E n d

32.9K 1.4K 178
                                        



🌾Selamat membaca



Telpon terputus secara tiba-tiba. Sinyal ditempat itu tidak stabil. Keinan kembali mencoba untuk menelpon Zidan namun gagal. Susah lebih dari 5 kali ia menekan tombol telepon tapi tampilan no signal slalu muncul dilayarnya.

"ARGHHH!" Keinan benar benar frustasi sekarang. Fitri yang tadinya terdiam kini mencoba mengalihkan perhatian Rafa agar anak tersebut tak menutup matanya.

"Rafa, Rafa liat sini!" Mata sayu itu yang awalnya mengarah ke Keinan kini beralih ke Fitri. Apa ia sedang berakting juga saat ini? Pikirnya Rafa saat menatap wajah perempuan dihadapannya itu.

"T-t-tan tante." Panggilnya dengan teramat lirih.

"Kamu bisa tahankan? Kakak kamu bakal ke sini sebentar lagi, tunggu ya?" Ucap Fitri sambil menyibakkan rambut Rafa yang sudah basah dengan keringat bercampur darah.

"S-ssakit.." Adu Rafa pada wanita tersebut.

"Keinan... Hiks.. Zidan, mana dia?" Tanya Fitri kepada Sang anak yang tampak masih mengotak-atik handphonenya. "Sinyal disini ngga ada, ma." Jawabnya dengan nada yang sudah terdengar pasrah.

"Ya udah kita bawa aja ke Rumah sakit. AYO KEINAN!!" Ucap fitri dengan berurai air mata. Keinan yang mendengar itu lantas langsung berdiri dan memegang lengan Rafa pelan.

"Ayo fa, kita kerumah sakit."

"Rafa mau kak Zidan, Kei.." Pintanya.

Karena tak tega melihat Rafa yang terus menerus mengucapkan nama Zidan, Keinan memutuskan untuk keluar dari pabrik itu dan mencari sinyal di luar. "Ma, mama jaga Rafa dulu ya? Keinan cari sinyal keluar sebentar." Keinan berlari begitu saja meninggalkan Rafa dan ibunya itu.

Fitri yang awalnya hanya diam kini mulai mengangkat kepala Rafa  kemudian ia letakkan didadanya dengan perlahan. Tangannya masih berusaha menahan darah yang keluar deras dari perut Rafa yang sudah tak berdaya tersebut.

"Maafin tante...hikss..hiks.. Maaf." Hanya kata itulah yang bisa ia ucapkan.

Mendengar tuturan Fitri, Rafapun menggelengkan kepalanya sambil tersenyum lirih. Ia tak lagi sungkan memandang wanita yang wajahnya sudah basah akan air mata itu.

"Rafa tau... Tante ngelakuin itu semua demi kebaikan Keinan, iyakan, tan?" Jawab Rafa dengan sepenuh hati.
Fitri yang saat itu tak tahan lagi, membawa badan yang sudah lunglai itu segera ke pelukannya. Menggumamkan kata-kata penenang di telinganya.

"Jangan nyalahin diri tante. Rafa... Udah ikhlas kok." Ujarnya dengan bersusah payah.

"Hiks..hiks.." Fitri mengeratkan pelukannya. Mencium kening itu berkali-kali. Dan meraung keras seakan menyesal atas semua kesalahan yang sudah ia perbuat secara sadar.

"Uhuk... Uhukk... Tante..." Darah itu kembali keluar untuk kesekian kalinya. "Sssttt, jangan bicara!" Perintah Fitri karena takut bila Rafa semakin banyak memuntahkan cairan kental itu.

"Tante... Rafa boleh minta.. Minta tolong?" Fitri yang mendengar petanyaan itu langsung melepaskan pelukannya tersebut, kemudian menatap mata Rafa yang semakin sayu saja.

"Apa? Rafa mau apa?" Tanya Fitri.

"Kak Zidan, dia sendirian. Tolong jagain ya, tan?" Ntah apa maksud dari perkataan Rafa itu. Fitripun tak mengerti sama sekali dengan ujaran Rafa barusan.

"Kenapa?" Fitri berusaha keras menahan isakannya.

"Rafa takut aja... Kalau misalnya sehabis ini Rafa ngga jumpa lagi sama kakak. Rafa... Ngga mau kakak sendiri." Jawaban Rafa itu sontak membuat irama jantung Fitri semakin cepat.

"Ngga, berhenti bicara omong kosong!" Ujar Fitri dengan cepat.

"Tolong B-bilang sama kakak ya, tan.. Rafa... Sayang kak Zidan. Uhuk..uhuk... Argh.. Uhuk!" Badan Rafa tampak mengejang sambil menggeram kesakitan, nafasnya mulai tak beraturan serta tangan yang semakin lemas.

Hingga akhirnya... Ia menyerah. Membiarkan semua rasa sakit itu menghilang dengan sendirinya diikuti mata yang terpejam untuk selamanya.

"Rafa? Ngga, NGGA!! BANGUN RAFA! TANTE BILANG BANGUUN!" Teriak Fitri ketika melihat tubuh itu sudah tak bergerak lagi. Keinan yang saat itu tak jauh dari sanapun sudah pasti mendengar teriakan ibunya dari dalam pabrik. Dengan langkah yang tergesa ia mulai masuk ke tempat usang itu kembali.

Saat berada di dalam, sosok itu sudah terpejam. Telinganya penuh dengan isakan hebat sang ibu. Itu sudah cukup menyadarkan Keinan bahwa Rafa, sudah tak berada di sini lagi. Kakinya seketika melemah. Keinan jatuh terduduk sambil menutup kedua mata dengan tangannya.

"Hiks...hiks.. Rafaa.." Lirihnya dengan air mata yang turun dipelupuk matanya. Ia tak sanggup mendekat. Melihat wajah itu sudah membuat rasa sesalnya bertambah.

//

Zidan baru saja sampai ditempat yang Keinan beri tahu tadi. Saat keluar dari mobil ia melihat keselilingnya. Tempat itu sepi namun ketika sampai tepat di depan pabrik bekas tersebut, ia mendengar suara tangis yang berasal dari dalam pabrik bekas itu. Ia berjalan ke dalam seorang diri ke dalam, sedangkan Edo memarkirkan mobil di samping gerbang masuk.

Saat berada di dalam sana, pengelihatannya kini menangkap sosok Keinan yang jatuh terduduk sambil menangis. Karena merasa ada yang tak beres ia pun mendekat namun sosok yang sudah tergeletak di lantai penuh darah itu sudah lebih dulu mengunci pandangannya.

"Rafa?"

Ia berlari ke arah adiknya itu. Mengusap pelan pipi Rafa yang penuh dengan lebam dan mulai mendingin.

"Rafa kenapa? Kenapa dia bisa gini?" Tanya Zidan sambil menatap Fitri yang tampak tertunduk.

"RAFA KENAPA BEGINI?! KENAPA KALIAN DIAM?!" Merasa tak ada jawaban Zidan mulai tersulut emosi. Keinan yang mendengar itu langsung menghapus air matanya dengan kasar lalu mendekat ke arah Zidan.

"Kak.." Panggilnya.

"Kenapa banyak darah? Rafa kenapa? DIA KENAPA?!" Tanya Zidan sekali lagi dengan serius dan menatap mata Keinan yang memerah itu.

"Hiks.. Rafa... Rafa udah tenang, kak.." Keinan tak sanggup mengucapkan hal itu. Isakannya kembali keluar walau sudah mati-matian ia tahan.

"Hahahaha, ngga. Ini akal-akalan kaliankan? Rafa? Rafa bangun!" Ia memegang tangan dingin Rafa yang sudah penuh dengan darah tersebut.

"RAFA BANGUUN!!" Air mata yang zidan tahan dari tadi akhirnya turun juga. Apa perkataan Keinan benar? Apa adiknya menyerah?

"Zidan udah!" Edo yang baru saja masuk ke dalam sangat kaget melihat adik sahabatnya itu sudah penuh dengan darah. Melihat hal itu, iapun mendekat dan mencoba menenangkan Zidan yang tampaknya masih tertekan itu.

"NGGA NGGA NGGA!! RAFA BANGUN! BANGUN GUA BILANG!"

"Dan, Jangan bikin Rafa makin sakit. Ikhlasin dia, dan." Ujar Edo sambil mengusap punggung Zidan yang bergetar tersebut.

"KALIAN KENAPA SIH?! RAFA MASIH DISINI. FA AYO BANGUN! Kita pulang ya? Ayo kita pulang, dek!" Racau Zidan sambil merempas dekapan itu dari Fitri dan memeluknya erat.



































🌾[E N D] 🌾


Maaf kemarin php, mood aku hancur bgt. Mungkin sebagian dari kalian ada yang tau permasalahannya apa. Jadi yaa gitu😔 maaf yaah semuaa.

Aku harap kalian suka sama endingnya kali ini. Masih ada epilog kok, tenang😉 Kalau sempat juga bakal ada ekstra part.

Makasih yang selama ini aktif terus disini. Yang slalu ngespam komen dan ngga lupa buat vote😘 makasih banget ya semuaaa! Sorry kalo selama ini jarang up atau lama upnya😉

MAKASIH BANYAAAAAAK💜💫

*kalau masih ada kesalahan setelah direvisi, tolong dikoreksi ya😉

P L E A S E! [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang