Hari natal telah lewat beberapa hari. Seperti biasa, Jihyo menghabiskan waktunya dengan pekerjaan-pekerjaan yang dijalaninya. Dirinya di dua tahun lalu tidak menyangka akan menjalani kehidupan sendirian seperti ini. Melakukan apapun sendirian dan merayakan natal sendirian tanpa malaikat kecilnya yang kini tak ada di sisinya.
Pagi ini Jihyo bekerja di toko kue. Dia dan beberapa pegawai ditugaskan untuk membereskan dekorasi natal dan musim dingin. Senyuman Jihyo tak henti-henti menghiasi wajahnya yang biasanya memang cerah di saat menatap dekorasi pohon natal yang sedang ia lepas lampu-lampunya. Kenangan saat menunggu suaminya pulang dari bekerja di malam natal membuatnya cukup bahagia. Dulu keluarga kecilnya sangat bahagia, tapi kenapa bisa berakhir seperti ini?
"Nona Song." Sechan mendekat ke arah Jihyo yang sedang memasukkan lampu kecil hiasan pohon natal menoleh ke arahnya. "Kalau sudah selesai, bisakah kau ke dapur untuk memeriksa bahan-bahan yang sudah hampir kadaluarsa?"
"Memangnya bahan yang sudah hampir kadaluarsa itu mau diapakan?" tanya Jihyo. Biasanya dia memilah barang yang sudah hampir kadaluarsa di minimarket, dan barang-barang itu akan berakhir di tempat sampah. Jadi, apakah bahan-bahan di toko kue yang hampir kadaluarsa juga akan dibuang?
"Mungkin akan dibuang." jawab Sechan yang sesuai dengan tebakan Jihyo.
"Ah, daripada dibuang, bagaimana jika aku mengambilnya?"
Sechan mengulum senyum. "Hm... Memangnya mau diapakan?" Kini ia yang balik bertanya.
Jihyo menggaruk tengkuknya dengan canggung. "Kalau boleh mengambilnya, aku ingin memakainya untuk membuat muffin."
"Untuk keluargamu?"
Jihyo terdiam sejenak mendengar pertanyaan Sechan. Mendengarnya tidak membuatnya tersinggung. Memang itu reaksi normal dari orang-orang. "Tidak. Aku hanya ingin berlatih saja. Membuat resep baru, itu pun kalau berhasil." jawabnya tanpa menutupi alasan yang sebenarnya.
"Berlatih? Untuk apa?" Sejenak Sechan tertawa kecil. "Ah, maaf, aku terlalu banyak tanya."
Jihyo menggeleng. "Sebenarnya aku ingin membuka toko kue juga. Sekarang aku bekerja sana-sini untuk mencari modal." jawabnya yang membuat Sechan terperangah.
"Astaga, kenapa tak bilang dari dulu." Sechan pun terdiam sejenak. "Ya sudah, kau boleh mengambilnya. Setelah kau membuatnya, apakah kau bisa membawakannya padaku? Aku ingin mencobanya. Jika rasanya enak, aku akan berbaik hati menjadikannya menu di toko ini."
Jihyo tampak sangat terkejut sampai tak bisa berkata apa-apa.
"Apakah kau keberatan?" Sechan tampak tidak enak dengan ekspresi Jihyo. "Padahal aku akan membeli resepmu jika enak."
Jihyo menggelengkan kepalanya dengan cepat. "Ah, tentu saja aku senang. Terima kasih, Tuan." pekiknya dan membuat beberapa orang di sana menoleh ke arahnya.
Sechan hanya tersenyum melihat Jihyo yang sangat senang karena perbuatannya. Awalnya ia pikir Jihyo hanyalah wanita sombong dan jual mahal saat menolak Jongkook dulu, tapi ternyata ia salah. Jihyo adalah wanita pekerja keras yang ingin memulai bisnisnya dari awal, dan tidak tertarik untuk berkencan bahkan di saat Jongkook yang seorang dokter mengajaknya. Entah kenapa Sechan merasa Jihyo sedang berusaha untuk mengejar kebahagiaan yang ia sendiri tak tahu apa.
Setelah memeriksa bahan-bahan di dapur, Jihyo dapat membawa pulang beberapa bahan yang beberapa hari lagi akan kadaluarsa, seperti tepung terigu, gula halus, dan mentega. Dia pikir itu cukup untuk membuat beberapa muffin yang akan ia makan sendiri dan mungkin akan dia berikan pada orang terdekat seperti Somin Sechan, dan... Ah, Jihyo lupa dia tak punya teman dekat lagi. Dia terpikirkan oleh Jongkook, tapi sepertinya ia tak akan memasukkan namanya ke dalam daftar. Memangnya lelaki itu sudi menerima pemberiannya setelah mengetahui latar belakangnya?
Saat hendak pulang dengan membawa sekardus berisi bahan untuk membuat muffin --rencananya Jihyo ingin pulang untuk menaruh bahan-bahan itu di rumah terlebih dahulu sebelum bekerja di cafe For You--, Jihyo keluar dari toko kue dan di jalan depan toko kue itu ia berpapasan dengan seorang lelaki dan gadis kecil yang pernah ia temui beberapa hari yang lalu.
"Ah, Bibi yang waktu itu..." Kyura menunjuk Jihyo menggunakan jari telunjuknya dan membuat lelaki yang bersamanya menurunkan tangan gadis itu.
"Kyura, tak baik menunjuk orang yang lebih tua seperti itu." tegurnya dengan lembut, lalu pandangannya kini beralih pada Jihyo. "Ah, selamat pagi..." sapanya sembari membungkukkan badannya dengan sopan.
"Ya, selamat pagi." balas Jihyo yang bersusah payah untuk membungkuk karena kardus yang ia pegang. Jihyo pun menunduk dan menatap Kyura, "Selamat pagi, Kyura..." sapa Jihyo dengan lembut.
"Selamat pagi, Bibi." balas Kyura dengan tidak kalah sopan dengan ayahnya.
"Sebenarnya Kyura masih libur sekolah, dan minta dibelikan kue." ucap Kyuhyun yang dijawab anggukan Jihyo.
"Ya, silahkan masuk." Jihyo pun menyingkir dari pintu masuk dan membiarkan ayah dan anak itu masuk.
"Ucapkan salam perpisahan dengan Bibi, Kyura." Kyuhyun kembali mendikte anak gadisnya itu.
Kyura pun menatap Jihyo, lalu tubuh mungilnya membungkuk memberi salam. "Sampai jumpa lagi, Bi." ucapnya dengan suara imut khas anak-anak seusianya.
Jihyo tersenyum gemas mendengar suara itu, "Ya, sampai jumpa lagi, Kyura..."
Di saat gadis kecil yang digandeng ayahnya itu sudah masuk ke toko roti, tatapan Jihyo berubah menjadi nanar. Setiap kali melihat gadis kecil yang masih seusia Kyura membuat hati Jihyo serasa dicabik-cabik. Dia merindukan buah hatinya.
•••
Malamnya, di saat Jihyo sedang bekerja di minimarket, dia lagi-lagi kedatangan tamu yang tak diundang. Jihyo menatap Kangwoo yang berdiri di hadapan meja kasir.
"Kenapa kau bisa mengetahui aku berada di sini? Kau membuntutiku?" tanya Jihyo memperlihatkan raut tak sukanya. Dia benar-benar merasa muak melihat wajah lelaki itu.
"Kenapa kau tak ingin berbicara denganku?" tanya Kangwoo sembari menghela napas frustasi. Tangannya pun mengeluarkan amplop yang sudah Jihyo ketahui apa isinya. "Setidaknya terima uang ini. Anggap sebagai uang tunjanganmu dan berhenti bekerja sekeras ini."
Jihyo tertawa sinis. "Kau baru saja menyombongkan harta kekayaanmu?" Dia pun membuang tatapannya dari Kangwoo, serasa tak sudi menatap lelaki itu lama-lama. "Kau tahu sendiri kenapa aku hidup seperti ini adalah karenamu."
"Aku sudah meminta maaf, maka dari itu aku juga ingin menghapus rasa bersalah ini." Nada bicara Kangwoo masih sama, lembut dan terdengar seperti benar-benar mengkhawatirkan Jihyo.
"Sederhana sekali." Jihyo pun menundukkan kepalanya sejenak, lalu menghela napas dan menatap Kangwoo. "Kau bisa menghapus rasa bersalahmu dengan memberiku uang, tapi bagaimana dengan rasa bersalahku saat kehilangan Jihyun? Apakah itu bisa hilang juga kalau kau memberiku uang tunjangan?"
Kangwoo pun bungkam mendengar suara Jihyo yang kini mulai terdengar serak seolah akan menangis sebentar lagi.
"Aku tak akan bisa memaafkanmu, jadi aku tak suka jika harus menemuimu dengan alasan kau harus memberiku uang tunjangan perceraian." Jihyo kini meneteskan air matanya. Dadanya terasa sesak saat mengingat kejadian dua tahun lalu, dimana dia kehilangan malaikat kecilnya. "Hiduplah bersama kekayaan yang kau cari itu. Kekayaan yang kau cari sampai melupakan ada istri dan anakmu di rumah yang sedang menunggumu pulang."
•••
choco-salt, 2020
KAMU SEDANG MEMBACA
Blind Date || KJK x SJH
Fanfiction[Kim Jong Kook - Song Ji Hyo Fanfiction #5] Jongkook menemukan perempuan yang sesuai dengan tipe idealnya. Temannya mempertemukannya dengan perempuan itu dalam suatu kencan buta, tapi perempuan itu tak datang. Setelah pertemuan itu gagal, tak disang...