bagian 16

14.1K 1.1K 50
                                        


🌾Selamat membaca


Perasaan zidan mendadak tak enak setelah meninggalkan rafa seorang diri disana. Zidan yang belum terlalu jauh dari tempat itu, menepikan mobil miliknya terlebih dahulu dan memikirkan apa yang sudah ia lakukan barusan. Tak lama setelah itu zidan memutar balik mobilnya kembali ke tempat ia meninggalkan rafa tadi.

Namun tempat itu sudah diramaikan oleh orang- orang yang sedang mengerumuni seorang laki laki yang sudah tergeletak ditengah jalan tersebut. Ia berjalan perlahan ke arah keramaian itu. Alangkah terkejutnya ketika melihat sosok yang sudah berlumuran darah itu adalah adiknya.

"RAFA!" Zidan lantas mendekat dan memangku kepala sang adik dipahanya.

Zidan menepuk pipi adiknya itu sambil memanggil namanya. Keinan juga sudah ada di sampingnya. Sama halnya dengan Zidan, Keinan ikut memanggil nama sahabatnya itu sambil mengguncang pelan tubuh lemah tersebut.

"RAFA BANGUN! GUA BILANG BANGUUUN!" Zidan menangis sambil menyapukan tangan yang bergetar hebat itu di bagian pelipis Rafa yang dialiri darah tersebut.

"TOLONG PANGGIL AMBULANCE!! JANGAN NGELIATIN AJA!" Teriak keinan pada sekumpulan orang yang ada disekelilingnya.




//

Setelah dibawa ke rumah sakit,
Dokter mengabarkan bahwa bila rafa tak bangun 2 kali 24 jam dokter akan menyerahkan semuanya ke keluarga. Apakah semua alat yg ada di tubuh rafa akan dicabut atau membiarkan semua alat itu tetap terpasang ditubuhnya?

"Lo ada masalah apa sih kak sama rafa?" Keinan bertanya dengan aura dingin yang tak pernah zidan lihat.

"Gue nanya kak! Bukan nyuruh lo diam!" Bentakan itu sukses membuat Zidan yang tadinya tertunduk mulai mengangkat kepalanya.

"Gua niggalin rafa disana." Perkataan itu membuat keinan terdiam.

"Udah gua duga. Gila lo ya?!" Aura dingin itu semakin terpancar diiringi suara yang bergetar dari Keinan.

"Gua emosi kei!" Jawab Zidan pula dengan sedikit mengeraskan suaranya dilorong rumah sakit tersebut.

"Iya gua tau lo emosi, Tapi lo juga harus tau keadaan kak." Ujar Keinan menggeram frustasi atas jawaban yang Zidan berikan.

"Sorry." Hanya itu yang bisa Zidan ucapkan. Bibirnya benar benar kelu saat ini.

"Asal lo tau kak, Sebelum rafa kecelakaan, dia nelpon gue. Dan dia masih sempat sempatnya bilang kalo dia sayang sama lo. Ya ampun kak! Apasih Isi otak lo hah?!"  Ungkap Keinan pada sosok yang semakin dilanda rasa bersalah itu.

"Sorry, Gua ngga tau kalau akhirnya bakal begini." Jawabnya singkat lalu melangkah pergi dari hadapan Keinan.



//

HARI SELANJUTNYA...

Ceklek...

Zidan melangkahkan kakinya masuk ke kamar rawat sang adik. Bau obat-obatan pun tercium dan menusuk indra penciumannya tersebut. Ia lalu mendekat ke arah Rafa dan menatap sendu sosok yang tengah berjuang didepannya itu.

"Kok lo ngga bangun? Lo marah sama gua?" Ujarnya Sambil mengelus rambut Rafa yang tampak pendek karena harus dipotong pasca operasi.

"Gua ngga bisa ngelepasin lo gitu aja." Lirihnya dengan air mata yang mulai turun namun dengan sigap ia usap dengan kasar.

"Maafin gua fa, disaat gua marah selalu lo yang kena imbasnya." Ntah apa yang ingin ia ucapkan. Hanya rentetan kata maaf dan rasa sesal yang kini menghampirinya.

Ceklek...

Tiba-tiba dokter datang menghampiri Zidan yang masih setia berdiri disamping adiknya, dokter itu tak sendiri ada beberapa suster dibelakangnya.

"Dengan Zidan Faruna?" Tanya dokter tersebut dengan ramah pada Zidan.

"Iya saya sendiri." Jawabnya singkat.

"Seperti yang sudah dibicarakan kemarin, semuanya akan di serahkan ke keluarga pasien. Saya belum tau pasti kapan saudara rafa akan bangun karena banyak komplikasi di bagian kepala. Ditambah paru-parunya yang bahkan hanya bisa bekerja 55%." Jelas dokter tersebut. Zidan yang mendengar itu hanya bisa menahan nafas. Tak tau apa yang harus ia perbuat.

"Saya yakin adik saya pasti bangun dok." Ucapnya dengan tegas dan lantang. Dokter didepannya itu lantas tersenyum hangat ke arah Zidan.

"Sekali lagi semuanya diserahkan ke kelaurga pasien. Kami pihah rumah sakit akan bekerja semaksimal mungkin untuk kesembuhan adik anda. Baik, kalau begitu Kami permisi dulu." Dokter itu pamit dan langsung keluar dari kamar rawat rafa diiringi suter dibelakangnya.

Zidan kembali menatap dan mendekat kembali ke arah rafa.

"Gua tarik ucapan gua kemarin malam."



//

Keinan masuk dengan menenteng 2 plastik berukuran lumayan besar ditangan kanan serta tangan kirinya. Ia lalu meletak semua barang tersebut di sofa yang disediakan rumah sakit, kemudian  mendekat ke brankar rafa.

"Fa, tuh gua bawain snack. Biasanyakan lo yang slalu nanya gua bawa makanan atau ngga. Giliran gua bawa lo malah belum bangun." Ujar keinan sambil memegang tangan sahabatnya itu.

Mengelus rambut rafa dengan hati-hati sambil tersenyum. Ia masih ingat bahwa dulu ia pernah mengatakan akan menjaga Rafa layaknya seorang adik.

"Lo kenapa sih, hobi banget bikin orang jantungan. Setelah lo ilang di hutan sekarang kecelakaan. Makanya gua ngga mau biarin lo sendiri fa. Gua takut lo begini lagi." Ucap keinan dengan sepenuh hati.

"Pasti lo nanya kak Zidan mana? Kakak lo lagi tidur dibangku depan, padahal udah disuruh masuk. Katanya takut ngganggu lo." Keinan terkekeh palsu. Padahal hatinya kini sedang diremas melihat keadaan rafa seperti ini.

"Cepet bangun ya... Dek." Ucapnya lalu mengelus pelan kening Rafa.




























[TBC]

Yaaahhh!! Seru ngga sih? Semoga suka yaa sama part kali ini😌
Sorry kalo banyak typonya hehehe😅

MAKASIH BANYAAAAK💜✨

*kalau masih ada kesalahan setelah direvisi, tolong dikoreksi yaa😉

P L E A S E! [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang