"Rumah kamu bagus banget."
Lucky menahan senyuman geli saat melihat Zuhry berjalan pelan-pelan di sampingnya. Tampak terkagum-kagum dengan design interior mewah rumah—Yoana maksudnya. Nyaris saja tadi dia masuk sambil melepaskan sepatu sandalnya kalau Lucky tidak segera berlari memberi pengertian pada Zuhry.
"Heh, ngapain lo lepas sandalnya?" Lucky sedikit membentak. "Pake lagi, Zuhry!"
Zuhry menggeleng.
"Kalau gue bilang pake, ya, pake lagi, Zuhry!"
"Jangan, Lucky." Zuhry setengah menunduk menatap lantai di bawahnya. "Saya nggak enak. Lantai kamu bagus. Sandal saya kotor."
Lucky malah menahan tawa. Ada-ada saja perempuan ini. "Hihi, emang kalau di kampung pada gini, ya? Suka lepas sandal gitu kalau masuk rumah?"
Zuhry tidak menjawab. Hati-hati melangkah sambil terus mencengkram tas dan paperbagnya. Dalam hati membatin. Ya Allah, rumah ini sangat mewah dan bagus. Penuh dengan perabotan kaca, vas, guci mahal, dan dilapisi lantai licin berkilauan. Zuhry sampai takut bergerak karena bisa saja mengotori rumah ini.
Padahal dulu saat dia kuliah, dan saat dia mengelilingi beberapa negara, Zuhry sudah biasa melihat rumah atau apartemen mewah di sepanjang jalan. Tapi, rasanya memasuki rumah mewah di Jakarta lebih nyata. Seperti saat dia memasuki rumah Yumna yang sangat megah dulu. Rasanya dia takut.
Secara dirinya hidup dan besar di Kampung Jambu. Sebuah kampung sederhana yang terdiri dari sekumpulan rumah biasa. Oh— kecuali rumah keluarga Kahfi tentu saja. Karena ayahnya Kahfi alias Pak Hendra adalah warga paling kaya di Kampung Jambu.
"Zuhry, ngapain lo bengong di sana?! Sini, dong!"
Saking asyiknya, Zuhry malah tidak sadar kalau akan melangkah menuju kolam renang.
Lucky menjerit panik, "Ett, Zuhry, awas ntar lo nyebur!"
Zuhry langsung menunduk malu saat sadar, segera berbelok menuju tempat Lucky berada. "Maaf," cicitnya.
Lucky melambai dari gazebo yang letaknya persis di taman samping kolam. Tawa gelinya muncul. "Pengen renang, ya? Kalau mau, nyebur aja. Nanti gue pinjemin bajunya Ana buat ganti."
"Saya nggak bisa berenang."
"Gue ajarin nanti," melihat Zuhry yang langsung menunduk membuat Lucky semakin gemas ingin menggoda, "Mau nggak? Anggap aja kayak rumah lo sendiri."
Lucky hanya tertawa sambil sesekali menatap ke arah Pak Harto— petugas kebun rumah mereka— yang tengah membersihkan area gazebo dekat kolam renang. Tadi dia sempat berdebat dengan Yoana karena kakaknya itu ngotot mau memakai ruangan di lantai dua. Tapi setelah Lucky merayu akhirnya Yoana luluh juga dan segera menyuruh Pak Harto mengeringkan area gazebo. Dari jauh Mbok Par datang membawa papan whiteboard dan alat tulis.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lucky to Have Zuhry
Romans[Dear, Zuhry] Di ketinggian 1803 mdpl, di atas Puncak Kencana ini, gue meminta lo untuk menjadi Bidadari Surga gue. Ya atau Tidak? Gue tunggu jawabannya. [From, Lucky] ___ Kehidupan Lucky Anggara (Lucky) yang penuh kesombongan dan kekuasaan berubah...