Kepingan 20 - Keputusan

36 3 31
                                        

Kayaknya author sering bandel yah, jarang update mulu, maaf yah😭😭

.
.
.

Harus berpikir berapa kali lagi untuk menentukan keputusan?

Harus berpikir berapa kali lagi untuk menentukan keputusan?

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kastil Bran.
WONHO dengan perasaaan yang kalut segera membanting pintu ruangan Dohwan, matanya menatap tajam ke arah pria yang sedang duduk di kursi tahta nya itu. Ia membanting sebuah fhoto ke hadapan Dohwan, sang raja kastil bran mengernyitkan dahinya menatap Wonho bingung.

“Aku tidak tau kau mengenal mereka atau tidak. Keluarga yang hancur karena ulah ceroboh tuan Dohwan. Pria tidak bersalah yang mati oleh tanganmu sendiri dan juga wanita yang menjadi gila karena kejadian yang menimpa sang pria. Serta anak mereka yang ingin balas dendam rela mengubah dirinya menjadi vampir.” sinis Wonho, netranya menatap lurus pada mata Dohwan yang sedikitpun tidak menampilkan ekpresi terkejut atau marah. Hal itu membuat Wonho mengepalkan tangannya.

“Shin Hoseok, anak dari Shin Junghoon dan Gain. Pria pemberani yang datang ke sarang musuhnya sendiri. Aku tidak bodoh untuk mengetahui identitas terkait manusia yang menjalani reformasi di kawasan ku. Bahkan sudah terlalu lama aku menunggumu untuk datang ke hadapanku langsung.” kekeh Dohwan beranjak dari duduknya, ia berdiri di samping Wonho seraya menyodorkan pisau perak kecil ke arah Wonho.

“Tatapan membunuh yang kau lontarkan padaku cukup membuktikan jika perbuatanku dulu sungguh tidak bisa dimaafkan. Padahal aku mencintai kaum manusia.” ucap Dohwan mengejutkan Wonho yang masih menatap ke arah pisau.

“Mungkin maksudmu mencintai darah mereka, tidak mungkin vampir keji seperti kalian mampu mencintai manusia yang jelas-jelas merupakan sumber nutrisi kalian. Aku tak habis pikir alasan kau menyodorkan sebuah pisau yang bisa aku pakai untuk membunuhmu. Ucapan maaf yang aku harapkan terucap dari mulutmu bahkan tidak aku dengar.” kesal Wonho yang meraih pisau dari tangan Dohwan, dengan secepat kilat berdiri di belakang Dohwan, mengarahkan ujung runcingnya pada leher vampir itu.

“Seharusnya kau meletakkan pisau ini pada jantungku sekalian, menancapkannya di leher hanya menyiksa tubuh vampir tanpa membunuhnya sekaligus. Padahal kau juga tau vampir dapat menyembuhkan lukanya sendiri,” ujar Dohwan seraya mengambil alih pisau dan tanpa diduga menancapkan sedikit ujung pisau ke arah jantungnya sendiri.

Suara nyaring pisau yang beradu dengan lantai tidak membuat Wonho mengalihkan pandangannya dari Dohwan. Ia duduk di sofa tanpa ada niatan mengambil pisau itu kembali. Dohwan tersenyum tipis dan memutuskan duduk di hadapan Wonho. Tidak ada percakapan di antara mereka, Wonho beranjak dari duduknya seraya membungkukkan badannya.

Sebelum ia benar-benar keluar Wonho menengokkan kepalanya ke belakang, “Nanti di waktu selanjutnya kau akan terbunuh begitu saja di tanganku. Kuharap tidak ada sodoran seperti itu lagi.”

🔥🔥🔥

Dengan perasaan kesal Wonho berlalu dari sana, menghentakkan kakinya di sepanjang lorong istana. Melakukan teleportasi menuju corvin kastil ia langsung masuk keruangan khusus yang dulu ia pakai saat menjalani reformasi. Menatap sekeliling ruangan yang sama sekali tidak ada perubahan, masih di dominasi dengan cat gelap. Meja yang di letakkan di tengah ruangan masih sama yang berbeda hanya mangkuk kosong tanpa darah.

Langkahnya ia bawa ke tengah ruangan, kakinya bergetar seketika badannya ambruk di depan meja. Tanpa diduga airmata yang sudah menganak di pelupuk matanya mengalir tanpa ia duga. Tangisan yang selalu ia simpan sendirian saat mengingat masa bahagia bersama orangtuanya. Wonho terlihat lemah dengan keadaan lutut yang ditekuk menutupi kepalanya. Tangisan yang ia redam seolah menyembunyikannya dari orang lain.

