Berpisah atau tidak berpisah dengannya sama saja. Sama-sama menyakitkan.
***
Keesokan harinya, aku tetap harus bersekolah seperti biasanya. Sekarang, sudah jam terakhir. Sekarang sedang pelajaran bahasa Indonesia. Namun, aku sama sekali tidak antusias. Padahal, biasanya pelajaran ini akan selalu menjadi pelajaran kesukaanku.
Tapi, sekarang aku sama sekali tidak fokus. Aku tidak benar-benar bisa menangkap apa yang sedang guruku jelaskan.
Pikiranku tertuju pada Dimas. Ya, dia. Dia yang sekarang menguasai isi pikiranku. Padahal, aku dan dia sudah selesai. Kisah kita sudah selesai. Seharusnya, aku menutup lembaranku dan dia rapat-rapat. Seharusnya, aku tidak perlu terus-terus mengingatnya seperti ini.
Mungkin, sebagian dari kalian berpikir bahwa aku egois, aku tidak mengerti Dimas, aku mau menang sendiri, aku kekanakan, aku tidak dewasa. Ya, tidak apa. Katakan saja. Lagi pula, setiap orang memiliki hak untuk berpendapat tentang apa yang mereka pikirkan.
Mungkin juga, sebagian bertanya-tanya mengapa aku langsung memutuskan hubunganku dengan Dimas. Jadi, begini. Aku merasa bahwa aku dan Dimas sekarang sudah berbeda. Dunia kami sudah berbeda. Tujuan kami juga sudah berbeda.
Jika diibaratkan, mungkin kurang lebih seperti ini. Aku dan Dimas berada di sebuah kapal yang sama. Tapi, pada akhirnya kami memiliki tujuan yang berbeda. Kalau terus dipaksakan, ya percuma saja.
Aku dan Dimas memang harus berpisah. Lagi pula, untukku, berpisah atau tidak berpisah dengannya sama saja. Sama-sama menyakitkan.
Mungkin, aku dan Dimas memang tidak ditakdirkan untuk bersama. Di dunia ini, banyak dua insan yang dipertemukan oleh semesta hanya untuk sekadar saling singgah sementara, bukan untuk selamanya.
Pertemuanku dan Dimas sempat membuatku menjadi sosok gadis paling bahagia di dunia. Pertemuanku dengan sosok lelaki bernama Dimas itu mampu membuatku lebih yakin pada diriku sendiri. Kalaupun sekarang Dimas berubah, setidaknya dulu dia pernah jadi sosok itu. Sosok yang membuat diriku sekarang lebih baik.
Mungkin, akan ada banyak jalan sulit, menyakitkan, menyebalkan yang harus kita tempuh. Hingga akhirnya, kita menjadi pribadi yang lebih baik lagi.
Kalau kau pikir aku memutuskan hubunganku dengan Dimas karena aku tidak mencintainya, kau salah. Aku mencintainya, makanya aku mencoba untuk mempertahankan hubunganku dan dia. Tapi, ketika semakin lama yang tersisa di hubungan kami hanyalah perasaan sesak yang setiap hari semakin bertambah. Maka, yang harus kuambil adalah keputusan yang tidak mudah untukku. Ya, aku harus melepaskan Dimas.
"Anin, Anin!" Suara Fiona dan Fiona yang terus menggoyangkan bahuku, membuatku sadar dari lamunanku.
Aku menoleh ke arahnya. "Kenapa, Fi?"
"Lo mau bawa buku apa?"
Dahiku berkerut, tidak mengerti dengan arah pembicaraan yang Fiona maksud. "Buku? Buat apa?"
"Iya, besok kita disuruh bawa buku. Buat dibaca, terus dibikin resensinya. Lo bengong, ya? Lo kenapa, sih?" tanya Fiona.
Aku menghela napas sejenak, kemudian mengembuskannya. Aku menatap guruku yang masih berbicara di depan kelas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Di Balik Layar [Completed]
Novela Juvenil"Bersamamu adalah sebuah kemustahilan yang kuharapkan." "Terlalu banyak tanya dibenakku tentangmu, terlalu banyak hal yang kupikirkan tentang dirimu. Sampai aku lupa, jika aku dan kamu hanya akan menjadi sebuah kata yang berdiri sendiri dan tidak ak...