41. Teman

35 5 0
                                    

Part 41!
Happy reading guys')

_________

"Memaafkan itu mudah, yang sulit itu melupakan kesalahannya."

☁☁☁


"Semuanya sudah beres?" tanya Satya, dirinya saat ini sedang berada di ruangan Genta.

"Sudah pak." jawab salah satu ART di rumahnya.

"Oke, kalau begitu kita langsung pulang." jawab Satya, setelah itu mereka pergi meninggalkan ruangan itu.

Genta dengan langkah pincangnya mengikuti langkah ayahnya di belakangnya.

Setelah itu mereka sudah naik kedalam mobil, lalu sang sopir segera melajukan kendaraannya.

Di perjalanan suasana nya begitu hening, hanya suara kendaraan yang terdengar begitu mendominasi.

Berbeda dengan ayahnya yang sedang terpejam, Genta malah sedang senyum-senyum sendiri sambil menatap ponselnya.

Tak perlu tanya siapa, jawabannya sudah pasti Aqilla Pandita.

Genta sibuk berbalas pesan, dan ia memberi kejutan dengan memberikan sedikit Vidio perjalanannya, videonya hanya berdurasi 10 detik, dengan kondisi jalanan yang padat.

Lantas Qila yang melihat Vidio itu merasa senang sekaligus kesal, dirinya begitu senang ternyata Genta sudah diperbolehkan pulang, dan kesal karena Genta tidak memberitahu nya terlebih dahulu, setidaknya Qila ingin ikut membantu dan alasan utamanya sebenarnya ia sangat merindukan Genta, ck alasan yang menggelikan.

Genta kembali tertawa pelan, karena melihat pesan yang Qila menandakan bahwa dirinya sedang dalam keadaan marah, bukannya membujuknya, Genta justru malah tertawa tanpa membalas pesan Qila, membiarkan wanita itu melampiaskan amarahnya.

"Lucu sekali." gumamnya pelan, namun tetap saja Satya yang berada disampingnya tetap mendengar.

Sebenarnya Satya tidak tidur, ia hanya sekedar  memejamkan matanya, jadi telinga nya masih bisa mendengar dengan baik.

"Siapa yang lucu?" tanya Satya, Genta lantas segera menetralkan kembali ekspresinya.

"Tidak ada." Cicitnya berusaha untuk mengelak.

"Dasar, anak muda. Gengsinya tak tertolong." ucap Satya sambil menggeleng heran akan kelakuan anaknya.

"Kaya yang gak pernah muda aja." dengus nya kesal.

"Sudahlah, mengaku saja." Olok Satya semakin menjadi.

" Ada lah, pokoknya dia spesial."

"Spesial kamu bilang? Kaya nasi goreng aja pake spesial, inget yang spesial kadang jadi alasan utama kita hancur." jelas Satya.

"Iya, Yah besok Genta mau sekolah ya?"

"Pertanyaan bodoh macam apa itu? Ya sudah jelas kamu gak boleh dulu sekolah, sembuhin dulu aja itu luka di dahi sama kaki kamu, emangnya kamu mau jalan pincang kek gitu? Yang ada nanti proses kesehatan kamu malah lambat, jadi biar cepet sembuh kamu harus istirahat dulu, setidaknya untuk dua Minggu kedepan." ujar Satya.

Genta mendengarkan setiap ucapan Satya dengan baik, meskipun sedikit tidak terima, namun ucapan ayahnya memang benar, tapi dirinya merasa agak kesal ketika ayahnya menyebut waktu 2 Minggu, bukankah itu terlalu lama? Begitulah batin Genta yang bertanya-tanya.

"Yah, apa dua Minggu tidak terlalu lama? Seminggu saja bagaimana?"

"Ya tergantung sehatnya kamu nanti gimana, tumben buru-buru mau masuk ke sekolah, biasanya juga kadang suka males, hayoo mau sekolah apa sekolah?" olok Satya, baginya sebesar apapun Genta sekarang, Genta tetaplah anak kecil laki-laki yang selalu dia syukuri kehadirannya.

Time With You [ END ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang