


































[TBC]

Hollaa! Hahaha updatenya cepetkan? Aku gitu lho wkwk✌ pada seneng ngga nich? Diteror mulu yaampun😞

Makasih yang udah baca, vote dan komen semuaaa😘

MAKASIH BANYAAAAAK💜💫

*kalau masih ada kesalahan setelah direvisi, tolong dikoreksi yaa😉

P L E A S E! [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang