[1] Masa Kelam Itu, Gue Ingin Melupakannya

10.1K 1.3K 184
                                    

"Selamat, ya, Naufal Novianto! Kamu saya acc!"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Selamat, ya, Naufal Novianto! Kamu saya acc!"

Nano melirik Lucky di belakangnya. Menahan tangis haru, lalu menggebrak meja saking histerisnya. "Se-Serius, Pak?! Skripsi saya?! Acc?!"

"Yap, benar!"

"Alhamdulillah, Bapak! Terima kasih, Bapak! Ya Allah, Bapak baik sekali!" Nano bahkan hampir bersujud di kaki Ahmad, saat tiba-tiba dosen tersebut menarik Nano bangkit, memaksanya kembali berdiri. "Sudah! Sudah! Bangun! Silahkan langsung direvisi bagian terakhir yang saya tandai tadi! Baru diajukan untuk sidang, oke?"

Nano masih tersedu-sedu menjerit di lantai. Bahkan memeluk kaki Ahmad. "Alhamdulillah, Bapak! Alhamdulillah! Semoga Allah senantiasa memberikan banyak rezeki untuk Pak Ahmad sekeluarga!"

"Ya, ya, terima kasih, Naufal! Selamat, ya!"

Lucky meringis dari belakang saat mendengar jeritan heboh sekaligus bahagia dari Nano saat Ahmad menandatangani tumpukan kertas yang dibawanya itu. Diam-diam jantungnya berdegup kencang. Keringat dingin mulai membanjiri kemeja yang dipakainya. Mulutnya terasa kelu dan kering. Rasanya menyesakkan. Sulit bernapas di antara pasokan udara di sekelilingnya. Suasana ruangan berukuran 4x4 ini sangatlah dingin. Tapi entah mengapa, bagi Lucky sangat panas rasanya. Bahkan untuk mengambil napas selanjutnya dia kesulitan.

Kemudian Nano kembali dari meja di hadapannya. Tentunya dengan seulas senyum bahagianya. "Boss, lihat! Gue udah acc! Akhirnya gue nyusul Marko, Rendy, sama Jeno, Boss! Gue yakin, setelah ini giliran lo juga bakal acc!" teriaknya penuh semangat, memainkan tumpukan print kertas skripsi di tangan. "Buruan sana, giliran lo maju!"

Lucky tahu sekarang dia ingin menangis. Kabur sejauh-jauhnya dari realita yang ada. Kakinya sudah mati rasa seperti jelly. Tapi, mau tak mau, dipaksakannya juga untuk bangkit. Dan Nano terus menariknya tidak tahu malu ke depan meja Ahmad.

Lucky memaksakan senyum terbaiknya. Menarik kursi pelan-pelan, membuat wajah Ahmad yang semula tenang kini menjadi sedikit keras, meliriknya sekali, tapi lanjut menulis sesuatu di atas dokumennya.

Apa dia ini patung atau apa?

Lucky merasakan bibirnya bergetar. Sumpah, dalam seumur hidupnya, baru kali ini dia ketakutan. "Mmm... Ba-Bapak... Eh, maksud saya-" diulurkannya kertas di tangan. Pura-pura tersenyum manis seperti biasa. "Wah, Nano udah acc aja, nih, Pak! Hehe, mau acc punya saya juga nggak? Biar sekalian gitu, hehe," ujarnya sok ceria.

Ahmad hanya meliriknya sekilas. Lalu kembali sibuk menulis sesuatu di dokumennya. Seakan tak peduli.

Lucky meringis ketakutan melirik Nano yang sama ketakutan di belakangnya. Tapi, Nano terus memberinya semangat. Mengangkat kedua tangannya yang terkepal tinggi.

"Ayo, Boss! Lo bisa!" bisik Nano lagi.

"Pa-Pak?" lirik Lucky lagi.

Hingga detik selanjutnya meja digebrak. Lucky terkesiap saat Ahmad merebut print kertas skripsi dari tangannya. Lalu membacanya sekilas. Hanya membolak-balik sebentar. Kemudian mengembalikannya lagi dengan sedikit kasar. Setengah membanting ke hadapan Lucky.

Lucky to Have ZuhryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang