"Ya Allah! Lu--Lucky?! Kamu ngapain di sini?"
Zuhry semakin melotot mendongakkan wajahnya. Hijab hijau pupus yang dipakainya terlihat semakin cerah membuat senyuman Lucky terus melebar.
"Minum kopi! Minum susu! Yuk Zuhry! Sarapan dulu!" Segera dibukanya tas mengeluarkan dua kotak susu. Satu diulurkannya pada Zuhry. Satu lagi untuk dirinya sendiri. "Pagi ini gue nggak bawa roti! Bawanya susu!"
Zuhry masih dalam rasa bingungnya menerima sekotak susu bergambar sapi dari Lucky. Lagi-lagi sebuah note kecil terselip di sana. Mau tak mau membuat senyuman Zuhry muncul.
Semangat mengajar, Bu Zizy
Jagain Bimbim buat gue, ya?
"Minum, dong! Jangan dilihatin doang susunya!" Lucky terkekeh geli. Buru-buru menancapkan sedotan pada kotak susunya, lalu minum dengan santai. "Tiap pagi, Mami gue selalu nyuruh gue minum susu biar kuat jalanin aktifitas seharian penuh."
Melihat Zuhry yang hanya memainkan kotak susu di tangannya membuat Lucky tersadar dan tertawa. "Buahaha! Iya, iya, sedotan lo kelupaan! Bentar-bentar, kayaknya ada di saku gue nih, tadi! Mana, ya?" dan Lucky meringis meraba sakunya. "Buset, nggak ada ternyata! Kayaknya punya lo jatoh waktu gue lari tadi, ck."
Zuhry hanya memaksakan senyum. "Mmm, nggak usah, Lucky. Sa--saya minum nanti aja. Makasih."
Tapi Lucky malah merebut kotak susu itu dari tangan Zuhry. Lalu menancapkan sedotan bekasnya di atas sana, mengelap ujungnya dengan kemeja, dan mengembalikannya lagi pada Zuhry. "Tuh, pake punya gue. Udah gue bersihin."
Zuhry malah melotot kaget melihatnya.
Lucky tertawa tanpa dosa. Melihat bola mata Zuhry nyaris melotot keluar malah menggemaskan baginya. "Dih, udah dibukain juga! Minum, dong! Jangan dipelototin doang, Zuhry! Minum susunya!"
"Se--sepertinya saya nggak usah pake sedotan tetap bisa minum," Zuhry meringis, mengembalikan sedotan milik Lucky. "Mmm, makasih."
Lucky tertawa puas, akhirnya membuang sedotannya juga. "Ya udah, gue juga nggak pake," kekehnya menenggak habis hingga kotak di tangannya kempes. "Oh iya, gimana roti gue?"
Zuhry mengernyit. "Roti kamu kemarin sudah saya makan, Lucky. Makasih, ya?"
"Bukan itu, maksudnya yang di dalem roti--"
"Iya, rasa coklat. Saya suka."
Lucky hanya menghela napas pasrah. Sesekali tangannya mengibaskan kemeja di tubuh. "Btw, panas ya naik ginian? AC mati apa gimana, nih? Kok panas banget?" kepalanya celingak-celinguk menatap penumpang yang makin ramai.
Zuhry memicing bingung. Segera menutup novel di tangan mengikuti arah pandang Lucky. "Ini dingin, Lucky. Apanya yang panas?" mukanya ikut panik melihat Lucky yang dari wajah hingga kemejanya sudah nyaris basah oleh keringat. Segera diulurkannya tisu. "Mungkin kamu memang nggak terbiasa. Lain kali jangan maksain diri untuk naik kendaraan umum."
KAMU SEDANG MEMBACA
Lucky to Have Zuhry
Romantizm[Dear, Zuhry] Di ketinggian 1803 mdpl, di atas Puncak Kencana ini, gue meminta lo untuk menjadi Bidadari Surga gue. Ya atau Tidak? Gue tunggu jawabannya. [From, Lucky] ___ Kehidupan Lucky Anggara (Lucky) yang penuh kesombongan dan kekuasaan berubah...