"Kita emang enggak perlu sempurna, kita cuma perlu nyoba."
***
KEESOKAN harinya, aku tetap bersekolah seperti biasanya. Akan tetapi, sepulang sekolah, aku kumpul bersama anggota Harapan Musical lainnya.
Kak Reta, ketua divisi penulisan berdiri dan mengatakan sesuatu. "Teman-teman, kan, tiga bulan lagi sekolah kita mau ngadain pensi. Nah, rencananya kita akan nampilin pentas drama di pensi nanti. Divisi kita yang akan nulis naskah dramanya. Sekarang, kalian tulis ide apa pun yang ada di kepala kalian untuk dijadiin naskah drama. Ide-ide yang menarik akan kita kolaborasikan. Jadi, silakan sekarang ketik di ponsel masing-masing dan kirim ke email penulisan musical, ya," jelas Kak Reta.
Apa yang dikatakan oleh Kak Retta sangat menarik. Setidaknya, aku bisa menulis tanpa harus mendapatkan komentar dari banyak orang jika aku menulis naskah untuk drama pensi.
Aku mulai meraih ponselku, berpikir sejenak dan hendak menuliskan apa yang ada di dalam kepalaku. Aku ingin tulisan yang kubuat tidak hanya bisa menghibur, tetapi juga memberikan manfaat dan pesan moral yang bisa diterima dengan baik.
Akhirnya, aku memutuskan untuk menulis sebuah cerita tentang seorang gadis yang selalu terlihat sempurna di depan orang banyak. Dia adalah sosok yang pintar, seluruh prestasi akademik dan nonakademik seringkali dia raih. Namun, tanpa orang-orang ketahui jika gadis ini selalu berada di bawah tekanan orang tua untuk bisa mendapatkan nilai yang terbaik. Sebenarnya, dia tidak bisa meraih mimpi yang selama ini ingin dia kejar. Gadis ini tertekan, tidak memiliki teman untuk menceritakan apa yang ada di dalam kepalanya, dan juga merasa kesepian.
Aku tahu banyak sekali yang mengalami hal ini di luar sana, aku hanya ingin membuat mereka merasa mereka tidak sendiri. Mungkin aku tidak bisa menolong mereka secara langsung, tetapi mungkin tulisanku setidaknya bisa membuat mereka tidak kesepian.
***
Satu minggu sudah berlalu. Tidak ada perbedaan yang spesifik dalam kehidupan sehari-hariku. Setiap hari, yang kulakukan hanya datang ke sekolah, mengobrol dengan Fiona, dan beberapa kali mengikuti kegiatan di Harapan Musical.
Hari ini bel pulang sekolah sudah berbunyi. Aku mengemas seluruh barang-barangku ke dalam tas. Namun, fokusku teralihkan pada sebuah notifikasi di ponselku.
Dimas Prayuda: Nin, gue ada di depan kelas lo.
Mataku sontak beralih ke depan pintu kelas. Benar saja, Kak Dimas berdiri di dekat sana. Dahiku berkerut karena terbingung, untuk apa Kak Dimas tiba-tiba ada di depan kelasku? Mengapa Kak Dimas tidak berkata apa pun padaku sebelumnya?
Karena penasaran, aku membalas pesan Kak Dimas.
Anindya Ramadhita: Kak Dimas ngapain? Kok tiba-tiba aja?
Beberapa saat setelahnya, pesan itu dibaca oleh Kak Dimas, tetapi dia tidak membalasnya. Aku menoleh ke arah Fiona. "Fi, kayaknya kita nggak jadi balik bareng, deh," putusku, pasti membuat Fiona terbingung.
"Hah? Kenapa emangnya?" tanya Fiona yang terdengar bingung.
"Duluan, ya," jawabku, lalu beranjak meninggalkan Fiona yang kini menatapku dengan tatapan yang dapat kuartikan. Pasti Fiona bingung dan menganggapku aneh.
![](https://img.wattpad.com/cover/237899411-288-k30269.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Di Balik Layar [Completed]
Teenfikce"Bersamamu adalah sebuah kemustahilan yang kuharapkan." "Terlalu banyak tanya dibenakku tentangmu, terlalu banyak hal yang kupikirkan tentang dirimu. Sampai aku lupa, jika aku dan kamu hanya akan menjadi sebuah kata yang berdiri sendiri dan tidak ak...