bagian 28

11.2K 1K 86
                                        

🌾Selamat Membaca



Malam ini, Rafa memutuskan keluar sebentar dari rumahnya. Bukan untuk kabur, Rafa hanya ingin pergi ke tempat ia biasa menenangkan diri, Tempat dimana nyawa sang ayah dan ibu direnggut, dan tempat yang selama ini menjadi bukti tangis pecahnya.  Ia kadang berteriak untuk menyalurkan rasa kerinduannya kepada kedua orang tuanya, dan rasa lelah Rafa untuk mendapatkan kembali kepercayaan Zidan.

Itulah yang tertulis dibuku yang ia pegang kini. Jujur ia tak ingat betul dengan tempat ini, Rafa bisa kemari hanya dengan bantuan buku diary yang usang miliknya. Ia menatap air jernih didepannya sambil menghela nafas sejenak.

"Jadi ini tempatnya?" Ujarnya Sambil duduk dibawah pohon ditepian danau tersebut. "Hah, masalah kali ini masih sama, bahkan makin berat. Rafa ngga tau cara nyelesainnya gimana?" Air mata itu slalu turun dari matanya setiap mengingat masalah yang sedang ia terima. Rafa slalu berpikiran bahwa ini hukuman yang ia dapat karena kematian kedua orang tuanya.

"Hiks...hiks.." Isakan itu ia keluarkan guna menenangkan sesak yang ada didadanya, ia juga memukul dadanya sesekali dan menyandarkan punggungnya dipohon tepi danau itu. Angin berhembus kencang malam ini, pertanda hujan lebat akan datang. Namun itu semua tak diperdulikan Rafa sama sekali.

"Heh!" Panggil seorang lelaki yang tengah menatapnya tajam.

"K-k keinan?" Ya, Keinan tengah berada didepannya saat ini. Kemarahan masih tampak diwajahnya. "Ngapain lo kesini malam-malam?" Rafa terkejut atas apa yang barusan Keinan katakan. Apa Keinan sedang bercanda. Anak itu tak menghindar sama sekali darinya.

"K-keinan masih marah ya?" Tanya Rafa dengan nada lirih.

"Ngga usah lebay lo. Gua kesini juga bukan karena lo." Ucapan itu menghempaskan harapan Rafa yang sudah terlampau tinggi. "Rafa tau, Keinan masih kecewa sama Rafa. Tapi jujur, Kei. Rafa ngga ngelakuin itu." Ujarnya dengan air mata yang semakin deras.

"Fa, gua lagi ngga mau berantem sekarang. Gua kesini juga buat nenangin pikiran. Jadi mending lo diam!" Keinan berucap tegas pada Rafa.

"Tapi kei.."

"FA!! GUA LAGI NGGA MAU NGINGAT ITU SEMUA. JADI GUA MOHON LO DIAM, sebelum gua main kasar sama lo." Bentakan itu benar-benar membuat Rafa jatuh untuk kesekian kalinya.

Setelah bentakan tersebut, Rafa langsung berdiri dan meninggalkan Keinan seorang diri dikegelapan malam itu. Keinan hanya memandang sendu punggung ringkih Rafa yang mulai menghilang tersebut.
Kini Rafa berjalan seorang diri. Jarak Danau itu dari rumahnya bisa dikatakan cukup jauh.

Tit

Tit

Sebuah mobil tiba-tiba berhenti dari arah sampingnya, memperlihatkan sosok wanita yang tengah menatapnya khawatir pada saat itu.

"Rafa? Kenapa malam-malam keluar? Mau hujan, nanti kamu sakit lagi." Ujarnya Pada Rafa yang sedang menunduk itu. "Kak Meita?" Matanya berbinar saat melihat wanita baik tersebut tengah berdiri dihadapannya.

"Kamu kenapa hmm? Kita bicara dimobil ya?" Tanpa berpikir panjang Meita langsung menggenggam tangan dingin Rafa dan menggiringnya ke mobil jazz merah itu. "Ada apa lagi? Cerita sama kakak." Ucapan Meita barusan dapat menghangatkan kembali hati Rafa.

"Rafa ngga dibolehin cerita lagi sama kak Zidan. Nanti dia marah." Jawabnya dengan sendu dan tanpa kebohongan. Meita yang mendengar itupun bingung atas penjelasan Adiknya itu.

"Kenapa ngga dibolehin?"

"Kakak marah kalau cerita ke orang lain, Maaf." Ujarnya dengan kepala yang masih menunduk itu. Meita hanya mengangguk, ia mengerti sekarang, Rafa tengah ditekan oleh Zidan. Itulah yang terjadi, pikir Meita.

"Ya udah, Rafa udah makan belum?"
Rafa hanya menggeleng lemah, hal itu membuat Meita merasa sedikit gemas melihat tingkah Rafa itu. Iapun mengacak rambut Rafa lalu mengangkat dagu sang adik ke arahnya.

"Denger ya? Kakak kamu itu sayaaang banget sama kamu, dia kaya gitu karena dia takut kalo kamu nanti dilukain sama orang lain. Jadi ngga usah takut ya?" Ujarnya dengan hangat.

Rafa tersenyum lalu menganggukkan kepalanya saat mendengar kata yang diucapkan Meita. Jujur Kata itu membangkitkan semangatnya kembali. Ia yakin kakaknya masih menyimpan perhatian dan sayang padanya.


//

22.00

Rafa baru saja sampai di rumah setelah diajak berkeliling dan makan malam bersama Meita. Lampu dirumahnya sudah dipadamkan  pertanda pemilik rumah sedang tidur sekarang. Rafa mencoba melangkahkan kakinya dengan pelan agar tak membangunkan sang kakak, Namun langkahnya terhenti saat seseorang memanggil namanya.

"Rafa!!" Karena merasa terpanggil iapun menoleh ke arah seseorang yang memanggilnya tersebut. "I-iya kak." Jawabnya dengan gugup dengan kepala tertunduk.

"Dari mana aja lo? Lo ngga liat ini udah jam berapa?!" Kilatan mata nan tajam itu membuat nyali Rafa seketika menciut. Ia sama sekali tak berani mengangkat kepalanya menatap Zidan yang terbakar emosi itu.

"Rafa tadi keluar sebentar, buat cari angin." Jawabnya.

"Sebentar? Ngga salah denger gua." Ujar sang kakak dengan entengnya.
"R-r-rafa c-cuma jalan disekitaran sini kok, kak." Jawabnya kembali dengan rasa gugup yang semakin bertambah.

"Sama siapa?" Kepala rafa yang tadinya menunduk kini menatap mata tajam Zidan yang memerah tersebut. "SAMA SIAPA?!!" teriakan itu sukses membuat tersentak kaget. Keringat dingin mulai membasahi keningnya.

"Kak Meita." Jawabnya singkat namun berhasil membuat amarah Zidan semakin naik. "GUA UDAH BILANG, JANGAN DEKET-DEKET SAMA SUSTER ITU! PUNYA OTAK NGGA SIH LO?!" Bentak Zidan sambil membanting barang apapun yang ada disekitarnya.

Karena merasa takut, Rafa langsung  berlari ke kamarnya dan mengkunci pintu kamarnya tersebut. Sedangkan Zidan, ia tak hanya diam. Zidan ikut mengejar sang adik itu dengan tergesa-gesa. Melihat pintu kamar tersebut dikunci, iapun menggedor pintu itu bahkan menendang pintu kamar Rafa sambil berteriak.

"BUKA!! GUA BELOM SELESAI BICARA!! RAFA!" Panggilnya dengan teriakan yang terdengar seisi rumah.

"PERGI KAK! RAFA TAKUUT... HIKS..HIKS.." Rafa berteriak menjawab ucapan kakaknya sambil menangis. Ia benar-benar tak tahan dengan perlakuan kakaknya itu. Rafa menutup telinganya dengan kedua tangannya sambil memejamkan matanya seraya menghalau rasa takut yang bersarang itu.

"BUKA PINTUNYA!! BRENGS*K BUKA PINTUNYAAA!!" Zidan semakin kesetanan.

Ceklek...

Pintu itu tiba-tiba terbuka. Menampilkan sosok sang adik yang sudah berpenampilan kacau dengan rambut yang berantakan dan mata yang sembab. Rafa menatap Zidan aneh, mata itu tampak kosong. Perlahan tangan kecil itu terangkat, memberi Zidan sebuah barang yang berhasil membuat Zidan memundurkan langkahnya. Pisau.

"Lampiasin semuanya, lampiasin semua amarah kakak selama ini sama Rafa. Ayo kak!" Ia jatuh bersimpuh dihadapan kakaknya sambil memberi pisau itu kepada Zidan yang masih mematung tersebut.

"KENAPA KAKAK DIAM?! AYO LAKUIN!"

Namun Zidan tiba-tiba mengambil pisau yang Rafa berikan itu lalu melemparnya ke sembarangan arah. Zidan tampak masih diam, sedangkan Rafa masih menatapnya kosong. "Kenapa? Kenapa kakak ngga lakuin itu?" Tanya Rafa dengan sendu.
































[TBC]

Sebenarnya ngga ada niatan sama sekali buat up malam ini. Cuma karena hari ini Taehyung lagi ulang tahun jadi aku up aja deh hahaha. Biasa bucin bund😊😚

Makasih yang udah baca sampai habis, udah vote dan komen juga💜 BORAHAE SEMUA HAHAHA💜💜💜

MAKASIH BANYAAAAAAK 💫💜

*kalau masih ada kesalahan setelah direvisi, tolong dikoreksi yaa😉

P L E A S E! [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang