bagian 27

10.6K 947 58
                                        

🌾Selamat membaca


Keesokan harinya masih sama dengan hari sebelumnya, Tak ada yang berubah. Pagi ini Rafa menyiapkan sarapan mie goreng sederhana untuk Zidan. Ia menyiapkan 2 porsi, untuknya dan Zidan pastinya. Setelah ia menyiapkan itu semua, Rafa kemudian membawa 1 porsi mie goreng tersebut ke kamarnya.

Ia terpaksa memakan sarapannya dikamar, karena takut kakaknya terganggu dengan kehadirannya saat sarapan nanti. Sebelum ia ke atas Rafa juga sudah menuliskan sesuatu di stickynotes yang ia tempelkan dipintu kulkas.
Tak lama Rafa mendengar suara pintu disamping kamarnya terbuka. Itu sudah pasti kakaknya. Semoga saja zidan memakan makanan yang dibuatnya.

//

Zidan turun ke bawah sekitar pukul 06.25 pagi. Ia memutuskan untuk bersekolah hari ini karena sudah seminggu lebih ia tak masuk. Mungkin guru-guru akan menghukumnya karena libur tanpa keterangan.

Sesampainya di lantai bawah, ia melihat seporsi mie goreng lengkap dengan telur serta sayur-sayurannya sudah tertata diatas meja makan tersebut. Ia kemudian mendekat lalu melihat ke sekeliling ruangan. Dimana anak itu? Pikirnya saat itu.

"Mie goreng?" Gumamnya seorang diri sambil melirik ke pintu kulkas. Ia mendekat ke kulkas tersebut dan melepaskan kertas yang tertempel disana.

"Kak, dimakan ya mie gorengnya.
Maaf cuma bisa masakin ini.

Rafa dikamar kok, Rafa ngga mau ganggu sarapan pagi kakak. Dimakan ya kak."

Rafa.

Itulah yang tertulis dikertas kuning itu. Ia tatap mie buatan adiknya tersebut lalu mendudukkan dirinya dimeja makan sambil menyantap mie goreng yang sudah Rafa buatkan untuknya.

//

Disekolah zidan tampak lesu, ntah apa yang membuatnya bad mood pagi ini. Teman-temannya bahkan bingung melihat perubahan sikap Zidan yang biasanya akan berkumpul dengan gengnya kini duduk seorang diri dikelas.

"Zidan! Anak-anak ngumpul, kok lo dikelas aja? Galau abis dimarahin sama Bu Rini?" Tanya edo. Temannya yang pernah membuat Zidan salah paham dengan Rafa sampai anak itu sekarat digudang rumahnya. "Lagi ngga mau diganggu gua." Jawab Zidan dengan kesal. Ia menaruh kepalanya diatas meja sambil memejamkan matanya sesaat.

"Kenapa sih lo? Sakit?" Tanya Edo lagi seraya memperhatikan sahabat segengnya itu. "Ngga, gua kurang tidur aja tadi malam. Udah ah, ngumpul sana sama mereka." Suruhnya pada Edo yang masih menatapnya tersebut.

"Serius, Dan. Ini ngga lo banget!"

Zidan tak menjawab. Ia hanya memandang ke depan tanpa ada ingin menjawab ucapan Edo barusan.
"Anjir, dikacangin gua. Ceritalah bro!" Ujar Edo yang kini duduk disamping Zidan. Sedangkan lelaki tersebut, ia masih tak bergeming sedikitpun.

"Kalau gua cerita sama lo percuma. Ngga ada solusi malah nambah masalah." Ujar Zidan tiba-tiba dengan sarkas.

"Lo belum cerita gua udah tau kali masalah lo." Ejek Edo sambil terkekeh pelan.

"Trus tadi kenapa nanya?!" Kesal zidan.

"Ya ngetes lo doang. Hah, kenapa lagi sih? Rafa terus Rafa terus."  Edo berubah serius. Ia tau betul Rafa sering dipukul oleh Zidan. Bahkan banyak yang sudah edo nasehatkan pada Zidan agar berhenti menyiksa adik semata wayangna itu.

"Gua ngga ngerti sama diri gua, Do. Gua bener-bener ngga tahan ngeliat dia luka sedikitpun. Tapi ngeliat dia baik-baik aja malah buat gua bikin di luka." Ungkapnya tanpa menutupi apapun. Bahkan matanya menyiratkan bahwa ia tak mau seperti ini. "Gini deh, Dan, gua tanya sama lo. Lo sayang ngga sama dia?" Tanya Edo.

Zidan terdiam. Ia tak tau, ntah mengapa zidan ragu saat ia bilang menyayangi Rafa. Apa kebencian itu masih ada bahkan setelah tuhan memberinya kesempatan kedua ini. Setelah tuhan hampir mengambil Rafa darinya.

"Gua ngga tau." Jawabnya singkat.

"Lah, sama adek sendiri?" Tanya Edo tak percaya atas apa yang Zidan kata barusan. "Gua udah terlanjur kecewa sama dia." Jawab Zidam yang sukses membuat Edo semakin kebingungan.
"Kecewa?" Edo merasa ada yang janggal disini.

"Dia lukain mama Keinan, Do. Dia bikin malu gua. Padahal Tante Fitri baik banget sama kita berdua." Suara itu mulai meninggi saat mengingat kejadian kemarin. "Dia udah jelasin belum?" Pertanyaan itu sukses membuat zidan bungkam. Benar, Zidan sama sekali belum mendengar penjelasan dari adiknya tersebut.

"Belum." Kata yang paling zidan sesalkan saat ini.

"Gimana sih lo, sayang ngga percaya juga ngga." Edo benar benar tak habis pikir dengan Zidan. "Tapi gua emosi, Do. Setiap gua ngeliat dia ntah kenapa otak gua nyuruh buat bentak dan maki dia." Sedikit ada penekanan di setiap kata yang diucapkan Zidan tadi.

"Itu karena lo belum tulus sama Rafa, Dan." 

"Hah. udahlah, Do. Biarin aja dulu." Ujar Zidan mengakhiri pembicaraan saat itu. "Dan, Ingat satu hal. Rafa adek lo, titipan orang tua lo. Jaga dia, Dan. Lo ngga maukan, mama papa lo kecewa gara-gara ini?" Edopun beranjak dari sana untuk kembali bergabung dengan gengnya tadi.

//

16.22

Rafa masih menunggu sang kakak diruang tamu. Walau zidan menyuruhnya untuk menjauh, ia tetap dengan pendiriannya untuk takkan menjauhi Zidan. Bahkan ia sudah menunggu lebih dari setengah jam, namun sosok yang ia tunggu itu belum tampak batang hidupnya.

Ceklek...

Akhirnya orang yang ia tunggu datang dan tengah berdiri di depannya dengan tatapan dingin seperti biasa. Rafa pun mendekat dan tersenyum manis pada sang kakak. "Ngapain lo disitu?" Zidan membuka suara.

"Ngga, Rafa nungguin kakak. Hmm kakak mau makan apa sore ini?" Tanya rafa dengan bersemangat.
"Terserah." Zidan melenggang pergi begitu saja. Padahal Edo sudah memberi pendapatnya pada Zidan, Namun seakan tak terjadi apa-apa.

"Rafa masakin sup ayam ya kak?" Tanya Rafa dengan sedikit berteriak karena Zidan yang mulai menjauh dari sana. Namun masih sama, Sang kakak tak menjawab hingga punggung tegap itu memasuki kamarnya yang berada dilantai 2.
Rafapun menunduk lesu karena kakaknya tak kunjung berbaikan dengannya. Hingga ia tak sadar air mata nanjernih itu mulai menetes.



























[TBC]

Makasih buat yg udah baca dan vote. Makasih juga buat yg komen di cerita aku😊😚

MAKASIH BANYAAAAAK💜💫

P L E A S E! [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang