Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
—Aldila Devan
Aku membuka mata saat matahari sudah tinggi terlihat dari sinarnya yang menembus jendela. Mengerjapkan kelopak mata perlahan membiarkan jiwaku utuh kembali setelah tercerai kelana di medan mimpi. Menerka sedang berada di mana karena beberapa minggu terakhir tidurku rasanya nomaden.
Ini rumahku, dan ini kamarku. Aku terlentang di atas kasurku sendiri. Akhirnya bisa kupastikan itu. Meski kemudian merasa sedikit aneh karena sekelebat memori yang kuingat aku tidur dengan ibu semalam. Tak lama kemudian ingatan-ingatan lain memenuhi kepalaku yang membuatku terkesiap.
Dengan cepat aku bangun dan mendudukkan badanku. Ada yang berteriak membuat jantungku berdebar lebih cepat. Yakni benakku sendiri. Kuputuskan untuk bergegas turun dari kasur dan mencari tahu.
Tidak ada siapa-siapa ketika aku keluar dari kamar. Rumah ini terdengar sangat sepi tidak ada suara lain selain dari jam dinding yang berdetik. Kutengok ruang tamu dan ruangan itu juga tidak ditinggali makhluk hidup lain selain tanaman lidah mertua di pojok ruangan.
Ahh... cuma mimpi. Aku menghela napas lega meyakinkan diriku sendiri barangkali benar semalam itu hanyalah mimpi. Sangat aneh karena aku memimpikan pria itu. Iya, semalam aku bermimpi duduk berdua dengan Asa dan meminum matcha apung hangat di ruang makan. Asa bahkan tidur di sini di sofa yang... oh, tunggu sebentar. Mataku menangkap benda lain yang tidak seharusnya ada di sana.
Kakiku mengajakku berjalan mendekat ke arah kursi-kursi dan menemukan selimut ibu yang terlipat rapi di antara bantal-bantal. Darahku kembali berdesir. Ini apa-apaan sih? Apakah aku sedang dikecoh oleh diriku sendiri?
Langkah kakiku cepat membawaku ke dapur. Tidak ada bekas gelas mug di meja memang, tetapi ada dua yang terlihat tengkurap di rak wastafel. Lagi-lagi aku mendekat dan menempelkan tanganku ke dalam mug untuk mengecek apa dua mug yang berjejeran itu masih basah atau sudah kering. Kegiatan yang membuatku terlihat sedikit tolol tetapi aku butuh kepastian. Terkadang alam bawah sadar dan sadarku menciptakan ilusi blur jika aku sedang terlampau stress. Betapa hebatnya aku tidak minum alkohol saja terasa seperti orang mabuk.
Mug itu sudah kering. Tanganku kini beralih mengelus dada untuk meredakan detak jantungku. Meski organ itu mendadak berdegup cepat lagi saat mataku tidak sengaja melihat dua butir marshmallow kotor di atas tempat sampah. Tidak mungkin ibu yang membuangnya. Beliau tidak suka marshmallow. Yang ada juga aku semalam tidak sengaja menjatuhkan saat membuat matcha apung.
Tunggu, Berarti kalau begitu... berarti kalau begitu... benar semalam Asa menembakku???
"Aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaak!" Kali ini tidak kutahan teriakku segera berlari ke kamar dan menjatuhkan diri di kasur. Menciptakan bunyi nyaring dan gedebuk sebagai suara ribut tunggal di rumah ini.
Aku membenamkan wajahku ke bantal. Sekarang Aku ingat semuanya dengan jelas. Yakin kalau ingatan yang ada di kepalaku bukan mimpi. Semalam Asa berkata... Asa berkata kalau ia menyukaiku.