"Uweslah jujur wae, kowe ono hubungan opo karo Mas Lucky? Aku janji ndak bakal cerita ke siapa-siapa wes! "
Zuhry hanya menghela napas panjang menatap Saira yang duduk-duduk santai di atas matic-nya. Hari sudah menjelang malam. Tapi Saira masih ngotot menunggunya selesai COD hijab. Sekarang mereka duduk di pinggiran mini market menunggu customer terakhir.
"Ya Allah, Ir, kamu udah tanya itu ratusan kali, lho. Dibilang nggak ada apa-apa juga. Lucky itu temannya temanku. Aku cuma kenal dia sebatas itu."
"Temannya temanku?" goda Saira lagi. "Seru deh, kalau dibikin FTV."
"Memangnya hidupku sinetron?" Zuhry meringis geli, mengalihkan tatapannya pada paperbag kecil di tangan. Lalu menatap langit senja di atasnya. "Oh ya, Ir, udah mau maghrib, kamu pulang dulu aja. Ini tinggal satu, kok. Nanti aku cari angkot pulangnya."
"Ndak mau, ah. Aku tungguin kamu selesai COD." Saira masih tertawa menggoda. "Daripada nanti aku diancem Mas Lucky lagi kayak tadi," suaranya pura-pura menirukan Lucky. "Heh, Ira! Lihat aja gue bakal laporin lo ke Pak Radjasa! Siap-siap dipecat!"
Zuhry kembali meringis. "Ya Allah, Ir. Itu berlebihan."
Saira masih melanjutkan. "Siang-siang dia ngancem aku lagi di chat WA. Heh, Ira! Bilang ke Zuhry! Jangan lupa makan roti gue tadi! Kalau lo nggak bilang, lo beneran bakal dipecat dari TK!"
Muka Zuhry berubah malas. "Kayaknya kamu yang lebih cocok main FTV-nya, Ir."
Tapi Saira masih menyebalkan. Terus menirukan suara Lucky. "Zuhry, makan roti gue! Makan roti gue, Zuhry!" Kemudian senyumnya sok manis. "Tuh, Zy, aku udah ingetin ya! Makan rotinya Mas Lucky, jangan sampe lupa, oke?! Nanti aku yang diamuk kalau kamu lupa makan rotinya!"
"Tadi aku udah makan rotinya Lucky, kok." Zuhry memaksakan senyum kecut. "Terus kenapa, Ir?"
Saira langsung nyengir. "Adoh, ya tanya sendiri, dong, ke Mas Lucky! Tanya gini! Habis dimakan rotinya diapain, Mas? Kalau aku, yo, ndak tahu. Aku, kan, cuma nyampaikan perintahnya tadi."
Setelah COD terakhir selesai, mereka mampir sebentar ke mushola. Kemudian barulah Saira mengantarnya pulang menuju Kampung Jambu.
"Maaf ya, Ir, aku jadi repotin kamu hari ini."
"Ndak apa-apa, Zy. Lagian tadi kita emang rapat di kantor pusat sampe sore, to? Hihi. Aku seneng, kok, sekalian temani kamu COD." Saira kembali menggas matic merahnya. "Ya udah, aku balik duluan, yo? Kapan-kapan aku mampir rumahmu. Soalnya ini aku keburu nonton drakor The World of Married yang lagi panas di TV itu, lho. Ranti udah nonton di warnet. Aku ndak mau kalah pokoknya. Sekalian belajar tentang dunia nikah besok, Zy. Biar tahu dosa dan dampak para pelakor. Yowes, yo? Assalamualaikum."
Zuhry tersenyum. "Iya, waalaikumsalam, Ir. Hati-hati."
Suasana rumah selalu hening di malam hari ketika Zuhry membuka pintu. Tentu karena keluarga mereka tidak memiliki anak kecil yang menyemarakkan rumah. Lebih lagi, anggota keluarganya yang kadang sibuk. Ammar akan pulang larut karena kesibukannya sebagai dosen di swasta, Ali belakangan ini menjadi ketua panitia acara di masjid, sementara Hanna akan sibuk menjahit.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lucky to Have Zuhry
Romance[Dear, Zuhry] Di ketinggian 1803 mdpl, di atas Puncak Kencana ini, gue meminta lo untuk menjadi Bidadari Surga gue. Ya atau Tidak? Gue tunggu jawabannya. [From, Lucky] ___ Kehidupan Lucky Anggara (Lucky) yang penuh kesombongan dan kekuasaan berubah...