[25] Antara Syukron, Sabrina, dan Sabhira

4.3K 917 138
                                    

[Repost Karena Notifikasi yang Semalem Eror]

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

[Repost Karena Notifikasi yang Semalem Eror]

"Abah masih bingung sama jalan pikiranmu itu, Nak."

Zuhry yang pagi ini baru akan beranjak menuju pintu-bersiap berangkat menuju TK jadi menghentikan langkah. "Jalan pikiran apa maksudnya, Bah?"

Ali menatap Zuhry dengan pandangan sulit diartikan. Ditariknya perlahan kursi di depan ruang tamu. Duduk di samping meja bundar yang tersusun koran pagi. "Kamu itu lho..." decakannya terdengar. "Malah mau-maunya jadi guru TK begitu. Memang gajinya berapa, toh? Kamu, kan, lulusan luar negeri. Harusnya bisa lebih bagus dari Ammar yang cuma jadi dosen swasta."

"Memang kenapa, Bah? Gajinya lebih dari cukup, kok. Lingkungan kerjanya juga nyaman. Lagipula Zizy udah bilang sama Abah, kan? Dari dulu cita-cita Zizy memang jadi guru. Jadi, mumpung ada kesempatan jalani aja dulu, Bah."

Ali mendengus. Memilih mengalihkan perhatian pada koran paginya. Zuhry masih terdiam. Ammar seperti biasa, juga sudah siap dengan setelan kemeja rapinya. Mukanya ikut malas mendengar ocehan Ali.

"Udahlah, Bah, terserah Zizy mau ngapain. Kenapa, sih, mesti diatur?" Ammar menghela napas panjang. "Namanya cita-cita, kan, ya nggak bisa dipaksa, Bah. Kalau Zizy maunya begitu, ya, biar dijalani dulu."

Ali melirik Ammar. "Kamu itu ngapain masih di sini, Mar? Katanya mau ngisi acara di seminar? Udah, sana berangkat. Ini kenapa malah ngisi ceramah di sini?"

"Iya, iya," Ammar menyerah dan menyalimi tangan Ali. "Ya, habis Abah itu lho mirip netizen. Julid terus tiada henti."

"Abah itu cuma pengen kalian semua sukses. Punya kerja yang mapan. Jodoh juga yang mapan--" Ali kembali melirik Zuhry. "Besok Yanuar datang. Yanuar udah serius sama kamu. Kamu juga harus serius sama Yanuar. Abah ndak mau kamu gagal lagi cari pasangan. Seperti kasus yang sama Kahfi dulu itu."

"Ya Allah, Bah, Fi itu udah punya anak. Istrinya sekarang jadi sahabat deket Zizy. Jangan diungkit terus. Kasihan Yumna kalau dengar. Ah, capek deh sama Abah," Ammar malah melenggang pergi. "Zy, Mas berangkat dulu, ya. Ayo kamu juga buruan berangkat. Udah, ya, Bah. Cukup sekian. Kita lanjut nanti malam. Assalamualaikum."

***

"Om, Bimbim mau turun!"

Lucky melirik Albim sambil setengah menguap. Ini masih pagi dan dirinya sudah ngantuk berat. Gawat kalau sampai saat meeting siang nanti dia ketiduran. Semalam Lucky benar-benar terserang insomnia. Mencoba tidur setidaknya satu jam saja, tapi tidak berhasil juga.

Lucky malah tertarik menamatkan novel dan melahapnya sampai tuntas bagian yang belum dia baca. Saking asyiknya, dia jadi ketagihan. Akhirnya membaca lagi novel lain yang dibelinya juga dari kios lama. Dan taraaa, hingga dia berdiri di muka gerbang TK, Lucky belum sempat memejamkan mata.

"Mami! Muka ganteng anakmu kenapa gini, ish!" dengusnya sendiri pada kaca. Segera meraih botol air dari dashboard. Akhirnya menyemburkan sedikit pada matanya yang penuh lingkaran hitam itu. Setidaknya sekarang jauh lebih segar.

Lucky to Have ZuhryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang