Maaf setelah kupikir-pikir lagi, sepertinya aku tak bisa kembali bersama denganmu lagi. -Song Jihyo.
Kangwoo yang baru saja mengambil posisi duduk di kursi penumpang mobilnya terpaku saat membaca pesan Jihyo. Mobilnya sudah berjalan menuju bandara, namun matanya masih belum terlepas dari layar ponselnya. Helaan napas kasar terdengar darinya, dan membuat Sekretaris Lee yang saat ini berkemudi menatap kaca spion depan, melihat keadaan bosnya yang terlihat tidak baik itu.
"Apakah anda kelupaan sesuatu?" tanya Sekretaris Lee.
Kangwoo pun menyimpan ponselnya dalam saku jas, "Sebelum kita ke bandara, aku ingin kita singgah ke suatu tempat terlebih dahulu."
•••
"Sepertinya aku menyukaimu, Kim Jongkook-ssi."
Jongkook mengerjapkan matanya saat mendengar kalimat yang diucapkan Jihyo. Bahkan dia menggosok telinganya, mengira dirinya salah dengar. "Bisakah kau mengulangnya?" tanyanya yang ingin lebih memastikan kalimat yang didengarnya tidak salah.
Jihyo mencebikkan bibirnya. Dia enggan mengucapkan kalimat itu untuk yang kedua kalinya. "Pendengaranmu tak salah. Aku benar-benar mengatakan sesuatu yang kau dengar tadi." jelas Jihyo yang lebih ingin menggunakan kalimat yang panjang dibandingkan mengulang satu kalimat pengakuannya.
"Jadi, itu jawaban atas pertanyaanku?" tanya Jongkook lagi.
Kepala Jihyo mengangguk. "Maaf baru mengatakannya sekarang. Kalau saja aku tahu akan menyukaimu pada akhirnya, aku tak akan menghindari dan menggantung perasaanmu." Kini senyum Jihyo tersungging. Jika dipikir lagi, ini pertama kalinya Jihyo terlihat sangat senang di hadapan Jongkook.
Tapi, suasana itu dihancurkan oleh Jongkook yang tampak tertawa kecil.
Senyum Jihyo memudar. Kini tatapan serius mengarah pada lelaki yang ada di hadapannya itu, "Apakah ada yang lucu?"
Jongkook pun tersenyum, "Tidak apa-apa. Hanya saja aku kira kau akan menjawab pertanyaanku tentang pergi bersamaku ke pesta pertunangan Eunhye nanti."
"Jadi, kau datang untuk mendengar itu?" Jihyo membelalakkan matanya. Dirinya sangat terkejut. Jika diingat-ingat lagi, sepertinya ia memang berjanji akan menjawab ajakan Jongkook hari ini. Dan... konteksnya sudah jelas bukan mempertanyakan bagaimana perasaan Jihyo pada Jongkook.
Jihyo meringis. Wanita itu segera menutup pintunya, namun kaki Jongkook dengan cepat menahan pintu itu sebelum tertutup rapat. Jihyo benar-benar malu, entah sudah berapa kali dirinya harus menahan rasa malu di hadapan Jongkook.
"Hei, dengar aku dulu..." Jongkook terkekeh. Sebenarnya dia juga tak ingin merusak suasana saat Jihyo sudah berani menyatakan perasaannya, hanya saja ia suka dengan ekspresi malu Jihyo yang terlihat sangat menggemaskan di matanya.
Jongkook pun menggenggam kenop pintu dan membukanya perlahan agar bisa menatap wajah Jihyo.
Saat bisa melihat wajah Jihyo yang saat ini merahnya seperti kepiting rebus, Jongkook pun tersenyum lembut. "Sebenarnya aku lebih ingin mendengar kalimat yang tadi dibanding jawaban atas pertanyaanku kemarin."
Tangan Jongkook mendarat di puncak kepala Jihyo dengan perlahan. Dengan penuh keraguan, dia mengusap pelan kepala wanita itu, berharap Jihyo tak marah dengan perlakuannya itu.
"Terimakasih sudah jujur padaku."
•••
Kangwoo menggenggam sebuket bunga lili yang barusan ia beli saat singgah di toko bunga tadi. Matanya menatap kompleks pemakaman yang begitu luas dengan rumput hijau yang menyegarkan mata. Tangannya semakin menggenggam erat buket bunga itu. Rasanya ia enggan mengunjungi makam putrinya.
Setelah Jihyun dimakamkan, Kangwoo tak pernah lagi menginjakkan kakinya di tempat ini. Rasa bersalahnya begitu besar sehingga menahan dirinya untuk mengunjungi makam anak satu-satunya itu. Bagaimana tidak? Jika saja Kangwoo tak egois memikirkan pekerjaannya, mungkin Jihyun bisa selamat.
Sekretaris Lee yang sudah cukup lama menjadi bawahan Kangwoo tampak menatap iba. Dia sendiri tahu bagaimana hancurnya Kangwoo saat itu, apalagi saat Jihyo pergi meninggalkannya.
Akhirnya, Kangwoo berani melangkahkan dirinya masuk ke dalam kompleks pemakaman itu. Hingga langkah kakinya membawa dirinya pada batu nisan yang bertuliskan 'Choi Jihyun'.
Melihat nama yang tertulis di sana masih membuat hati Kangwoo seperti tercabik-cabik. Ingatan saat ia dan Jihyo sangat bahagia anaknya baru lahir kembali terngiang. Sangat bahagia seolah mereka memiliki seluruh dunia. Bahkan setelah diberi kebahagiaan seperti itu, Kangwoo masih merasa egois ingin meraih kesuksesan yang besar hingga mengabaikan istri dan anaknya. Padahal kesuksesan itu tak berarti lagi karena kini ia hanya merasa kesepian.
Kangwoo pun meletakkan buket bunga lili itu di makam Jihyun, lalu berjongkok dengan satu lutut sebagai tumpuan. Matanya menatap makam Jihyun sembari tersenyum miris, "Maaf ayah baru datang sekarang, putriku."
"Jihyun-ku, maaf karena tak membiarkanmu hidup lebih lama. Seharusnya ayah menghabiskan waktu lebih lama denganmu. Sekarang ayah bahkan merasa sedih karena tak memiliki banyak kenangan yang bisa ayah kenang saat merindukanmu." Kangwoo menelan ludahnya, berusaha mengeluarkan semua yang tersimpan di lubuk hatinya. "Ayah harap di kehidupan selanjutnya, Jihyun bisa memiliki ayah yang lebih baik."
"Hari ini, ayah akan pergi cukup jauh dan tak bisa mengunjungimu dalam waktu dekat. Jadi, ayah ingin pamit." Kangwoo menghela napas mengusap wajahnya dengan frustasi. "Hari ini, ayah juga harus melepas ibumu. Sama seperti dirimu yang lebih pantas mendapatkan ayah yang lebih baik, ibumu juga lebih pantas mendapatkan lelaki yang lebih baik dari ayah."
Kangwoo pun tersenyum, "Ayah juga berjanji akan berbahagia, tapi nanti saja. Ayah lebih suka jika ibumu bisa berbahagia terlebih dahulu."
Kangwoo melangkah pergi dari tempat itu. Akhirnya hari dimana ia benar-benar harus merelakan mantan istrinya pun tiba. Rasanya ia juga ingin berpamitan pada Jihyo, tapi sepertinya hal itu bukan hal yang tepat untuk dilakukannya. Mungkin Jihyo lebih senang jika tak melihatnya lagi.
•••
choco-salt, 2020
KAMU SEDANG MEMBACA
Blind Date || KJK x SJH
Fanfic[Kim Jong Kook - Song Ji Hyo Fanfiction #5] Jongkook menemukan perempuan yang sesuai dengan tipe idealnya. Temannya mempertemukannya dengan perempuan itu dalam suatu kencan buta, tapi perempuan itu tak datang. Setelah pertemuan itu gagal, tak disang...