Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Jakarta masih ramai. Sebuah pernyataan yang kemungkinan akan sulit ditemukan sanggahannya. Kota yang menjadi Ibu Kota dari negara ini selalu ramai bahkan hingga gelap hampir habis menuju pagi. Di sudut-sudutnya selalu tersimpan lalu lalang pergerakan mereka yang tidak mengenal malam. Baginya, ada dan tiada matahari tetap sama: sebuah hari untuk terjaga. Mereka masih bisa melanglang bebas di bawah cahaya lampu-lampu beraneka warna dan intensitas. Bunyi-bunyian juga masih menemani di udara mengalun bermacam suara. Setidaknya, karena itu aku tidak terlalu memusingkan akan pulang pukul berapa.
"Di."
"Hmm?" Aku menoleh ke sumber suara. Andrenata berdiri di samping pintu keluar. Lelaki itu sudah menjinjing tasnya bersiap hendak pulang.
"Beneran lo enggak mau bareng gue?"
Aku menggeleng. "Nggak, Ndre. Makasi. Lo duluan aja." Aku menjawab begitu padanya dengan nada sopan dan sebuah senyuman. Laki-laki itu mengangguk, beranjak melalui pintu itu namun sebentar untuk kemudian kembali.
"Kalau enggak kelar kasih Denan aja biar digarap sama dia besok. Dia juga dikit-dikit bisa ngerti kok." Denan adalah workmate-ku bagian structural engineering yang juga menangani proyek perhotelan ini. Namun jobdesc dia sendiri juga udah banyak aku lihat tadi. Sampai harus bawa pulang hardisk kantor. Kayanya sih, mau dilembur di rumah. "Lo bukannya mau ada presentasi master plan di Surabaya?" Andre menyambung sambil alisnya bergerak naik perlahan menyadari sesuatu.
"Iya, besok berangkat. Makanya ini kudu gue kelarin sekarang."
Samar-samar kulihat ia menghela napas. Dari jauh jarak yang terbentang di antara aku dan dia masih dapat terlihat kantung matanya yang tampak gelap dan berlapis. Wajahnya lelah serasa masih ada beban di pundaknya. "Beneran deh, Di. Ini enggak harus lo kelarin sendiri dan hari ini kok." Ia hendak berjalan menuju mejaku.
"Selaw, Ndre. Ini tinggal dikit banget kok. Pulang aja duluan. Kasihan istri lo juga udah nungguin kan di rumah. Gue mah santai, sampai malem juga nggak apa-apa hehe," sahutku cepat dengan nada ceria supaya ia segera pulang tanpa merasa terbebani. Andre sendiri malah seharusnya enggak ikutan overtime. Makanya aku juga tidak tega mau minta dia membantu kerjaanku. Apalagi sekarang posisi dia juga sebagai Papa. Maksudnya baru punya baby. Di rumah masih ada tanggung jawab buat ngurus bayi.
Ia berhenti melangkah. "Beneran?" Ia sedikit ragu karena ya di lantai ini tidak banyak yang tersisa lagi. Yang lain sudah banyak yang pulang.
"Iyaaa. Dikit lagi tinggal review dikit aja. Nanti finalnya gue kirimin nanti lewat email." Aku berbohong karena ini tidak sedikit. Aku memang perlu mengganti ketidakhadiranku seminggu nanti lewat jam-jam lembur di awal seperti ini.
"Oke deh. Gue pulang duluan, ya. Lo jangan pulang malem-malem."
"Siaaaap." Aku mengacungkan jempol tinggi. Setelah membalas dengan lambaian tangan, ia berbalik badan dan keluar melewati pintu. Tidak kembali lagi. Lirih aku mendengar suara denting lift menandakan ia benar-benar pulang.