Zuhry melangkah menuju dapur. Sehabis pulang dan mandi, perutnya keroncongan lagi. Aktivitasnya yang bertambah semenjak mengajar di TK membuatnya mudah lelah. Matanya melirik sekilas Hanna yang menyusul, lalu kembali sibuk menuangkan nasi ke piring.
"Mbak, aku makan, ya?"
Hanna mengangguk. "Ambil aja. Ini emang buat kamu, kok. Lauknya masih banyak," katanya mendekatkan piring ayam goreng dan oseng kangkung ke arah Zuhry. "Sejak ngajar di TK pulangnya sore terus, sih. Betah banget udahan kerja di sana?"
Zuhry tersenyum mengangguk. "Alhamdulillah, iya, Mbak. Aku senang ngajar di sana."
"Oh, ya, novel kamu yang dari cuci gudang itu mana, Zy? Mbak pinjem dong mau baca juga."
"Duh, di mana, ya, Mbak?" Zuhry meringis bingung berusaha mengingat-ingat. Sampai dia sadar sesuatu, "Ah, iya, dipinjam Lucky!" gumamnya pada diri sendiri.
"Lucky? Siapa itu?" Hanna mengernyit mendengar nama asing di telinganya. "Laki-laki, ya? Mbak nggak pernah denger. Rekan kerja di TK atau apa? Bukannya guru di TK-mu itu cewek-cewek, ya?"
Zuhry langsung menyesali ucapannya. "Bukan siapa-siapa, Mbak."
Hanna menghela napas panjang. "Abah nggak suka kamu berteman dengan laki-laki. Kamu inget, kan?"
Zuhry terdiam.
"Sejak bergaul dengan Yumna, temanmu jadi banyak, Zy. Tapi maaf ya. Bukannya Mbak mau gimana--" suara Hanna melirih, "Temannya Yumna itu banyak banget yang cowok, yang mirip geng-geng preman itu juga ada, kan? Abah benci banget sama mereka. Mbak juga nggak suka. Tiap lihat mereka main di rumah Kahfi, astagfirullah, rusuhnya kayak pasar. Apa nggak diajari sopan santun dan tata krama? Kamu kalau temenan sama Yumna hati-hati, ya. Jangan terlalu bergaul sama temannya yang lain. Harus pilih-pilih."
Zuhry memaksakan senyum kaku. "Iya, Mbak."
Hanna tersenyum lega. "Omong-omong soal Yumna. Tadi dia nyari kamu. Katanya Bika pulang dari Singapura. Besok kamu diajak ketemu di Kayu Manis. Mau bagi oleh-oleh katanya."
"Oh, iya. Biar nanti aku hubungi Bika langsung."
"Mbak seneng sebenernya kamu temenan sama Yumna. Cuma ya itu tadi. Latar aslinya itu, lho."
"Iya, aku tahu, kok, Mbak."
"Terus itu masalah Yanuar gimana? Kamu harus segera memutuskan mau dibawa kemana hubungan itu. Abah udah mulai ngambek. Kamu tahu sendiri, kan, gimana wataknya Abah?"
Tanpa sadar Zuhry menjatuhkan sendok di tangannya. Menimbulkan suara gemerincing yang kuat. Matanya menatap Hanna penuh penolakan. "Mbak, kenapa harus bahas itu lagi?"
"Ya, gimana, Yanuar itu serius sama kamu. Maunya cepet. Tapi, kamunya lambat. Nggak jelas lagi. Emang apa, sih, kurangnya Yanuar? Kaya, ganteng, pekerjaan mapan, dan yang paling penting masuk kategorinya Abah."
KAMU SEDANG MEMBACA
Lucky to Have Zuhry
Romansa[Dear, Zuhry] Di ketinggian 1803 mdpl, di atas Puncak Kencana ini, gue meminta lo untuk menjadi Bidadari Surga gue. Ya atau Tidak? Gue tunggu jawabannya. [From, Lucky] ___ Kehidupan Lucky Anggara (Lucky) yang penuh kesombongan dan kekuasaan berubah...