Cerita ini tentang aku dan kamu, yang mencoba tetapi gagal, yang berlari namun terjatuh, yang mengejar namun ditinggal, dan mempercayakan namun dikecewakan.
***
RINTIK hujan yang kian lama semakin deras membuatku segera berlari menuju halte yang tak jauh dariku dengan maksud meneduh. Suasana saat ini begitu dingin, sehingga almamater yang aku kenakan tidak cukup menghilangkan rasa dingin yang kini sudah menyebar ke seluruh tubuhku.
Almamater yang aku kenakan adalah almamater universitasku. Saat ini, aku adalah mahasiswi tingkat akhir di salah satu universitas negeri yang ada di Indonesia. Tahun ini, usiaku genap 21 tahun. Aku sudah tidak lagi remaja, tidak seperti beberapa tahun lalu ketika aku masih bersekolah di SMA yang jaraknya tidak jauh dari halte yang kini tengah aku gunakan untuk meneduh. Hari ini, aku akan berkunjung ke SMA itu dengan tujuan memberikan sosialisasi kepada murid-murid yang ada di sini atas nama universitasku.
Tempat ini memberikanku banyak kenangan, pelajaran, serta pertanyaan-pertanyaan yang sampai kini masih saja terlintas di benakku dan belum juga aku dapatkan jawabannya. Lamunanku terbuyarkan ketika aku sadar jika ada seseorang yang duduk tak jauh dariku, sosok itu tengah merapikan beberapa berkas. Sepertinya, ia tengah mencoba menyelamatkan berkas-berkas itu agar tidak basah karena hujan.
Sadar diperhatikan, ia yang semula sibuk menyelamatkan berkas-berkasnya, kini mulai mengalihkan pandangannya ke arahku. Matanya menyorotku dengan begitu tajam seakan tak ingin melepaskanku dari pandangannya. Aku meneguk salivaku sendiri. Bola mataku juga menatapnya. Aku membeku seketika. Tatapan itu masih sama seperti beberapa tahun yang lalu.
Ketika menatap mata itu, entah mengapa desiran perasaan itu kembali menyeruak ke dalam perasaanku. Perasaan terlalu rumit untuk aku jelaskan karena rasanya aku seperti merasa sedih dan hancur pada saat yang bersamaan.
Senyuman yang ia lengkungkan di bibirnya memecahkan keheningan dan kecanggungan yang terjadi. “Anin? Apa kabar?”
Masih dengan perasaan yang sulit kujelaskan, aku membalas senyuman itu. “Baik. Kakak sendiri apa kabar?”
Aku merutuki diriku sendiri, lidahku terasa begitu kelu. Hanya itu yang bisa kukatakan padanya, padahal banyak sekali yang ingin kusampaikan ke padanya.
Aku masih menatap matanya, mataku seakan berbicara kepadanya, seolah menjelaskan apa yang sedang kurasakan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Di Balik Layar [Completed]
Teen Fiction"Bersamamu adalah sebuah kemustahilan yang kuharapkan." "Terlalu banyak tanya dibenakku tentangmu, terlalu banyak hal yang kupikirkan tentang dirimu. Sampai aku lupa, jika aku dan kamu hanya akan menjadi sebuah kata yang berdiri sendiri dan tidak ak...