Prolog

53.7K 2.9K 78
                                    

"Ceritakan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Ceritakan... sesuatu."

Gadis itu mengerjap dan terdiam selama beberapa waktu. Ia mulai mendongak, menatap langit gelap di luar yang menumpahkan rintik deras hujan, begitu deras hingga ia seakan melihat tirai putih yang sesekali bergelombang tertiup angin, lalu pecah oleh pertemuannya dengan aspal jalanan. Hujan yang bising namun indah. Jenis hujan yang ia sukai. Ia menyebutnya... hujan peri.

"Ibu saya suka cerita dongeng waktu saya kecil. Mau dengar?"

Setelah anggukan pelan dari Levant, ia kemudian melanjutkan. "Ini sebenarnya adalah dongeng rahasia yang saya ceritakan hanya pada dua orang. Kamu, dan... kepala mumi."

Seketika, Levant mengangkat wajahnya demi menatap gadis itu. Hafa masih mendongak memandangi langit dan hujan, tidak menyadari kelereng tajam Levant yang menatapnya tidak percaya. Gadis itu terus saja bicara.

"Pada zaman dulu, ada seorang penebang kayu sedang dalam perjalanan ke rumahnya di ujung desa."

Deg. Ada satu bagian familiar dari cerita itu.

"Ia kelelahan dan sangat lapar setelah bekerja dari pagi sampai siang itu. Tapi, ketika dia keluar dari hutan, dia melihat ke langit dan nggak bisa menemukan terik matahari. Saat itu awan mendung yang hitam menutupi seluruh langit disertai angin yang dingin. Si penebang kayu berteduh di bawah sebuah pohon besar selama berjam-jam dengan sangat sedih. Sebab, dia nggak bisa pulang untuk istirahat dan mengisi perut. Lalu, ia berdoa kepada hujan. Ia berkata bahwa ia rela hujan itu menghalanginya, namun sebagai imbalan, ia meminta kebahagiaan. Ia ingin melihat cahaya kembali dan pulang dengan perasaan senang."

Rasa sakit itu menderanya. Berkali lipat. Levant mencengkeram pinggiran bangku halte keras-keras.

"Dan peri hujan mendengarnya."

Inilah titiknya. Selama sedetik, Levant merasakan jantungnya berhenti berdetak. Sayangnya, rasa sakit tidak pernah mau berkompromi, ia merasa sangat parah sampai pandangannya mengabur. Cukup. Ia ingin ini berhenti.

"Peri hujan lalu menemui si penebang kayu dan berkata 'saya akan memberikan tujuh cahaya padamu yang akan membuatmu bahagia dan menuntunmu pulang'. Si penebang kayu mengangguk senang. Ia diperintahkan menatap langit, dan-"

Levant melambaikan telapak tangannya, membuat gadis itu kembali menutup rapat mulutnya. Cukup. Ia tidak ingin mendengar lebih banyak. Ia menatap gadis itu, sorot matanya begitu tajam dan penuh kebencian. Ia marah. Tidak, ia sangat marah.

"Pergi."

"... Y-ya? Tapi-"

"KUBILANG PERGI!!!"

Hafa tesentak, otomatis mundur beberapa inchi dari tempatnya duduk semula. Iahampir tidak berani menatap pria itu, tetapi kebingungan mengharuskannya. Benar-benar tidak bisa dimengerti kenapa pria yang beberapa waktu lalu mencegahnya pergi sementara hujan sedang turun sekarang tiba-tiba mengusirnya? Apa yang sudah ia lakukan sampai membuat pria yang sampai kini tidak ia ketahui namanya itu marah besar?

"S-saya...," ia tergagap. Levant diam saja, ia menunduk dalam-dalam, menyembunyikan sakit tak tertahankan dalam dirinya. Sakit yang sedikit banyak diakibatkan oleh keberadaan gadis itu, dan fakta yang ia bawa.

Seolah mengerti bahwa Levant tidak ingin mendengarnya, Hafa beringsut berdiri, berbalik, dan pelan-pelan berjalan menembus hujan. Melupakan rencananya untuk menunggu bus, melupakan rasa dingin yang tiba-tiba menyergapnya Ia juga ingin... melupakan bahwa ia pernah bertemu pria aneh dan brengsek itu. Ia menangis diam-diam. Tidak tahu kenapa, tetapi tatapan Pak Payung... rasanya menyakitkan sekali.

Sementara Levant berkutat sendiri melawan kesakitannya. Pertama, rasa sakit di kepalanya. Kedua... pada jantungnya, pada tempat dimana hatinya berada, pada suatu area yang orang sebut perasaan.

Peri hujan itu... diakah? Peri hujan yang selama ini mati-matian berusaha ia temukan, ternyata adalah orang yang paling mudah ia jangkau, orang yang berkali-kali dipertemukan oleh takdir dengannya. Tapi bagaimana bisa? Saat ia sudah sudah putus asa, sudah menyerahkan hidupnya, sudah tidak punya waktu yang tersisa, ia baru menyadarinya?

Apakah Peri Hujan sedang menertawakan doanya selama ini?

.

.

.

Watch the trailer here.

Publish setiap hari.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
The Tale of Rain [RE-POST]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang