Keinginan, cinta, dan balas dendam menjelma menjadi satu kesatuan yang tak dapat dipisahkan takdir.
Banyak media sosial membahas tentang vampir, mereka beranggapan bahwa vampir adalah makhluk yang haus darah dan membunuh banyak korban.
Ban...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Satu Minggu Kemudian. Bodiam Kastil. MENTARI sudah berganti menjadi rembulan, angin malam yang berembus ke sela jendela tidak membuat Sinb mengalihkan perhatiannya dari kertas yang bertumpuk di depannya. Ia tengah terduduk di kursi sembari membaca berkas tentang obat ziven yang dikirim Hyunbin lima hari yang lalu. Otaknya masih memikirkan kandungan zat apa yang kurang dan hasil apa yang bisa ditimbulkan dari obat ziven ini. Apa ia mampu mengusir jaringan vampir? Atau malah obat ini sama sekali tidak berefek pada pemakainya.
Jujur saja, penelitiaan yang dilakukan Hyunbin nyaris sempurna, Sinb bahkan tidak pernah berpikir untuk membuat obat ini. Fokusnya hanya membuat senjata praktis yang dapat dibawa kemana – mana dan terus menerus mengembangkan senjata jitu tanpa sedikitpun memikirkan penawar obat bagi vampir untuk kembali menjadi manusia normal. Dengan bantuan gambaran dari Paman Hyunbin, Sinb harus bisa mengembangkan obat ziven dan memperbanyaknya. Menyembuhkan semua manusia yang berubah untuk kembali normal, yah walaupun itu terdengar mustahil karena mereka menjalani reformasi dengan dorongan tersendiri.
“Apakah akan berhasil?” tanya Eunha yang dari tadi menyaksikan Sinb yang serius bergelut dengan kertas. Kacamata yang dipakai Sinb sudah melorot dan dengan kesal wanita itu menyimpannya di laci meja. Desisan kesal yang dikeluarkan Sinb mampu mengusir fokus Eunha pada buku yang tengah dibacanya itu.
“Aku harap ini akan sukses,” tukas Sinb. Ia melakukan peregangan leher dan tangan. Sendinya kaku dan ia tidak bisa menahannya lebih lama lagi. Meraih gelas yang berisi kopi, Sinb menghirup aroma kopi dan tersenyum senang.
“Semoga obat ini bisa berkembang dan kita bisa membuat Minah eonni tersenyum kembali,” tutur Eunha. Ia menutup buku catatannya dan menghampiri Sinb lalu memijit bahu temannya itu dengan lembut.
Di lain tempat. Ruang Utama. Pemanas ruangan sudah dinyalakan tapi entah kenapa ruangan ini masih terasa dingin, keheningan yang tercipta sejak kedatangan klan vampir, mereka belum mengeluarkan sepatah kata apapun tapi mata mereka mengedar seolah memindai bahaya. Kepulan asap dari teh hangat yang disajikan di meja masih menguap, aromanya menguar harum. Hyojoo melirik sekilas pemimpin vampir di depannya yang masih menatap sekeliling ruang utama dengan matanya.
Dohwan belum memulai percakapan, pikirannya masih berkecamuk tentang hal apa yang bisa memulai diskusinya kali ini. Wah! Ada 7 orang anggota helssing yang setia berdiri di sudut ruangan, netra mereka terus saja menatap ke arahnya atau beralih pada klan vampir lainnya. Suasana ini secara tak sadar membuat Dohwan kurang nyaman, ia tau mereka disuruh untuk mengawasi gerak-gerik Dohwan jikalau membahayakan putri bangsawan.
“Ehem!” Dohwan menatap lurus ke arah Hyojoo, kakinya sudah ia silangkan. Masa bodoh dengan sopan santun, keadaan ini berkali lipat lebih canggung. “Apa bisa kita mulai diskusi ini?”
“Saya menunggu hal itu terlontar dari pihak Anda terlebih dahulu sekalian Saya ingin tau maksud dari kunjungan Anda yang rela mengambil resiko demi datang ke markas pemburu vampir,” ujar Hyojoo berusaha tenang padahal dari tadi tangannya mengepal erat memegang rok dress yang ia pakai.