—Arvin Sayudha Aiden
Nama itu muncul. Gue akhirnya mendengar nama itu setelah sekian lama. Iya, cukup lama sampai gue perlu menghitung berapa bulan gue nggak mengunjungi kediamannya selepas gue dari kantor seperti biasanya. Ralat, sebenarnya rumah itu bukan lagi tempat tinggalnya karena gue nggak tahu dia ada di mana. Mungkin gara-gara kantor gue pindah jadi rute pulang gue sudah nggak melewati rumah kosannya. Atau karena Aldi.
Gue nggak menempatkan Aldi sebagai penyebab tunggal karena sejujurnya gue sendiri yang mengalihkan fokus. Dulu hari-hari gue diantaranya berisi kegiatan menengok kosannya, mencari namanya di mesin pencarian untuk mencari tahu keberadaannya, menanyakan kabar keluarganya. Gue bahkan lupa kapan terakhir gue berbalas pesan dengan Mamanya Kalista. Mungkin tiga bulan yang lalu? Entahlah.
Lalu gue merasa bersalah. Perasaan yang sudah gue miliki dari dulu. Sejak gadis itu menghilang hingga gue lupa.
"Lo.." Gue berkata pelan, kali ini nggak melihat langsung ke arah Bram, "Lo mikirnya gue begini gara-gara Kalista?"
Bram menjeda dua kali tarikan napas sebelum berkata dengan hati-hati. "Gini, Bang. Gue tahu lo berhak move on dan gue nggak menghalangi langkah lo buat itu. Of course i'm happy for you if you were. Tapi gue cuma pengen pesen, pelan-pelan aja sih, Bang. Lo pahami mau hati lo kayak gimana dan memahami Aldi ini seperti apa. Sambil inget kalau.. dia bukan Kalista."
"Gue juga nggak menganggap mereka sama, Bram."
"But your action did?"
Gue mengangkat alis menatap laki-laki bernama Bramasetya dengan penuh tanda tanya.
"Ehm.. I mean with your distrust and overly protective towards her?" Dia balik memberikan pertanyaan retoris, yang tentu saja hanya gue jawab dengan diam karena sedang mencerna maksudnya. "Oke, sejujurnya ini cuma asumsi gue aja, Bang, dari cerita lo barusan. It can be a truth or not, still they're opinions which-"
"Thanks, Bram."
Bram mengatupkan bibirnya cepat. Gue tersenyum kecil ke arahnya, kemudian ia juga tersenyum dengan sedikit anggukan.
Secara tidak langsung mungkin gue sadari gue nggak melupakan penyesalan gue. Perasaan bersalah itu tidak menghilang atau tidak diingat, tetapi justru melekat dalam benak gue. Gue pengen melindungi Aldi karena gue nggak ingin dia berakhir seperti Kalista.
Sebuah cara yang salah untuk memulai. Padahal Aldi bukan Kalista. Dan Aldi memiliki kehidupan sendiri.
And i know i'm having such a rush. Harusnya gue bisa menunggu. Bukankah seharusnya membaca sebuah buku adalah dengan memindai kata demi kata di setiap lembarnya? Mengapa gue nggak dengan sabar mengetahui satu demi satu apa yang dimaksud tiap baris?
Gue memang ingin mengenal Aldi lebih jauh. Gue pernah mengatakan ini padanya. Tetapi yang terjadi adalah gue mengatur hidupnya supaya sejalan dengan apa yang gue percayai aman untuknya. Tanpa tahu alasan apapun.
Gue memejamkan mata. Tiba-tiba hari ini rasanya menjadi sangat meleahkan. Meski sampai William datang dengan balon-balon emas beterbangan yang membuat heboh, gue nggak bisa terlelap juga karena terlalu banyak pikiran yang mengusik. Hah, gara-gara curhat sama Bram nih. Tau gitu tadi gue ikutan Jaf aja bobok di kamar. (Biar kayak newlywed yang habis pindahan.)
"Balon-balon kayak gitu nuruninnya gimana, Bang?" Doni bertanya dengan polos sambil memandang langit-langit. Setelah tadi sempet ramai karena William membuat surprise buat Jaff dengan membawa kue dan balon-balon (yang tentu saja surprise-nya failed karena Jaff baru bangun dikagetin cuma cengo), kami akhirnya berkumpul duduk melingkar di karpet ruang tengah. Beberapa balon emas berisi helium itu awalnya beberapa terlepas hingga ke langit-langit karena William sendiri tangannya tidak bisa menenteng kue plus memegang balon ketika hendak duduk (Ps. di antara kami juga tidak ada yang mau membantunya). Jadi kemudian, balon-balon itu dilepaskan semua begitu saja dan kini sedang menyundul langit-langit rumah baru Jaff. Ada 15 buah yang tersebar sekarang.

KAMU SEDANG MEMBACA
Lala Aide
General FictionKatanya, kita selalu tahu jika kita bertemu dengan orang yang tepat. Seperti tidak lagi ada syarat perlu dipenuhi karena kita hanya tahu, dia untuk kita. *** R 17+ | Bahasa Indonesia © ami 2020 Little AU Asaldi, a sosmed au on highlight intsagram sk...