🌾Selamat membaca
Zidan masih terdiam, terpaku atas apa yang telah adiknya lakukan. Rafa masih terduduk sambil menangis didepannya. Hatinya mengisyaratkan untuk mendekat namun ntah angin dari mana yg membisikkan untuk membiarkan adiknya begitu saja. Itulah yang slalu Zidan rasakan, slalu aja ada bisikan yang membawanya menjauh dari Rafa.
"Hiks..hiks.." Pisau itu sudah enyah dari hadapan Zidan, kini tangis menyesakkanlah yang tersisa disana.
"Lo kayanya udah kehilangan akal pikiran lo deh. UDAH GILA LO HAH?!" Bentaknya tanpa ada rasa bersalah sedikitpun. Lagi dan lagi perasaan Rafa ia sakiti. Setelah itu zidan meninggalkan Rafa yang masih tertunduk lemas.Satu yang ia tangkap dari perlakuan Zidan barusan, sang kakak tetap tak menerima kehadirannya disini. Rafa pun segera berdiri dan kembali memasuki kamarnya nangelap itu sambil menyeka air matanya yang beberapa kali tumpah.
Karena tak sanggup menahan tekanan seorang diri. Rafa memutuskan untuk menelpon Meita saja. Hanya ia yang menganggapnya ada sekarang. Tanpa menunggu lama lagi, ia mencari kontak Meita lalu menelponnya.
"Halo, kak." Lirih Rafa saat melihat telepon itu tersambung.
"Rafa? Kamu nangis? Zidan nyakitin kamu lagi iya?" Kekhawatiran terdengar saat lirihan itu terdengar.
"Kak, jemput Rafa.. Hiks.." Isakan itu tak dapat lagi Rafa tahan saat mendengar nama sang kakak.
"Iya kakak jemput sekarang. Kamu tenang ya?" Meita mematikan telpon tersebut dengan sepintas. Sedangkan Rafa, Anak itu jatuh terduduk di lantai sambil memukul dadanya karena sesak yang benar-benar menguasainya sekarang.
12 menit kemudian...
Tak lama ia mendengar suara mobil didepan rumahnya. Sudah jelas itu Meita yang datang menjemputnya.
Rafapun bangkit lalu berlari ke lantai bawah namun saat berada di anak tangga terakhir, tangannya di sentak kasar oleh Zidan yang kebetulan disampingnya."Akhh.." Sentakan itu membuat Rafa hampir terjatuh.
"MAU KEMANA?!" Tanya Zidan dengan suara lantangnya yang berhasil membuat Rafa ketakutan setengah mati. "Bukan urusan kakak." Jawabnya dengan berani sambil berusaha melepaskan genggaman tangan Zidan.
"JELAS INI URUSAN GUA BANGS*T!!" Rafa tersentak kaget mendengar bentakan Kakaknya barusan.
Meita yang saat itu sedang ingin mengetok pintu rumah Zidanpun langsung masuk ke dalam tanpa mengucap salam ataupun mengetuk pintu sedikitpun karena takut sang adik akan kembali dibuat terluka oleh Zidan.
"ZIDAN!!" Teriaknya.
Zidan yang kaget langsung melepaskan genggaman ditangan Rafa. Dapat dilihat tangan Rafa memerah karena Zidan terlalu kuat menggenggamnya. Sang adik lantad jatuh bersimpuh di lantai dingin itu. Tubuhnya sudah terlampau lemas.
Meita yang melihat itu langsung berlari ke arah Rafa yang tampak menundukkan kepalanya. Dan memeluknya penuh kasih sayang. Rafa tampak tak membalas pelukan itu, ia tampak sangat tertekan dengan perlakuan Zidan. Bahkan matanya tampak kosong.
"Kamu apa-apaan hah?! Dia adik kamu Zidan. Berani banget kamu nyakitin dia astaga!" Ucap meita sambil mendonggakkan kepalanya ke Zidan. Ia keratkan pelukannya ke sang adik sambil beberapa kali mengucapkan kalimat yang dapat menenagkan Rafa.
"DENGER YA, INI BUKAN URUSAN ANDA. JADI NGGA USAH IKUT CAMPUR SAMA URUSAN KELUARGA SAYA." zidan berucap tegas dengan kilatan mata yang mengerikan.
"Bukan masalah itu, tapi ini masalah nyawa Rafa, Zidan. Jangan tekan adik kamu terus." Zidan terdiam seketika.
"PERGI! Jangan ganggu urusan saya!" Perintah Zidan yang masih tampak masih mencoba menahan dirinya agar tak emosi. Meitapun langsung berdiri dihadapan Zidan. Ia sedikit memperlihatkan kegeramannya pada Zidan saat itu juga.
"Kamu ngga pantas jadi seorang kakak." Ujar Meita dengan dinginnya. Ucapan itu seketika membuat kemarahan Zidan meledak-ledak.
"Pergi sebelum saya kasar dengan anda." Jawab Zidan pula dengan dingin. Meita kemudian melirik ke arah Rafa. Anak itu tampak menganggukkan kepalanya sambil tersenyum manis."Hah.. Dengar ya Zidan, saya ngga bakal main-main kalo kamu berani kasar sama Rafa lagi." Meita mendekatkan dirinya ke Rafa. Memeluk sosok tersebut, lalu mengusap pipinya yang basah karena air mata. "Kamu baik-baik ya?" Ujarnya dengan lembut. Meita kemudian melangkahkan kakinya keluar dari rumah megah itu menyisakan kesunyian dua kakak beradik tersebut.
"Balik lo ke kamar!" Ujar Zidan lalu menjauh dari sang adik yang masih setia terduduk dilantai dingin tersebut.
//
Keesokan paginya...
Hari ini Zidan tak melihat Rafa, anak itulah yang biasanya menyiapkan sarapan pagi untuknya. Namun berbeda denganpagi ini. Rafa tak terlihat sedikitpun. Ia lalu melirik ke lantai atas. Tepatnya ke kamar sang adik, Pintu itu masih tampak tertutup. Zidan kemudian melihat ke arah meja makan yang kosong. Sepertinya oagi ini ia hanya makan roti saja.
Zidan lalu mengoleskan 2 roti dengan selai kacang, satunya ia makan sedangkan satunya lagi ia letakkan di atas piring kaca. Setelah roti yang ia makan habis, ia berjalan keluar untuk bersekolah. Hari ini cukup mendung sehingga ia harus berangkat cepat agar tak kehujanan.
Sedangkan dilain tempat...
Rafa terbangun sekitar pukul 8 pagi. Badannya lumayan lemas karena pertengkaran yang terjadi tadi malam. Ia langkahkan kakinya keluar, seketika matanya melirik ke kamar Zidan. Pasti kakaknya sudah berangkat sekolah. Namun satu hal yang membuatnya sadar. Ia lupa menyiapkan sarapan.
Rafapun mempercepat jalannya ke lantai bawah tepatnya ke dapur.
Namun sesampainya di dapur sudah tersaji satu helai roti dengan selai yang sudah disiapkan. Binar redup itupun mulai bangkit."Makasih kak."
[TBC]
Mana yang kemaren minta up? Pendekkan? Hahaha maapkeun yaa😌
Makasih yang udah baca sampai habis, udah komen dan vote juga😘😚
MAKASIH BANYAAAAAK💜💫

KAMU SEDANG MEMBACA
P L E A S E! [End]
Teen FictionDia yang hidup hanya sebagai pelampiasan kemarahan dari seseorang yang tak lain adalah kakaknya sendiri. ......... "LO ITU CUMA NUMPANG BANGS*T!! "Maaf kak..." #48 friendship → 20200831 #10 brotheship→ 20200907 #06angst → 20210217 ⚠AKU TEKANIN, CER...