bagian 32

12.4K 940 42
                                    




🌾Selamat Membaca



Keinan kembali keluar guna menemui Rafa dan Zidan yang ia tinggalkan tadi di tepi kolam renang. Namun setelah  Ia menelisir ke semua penjuru rumahnya, ia tak kunjung menemukan dua kakak beradik itu.

"Sama aja, pecundang." Ucap Keinan dengan enteng lalu melangkah pergi dan kembali masuk ke dalam rumahnya.

Sedangkan disisi lain, Rafa sedang di bawa  ke gudang, tempat yang paling ia benci itu. Kakaknya benar-benar murka atas apa yang tidak ia perbuat tadi. Kilatan mata tajam Zidan serta wajah yang sudah memerah menambah kengerian Rafa saat menatap sang kakak.

"LO KENAPA SIH FA? NGGA SEKALI DUA KALI LO NGELAKUIN INI!" Bentakan demi bentakan diterimanya. Rafa menggeleng pelan sambil beberapa kali menyeka air mata yang turun dari pelupuk matanya. "Ngga, Rafa ngga ngelakuin itu." Hanya itu yang bisa ia katakan.

"TERUS SIAPA?! ANGIN YANG DORONG? LO BIKIN GUA MALU TAU NGGA!" Dengan sengaja Zidan mendorong tubuh lemah sang adik hingga jatuh ke lantai kotor gudang tersebut.

"Rafa ngga ngelakuin apa apa sama tante Fitri, kak. Di cuma pura-pura. Rafa bahkan ngga pegang tante Fitri sama sekali." Ntah keberanian dari mana hingga ia sanggup mengucapkan hal itu. Dan kalian tau apa yang terjadi?

BRAKHH

Zidan membanting vas bunga yag kebetulan ada disampingnya Emosi Zidan benar-benar membuncah ketika Rafa tetap membela diri. "Gua mau lo introspeksi diri lo. Gua ngga akan keluarin lo dari sini sebelum lo sadar kesalahan yang udah lo buat." Setelah itu Zidan mengkunci pintu gudang. Meninggalkan Rafa yang diam dalam kegelapan.


//


Keinan membiarkan mamanya beristirahat saat ini. Ia memutuskan keluar dari kamar Fitri supaya tidur sang ibu tak terganggu. Namun siapa sadar, Fitri tak benar-benar tidur saat itu. Setelah mendengar langkah kaki Keinan yang mulai menjauh ia mulai mendudukkan dirinya lalu mengeluarkan handphone berlogo apel tersebut.

"Halo."

"........."

"Ada yang ingin saya bicarakan dgn anda. Datang ke restoran **** besok siang."

" ......... "

Pembicaraan singkat itu ia akhiri, seketika senyum penuh kemenangan itu tersirat dibibir tipisnya.  Pikiran licik itu kembali menguasai pikiran Fitri.

Keesokan siangnya...

Fitri tampak telah siap dengan setelan celana dan jas abu-abunya. Memasukkan beberapa barang bawaan seperti handphone dan surat-surat yang ntah ia gunakan untuk apa. Setelah merasa semuanya siap, Fitri langsung bergegas ke lantai bawah.

"Mama mau kemana?" Keinan menghampiri ibunya yang saat itu sedang memasang sepatu berhak tinggi tersebut. "Mama mau ketemu teman mama dulu sayang. Kamu jaga rumah ya?" Jawab Fitri sambil mengelus pundak sang anak dengan senyuman yang tak pernah luntur dari bibirnya.

"Tapi mamakan belum fit. Ngga usah pergi dulu." Cegah keinan.

"Ada urusan penting, Kei. Mama ngga lama juga kok. Ya udah mama berangkat dulu ya." Fitri memasuki mobil berwarna merah miliknya dan melajukan mobil itu berlalu dari halaman rumah megah itu.

//

Setelah berkendara lebih kurang 10 menit, Fitri akhirnya sampai disebuah restoran bintang lima yang letaknya tak terlalu jauh dari rumahnya. Ia mencari seseorang yang kemarin sempat bertelponan dengannya semalam.

"Ada apa anda memanggil saya? Jangan coba mengkhianati saya lagi." Tanya pria yang itu sambil memperingati Fitri yang kini tengah menatapnya aneh.

"Tenang saja, pasti akan ada bayaran untuk kamu, dua kali lipat kalau kamu mau. Tapi sebelum itu ada pekerjaan yang harus kamu lakukan." Ucap fitri dengan nada remehnya serta senyum sinis. "Saya tidak bisa langsung percaya begitu saja dengan anda, saya minta DPnya dulu." Pinta orang tersebut.

"Enak aja, belum kerja udah minta DP. kalau kamu berhasil, semua uang ini jadi milik kamu. Bagaimana?" Ujar Fitri sambil menunjukkan uang merah berlipat-lipat itu.

Pria tersebut kemudian terdiam sambil memperhatikan uang tebal di depan matanya. Setelah mempertimbangkan hal itu, pria itupun lantas menganggukkan kepalanya. "Yasudah, saya terima tawaran anda." Jawabnya.

"Hahaha bagus. Pekerjaanya mudah saja, kamu bawa anak ini ke hadapan saya. Ini fotonya." Fitri memberi sebuah foto yang menampilkan wajah yang tak asing sama sekali. "Baik kalau begitu." Pria itupun mengiyakan perkataan Fitri.

"Hmm, karena saya tidak punya banyak waktu saya permisi dulu. Saya akan hubungi kamu besok." Fitripun mengakhiri percakapan tersebut lalu melenggang pergi meninggalkan pria bermuka sangar itu. Tanpa Fitri sadari, senyum mengerikan tersirat dari wajah laki-laki yang tadi mengobrol dengannya.

"Tidak semudah itu, Fitri. Apa yang sudah kamu lakukan kepada saya harus kamu bayar dulu."

















//

Setelah dikurung semalaman di gudang lembab, Zidan akhirnya membukakan pintu gudang nanrapuh itu. Rafa tampak tengah tertidur menghadap pintu. Pucat dimuka sang adik benar-benar terlihat. Tak lama Zidanpun mendekat lalu menatap sang adik yang terlelap tersebut.

"FA!" panggilan itu sontak membuat mata yang sedikit membengkak itu terbuka perlahan. Rafa mengerjapkan matanya beberapa kali untuk menghilangkan rasa pusing yang tak kunjung reda. "Keluar!" Perintah Zidan singkat lalu meninggalkan Rafa begitu saja.

Rafa lalu mencoba mengangkat tubuhnya yang belum diisinya makanan sedikitpun itu dengan sedikit bersusah payah. Ia lalu beralih ke kamar untuk membersihkan badannya yang kotor, kemudian menyiapkan makanan. Ia hanya memasak mie rebus karena Rafa belum sempat untuk membeli sayur serta bahan makanan lainnya. Ditambah badannya yang sedang tak bisa diajak kompromi saat ini.

Beberapa menit setelah itu, mie rebus yang tadi ia masak kini telah matang. Rafa santap makanan yang tampak masih berasap itu segera. "Nanti beli bahan makanan aja kali ya?" Tanya Rafa pada dirinya sendiri. Ia lalu mengaggukkan kepalanya kemudian melanjutkan santapannya tadi.
























[TBC]

Akhirnya bisa up jugaaa😭 lama bangetkan ya? Huaa sorryyy😭😔

Okeh, makasih yang udah baca sampai habis. Udah vote dan komen jugaa😚😘

MAKASIH BANYAAAAAAK💜💫

*kalau masih ada kesalahan setelah durevisi, tolong dikoreksi yaa😉

P L E A S E! [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang