"Assalamualaikum, Bah. Abah masih ingat saya?"
"Ndak! Kamu siapa?"
Zuhry segera menjelaskan. "Ini Lucky, Bah. Lucky yang kemarin itu."
"Preman itu?!"
Ali memicing membenarkan letak kacamata bundarnya. Di depannya Lucky masih berdiri memasang senyum tiga jari ala pepsoden. Tentu Ali jadi bingung. Kok tampangnya berbeda? Atau hanya perasaannya saja? Pemuda di hadapannya jadi sedikit lebih rapi dari biasanya.
Merasakan Ali yang kebingungan, tentu Lucky jadi bersemangat. Apakah Ali sudah pangling padanya? Apa dia sudah tidak terlihat seperti preman?
Perlahan diraihnya tangan Ali dan diciumnya hormat. "Gimana kondisi Abah sekarang?"
Ali mendorong Lucky. "Ternyata kamu benar si preman itu! Kamu jangan mengelabui saya! Mau kamu datang seperti apa, juga tetap ketahuan! Ndak usah menyamar segala!" Ali terbatuk-batuk. "Ini lagi bau apa?! Kok manis sekali?! Kamu mau bikin gula saya naik, ya?"
Lucky meringis merasakan wangi menyengat dari kemejanya. Ternyata Zuhry kebanyakan menyemprot minyak wangi.
"Sudah, sudah, sana pulang! Ndak usah ke sini lagi! Atau kamu memang sengaja mau bikin saya jantungan lagi?!" teriak Ali bersiap meraih sapu lagi dari dalam pekarangan.
"Abah!" mohon Zuhry lembut. "Jangan seperti itu, nanti Abah kambuh lagi."
"Kamu seneng to lihat Abah sakit lagi? Kalian berdua yang buat Abah sakit begini!" Ali mangacungkan sapunya bergantian pada Zuhry dan Lucky. "Kalian bersekongkol! Terutama kamu yang menghasut Zizy, preman!"
Lucky menatap pasrah. "Sa-saya datang ke sini cuma ingin menjenguk Abah. Tapi kalau Abah memang nggak suka, saya bakal langsung pulang, kok, Bah," tangannya masih menggendong segepok pisang ragu-ragu, "Ini saya bawakan buah untuk Abah. Supaya Abah cepat sembuh. Kira-kira saya taruh mana, ya?"
Ali mencibir, mengalihkan muka sombong. "Ndak usah repot! Buah dari Nak Yanu masih banyak!"
Tentu saja Lucky jadi sedih. Ditatapnya pisang-pisang yang sudah memenuhi seluruh isi jeep. Padahal Lucky sudah membelikan itu semua khusus untuk Ali. Tapi mau bagaimana lagi? Terpaksa dibawa pulang untuk dimakan sendiri dan dibagi separuh kepada koleksi burungnya Yudha.
"Abah nggak mau terima, ya?" tanya Lucky lagi.
Ali masih memejamkan mata sombong. "Ndak mau! Sekali ndak mau, tetap ndak mau! Lebih baik makan buahnya Nak Yanu saja, lebih sehat!"
"Jangan begitu, Bah," Zuhry memohon. "Lucky susah-susah belikan banyak pisang untuk Abah. Setidaknya Abah ambil satu pisangnya."
Seketika Ali terlonjak. "Apa?! Pisang?!" matanya langsung tertuju pada buah di tangan Lucky. Ternyata benar-benar buah pisang. Kemana saja dia sejak tadi baru sadar bahwa di hadapannya ada pisang? Ali semakin tak percaya. "Wah, wah, ada pisang ternyata!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Lucky to Have Zuhry
Romantizm[Dear, Zuhry] Di ketinggian 1803 mdpl, di atas Puncak Kencana ini, gue meminta lo untuk menjadi Bidadari Surga gue. Ya atau Tidak? Gue tunggu jawabannya. [From, Lucky] ___ Kehidupan Lucky Anggara (Lucky) yang penuh kesombongan dan kekuasaan berubah...