Pintu itu terbuka menampilkan sosok Moonbin dan Hyungwon. Menghampiri Wonho seraya menepuk bahunya dengan keras. Tapi nihil Wonho sama sekali tidak mengangkat kepalanya, suara sesegukan masih terdengar. Terdengar miris dan menyakitkan, keduanya menatap satu sama lain dan mengangkat bahu tidak tau harus melakukan apa. Baik Moonbin dan Hyungwon hanya duduk di sebelahnya berharap hati Wonho membaik.

“Orangtua ku bahkan dibunuh oleh pihak Helssing, mereka dengan kejamnya menancapkan pedang yang langsung menembus tubuh mereka. Aku yang saat itu tidak bisa melakukan apapun hanya terbaring lemah di tanah, tapi tuan Dohwan menolongku. Ia mengajakku untuk menjadi bagian dari keluarganya,” tutur Moonbin yang entah kenapa menceritakan kejadian miris yang membuat ia kehilangan kedua orangtuanya.

“Semua orang memiliki alasan untuk membenci bahkan manusia yang menjalani reformasi memiliki alasan tersendiri kenapa mereka mengubah diri menjadi abadi. Aku tidak tau jenis emosi manusia, menjalani hidup sebagai vampir membuatku kurang memahami perasaan yang kalian keluarkan. Aku tidak akan membencimu atau lebih parahnya membunuhmu karena memiliki rencana memusnahkan pemimpin kami, kau pasti memiliki tekad untuk melakukannya.” Hyungwon mengakhiri ucapannya, tubuhnya ia baringkan di lantai mulai memejamkan mata.

“Yang ku tau rasa ingin memiliki itu muncul saat aku melihat Minah pertama kali, tapi sebenarnya hati ku berdenyut nyeri dimana memergoki Minah menangis sendirian di taman kaca. Dan sepertinya manusia menjabarkan perasaan sedihnya dengan menangis.” lanjut Hyungwon, ia tidak sedikitpun beranjak dari posisi, matanya pun masih terpejam.

Wonho perlahan mengangkat kepalanya, mengusap sisa airmata, “Ini tangisan ketiga dalam hidupku.”

Moonbin terkekeh pelan, memukul bahu Wonho dengan keras sehingga pria itu oleng ke samping. “Menangis bukan berarti lemah… itu hal yang wajar. Jika menangis membuatmu lebih tenang lakukanlah. Pria juga butuh menangis!” tukas Moonbin yang membuat Hyungwon tertawa menggelegar merasa konyol atas ucapan temannya.

🔥🔥🔥

Hyeri dengan seriusnya masih terpaku pada kertas yang ia bawa. Aktivitas yang terus berulang setiap harinya tidak membuat Hyeri lari dari tanggungjawab. Entah kenapa belakangan ini ia sama sekali tidak fokus dan terus berpikir cara untuk berbaikan dengan Sanha. Padahal dulu mereka sering bermain bersama bahkan berburu darah bersama. Kenangan yang mereka habiskan seolah hilang karena kesalahpahaman diantara keduanya menyebabkan Hyeri sangat membenci Sanha.

“Jika lelah, seharusnya kau istirahat. Tidak baik memaksakan diri.” ujar Hyungwon seraya menyodorkan kemasan darah pada Hyeri. Pria itu meminum bagiannya dengan nikmat tanpa mempedulikan tatapan Hyeri yang terarah padanya.

Menyimpan kemasan itu pada meja, Hyeri masih membolak-balikkan kertas yang ia pegang. “Kau hanya mengangguku, pergilah cari teman bicaramu yang lain.” jawab Hyeri tanpa melihat Hyungwon.

“Sudah baik membawakanmu darah, setidaknya minum kemasan ini daripada kau kehilangan nutrisi!” teriak Hyungwon yang segera menyusul langkah Hyeri yang sudah berlalu dari hadapannya ke arah ruang utama corvin kastil.

“Aku akan membantumu berbaikan dengan Sanha. Sepertinya malam ini kita harus langsung pergi ke Seoul.”

--bersambung-

Yaa, sampai disini dulu, nantikan sabtu depan ya, stay tune terus. Jangan lupa komen dan vote. Terima kasih💛

 Terima kasih💛

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Dream [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang