Muka marah Yoana— kakak perempuannya— adalah hal yang pertama Lucky lihat ketika mendaratkan jeep ke sebuah pelataran rumah mewah. Yoana berdecak kasar. Sambil menyedekapkan tangan sombong, dipelototinya adik satu-satunya yang tengah melangkah turun dari jeep itu. Muka Lucky suntuk dan malas dengan jaket jeans tergantung di pundak saat memasuki rumah Yoana.
Yoana mengernyit sinis. "Dari mana lo?"
"Kos Rendy," jawab Lucky melenggang santai melewati Yoana.
"Ett, kusut banget muka lo." Yoana melirik Lucky curiga. "Gue lagi ngomong ama lo, Uky!" sinisnya lagi. "Kalau lo macem-macem, gue bakal laporin lo ke Mami! Inget, ya, gue nggak pernah main-main sama anceman gue! Ck, bau badan lo ini asap semua! Mandi sana! Benci gue lihatnya! Jangan ngotorin rumah gue!"
Lucky berdecak malas. Berbalik menatap Yoana. Mukanya masih merah menahan tangis. "Gue mau nginep sini selama sebulan. Jangan bilang kalau gue sembunyi di sini."
"What?" Yoana memekik. "Lo mau sembunyi dan lo bilang ke gue?!" muka sinis Yoana makin menjadi. "Kalau lo emang niat sembunyi, nggak usah bilang! Pergi yang jauh dari hadapan gue! Lah ini, mau sembunyi tapi bilang-bilang?! Kayaknya cuma lo yang kayak gini!"
Lucky kembali terisak. Akhirnya menangis lagi. "Lo tuh berisik, ya, Na?! Nggak tahu apa gue lagi stres! Lagi depresi mikirin skripsi gue yang ancur! Pokoknya jangan bilang-bilang kalau gue di sini! Gue mau sendirian! Jangan sampe lo bocorin ke temen-temen gue kalau gue di sini! Gue malu ketemu mereka, Na! Huhu, gue, kan, goblok banget! Nggak kayak mereka yang pinter-pinter! Gue minder!"
Yoana menghela napas pasrah menepuk-nepuk pundak Lucky yang bergetar hebat. "Udah, Uky. Iya, gue tahu perasaan lo. Gue udah denger dari Marko barusan."
"Na, jangan bilang ke Mami kalau gue terancam nggak lulus! Nanti Mami bakal sedih kalau tahu! Please, Na!"
"Iya, iya, gue nggak bakal bilang ke Mami! Tapi, please, jangan mikir gitu!" Yoana geleng-geleng. "Lo pasti lulus, Ky! Gue dulu juga kuliah sama gobloknya kayak lo! Tapi gue akhirnya lulus, kok! Lo pasti juga lulus nanti! Percaya, deh!"
"Tapi lo lebih pinter!" Lucky langsung memeluk Yoana. "Na, masak gue dikatain gagal?! Katanya selama ini gue nggak guna kuliah, Na! Huhuhu, Na, jawab! Emang gue goblok banget , ya, Na?! Lo malu punya adek kayak gue?"
Yoana jadi ikut terisak. "My Lovely Uky, huhu, jangan bilang gitu! Enggak, kok! Gue nggak malu! Lo tetep adek kesayangan gue! Adek gue satu-satunya!" segera didorongnya tubuh Lucky. "Tapi lo bau! Udah sana, mandi!"
Lucky memukul muka Yoana menggunakan kertasnya. "Resek lo!" isaknya lagi.
Akhirnya Lucky melipir ke lantai atas. Dia punya kamar sendiri di rumah Yoana. Jadi, setiap kali menginap, Lucky akan tidur di kamarnya ini. Setelah mandi dan berganti pakaian, Lucky langsung duduk di meja belajarnya. Perlahan diraihnya kertas rancangan skripsi miliknya itu. Bentuknya sudah lecek dan kotor. Basah oleh air mata juga sisa darahnya yang mengering. Dibukanya pelan-pelan benda itu. Lalu menemukan tulisan tangan rapi Zuhry yang mengoreksi bagian skripsinya. Tanpa sadar Lucky tersenyum. Jemarinya meraba hasil tulisan tangan Zuhry. Rapi, indah, dan sedikit latin. Enak ya, jadi orang pintar?
KAMU SEDANG MEMBACA
Lucky to Have Zuhry
Romance[Dear, Zuhry] Di ketinggian 1803 mdpl, di atas Puncak Kencana ini, gue meminta lo untuk menjadi Bidadari Surga gue. Ya atau Tidak? Gue tunggu jawabannya. [From, Lucky] ___ Kehidupan Lucky Anggara (Lucky) yang penuh kesombongan dan kekuasaan berubah...