49. Aku dan Kamu

820 246 165
                                    

Kalau bisa, bacanya sambil dengerin multimedia, ya.

***

"Gue udah tunangan, Nin," kata Dimas. "Beberapa bulan yang lalu."

Hancur. Duniaku seakan kembali hancur seketika. Rasa sakit seketika menyeruak kuat di dalam perasaanku begitu saja. Perutku seketika terasa panas. Tadi, aku terlalu berharap. Padahal, bukan berarti karena Dimas masih mengingat semua hal tentang aku dan dia di masa lalu, berarti dia masih memiliki perasaan yang sama denganku.

Sadar, Anin. Itu sudah lima tahun yang lalu. Sudah banyak yang berubah, Dimas juga pasti sudah bertemu banyak dengan orang baru.

Aku bingung harus menanggapinya bagaimana. Yang harus kusadari adalah Dimas memang tidak lagi untukku, Dimas hanya masa laluku, aku dan Dimas tidak akan lagi bersama-sama.

Tapi, aku tidak boleh menangis di depan Dimas. Aku harus bahagia akan kebahagiaan yang sedang dia rasakan, walaupun alasan kebahagiaan itu bukan aku. Walaupun, dia tidak bahagia bersamaku.

"Oh, ya? Sama siapa?" tanyaku antusias, menatapnya dengan senyuman sumringah, seolah bahagia dengan kabar yang baru saja dia sampaikan.

"Namanya Nada, gue ketemu dia waktu kuliah," jawab Dimas.

Aku menjabat tangan Dimas, lalu tersenyum lebar. "Selamat, ya! Semoga semuanya dilancarin sampai nanti! Jangan lupa undang aku, ya, kalau suatu saat kalian nikah!" kataku.

Mataku benar-benar panas, aku ingin sekali menangis.

"Karena gue mau lebih serius sama Nada, makanya gue harus selesaiin semua yang belum selesai di masa lalu, Nin," jelas Dimas. "Gue nggak mau nanti ada di lembaran baru, tapi gue belum selesai sama masa lalu gue."

Aku tersenyum. Berarti, dia benar-benar ingin mengakhiri semua tentang aku dan dia. Berarti, sedari tadi aku salah paham. Dimas hanya ingin mengakhiri dan menyelesaikan semua masa lalunya.

Aku mengangguk. "Iya, sih, kamu bener. Kita nggak bisa jalan sama orang baru, ketika masa lalu kita belum selesai. Karena pada akhirnya, akan nyakitin banyak pihak."

"Kamu sama Nada, pasti beruntung, ya, karena saling memiliki?" tanyaku seraya menatapnya.

Dimas hanya membalas perkataanku dengan senyuman.

Aku menatap langit malam dan bintang yang bertaburan di sana, mendengar deburan ombak yang menerjang pantai, serta hembusan angin malam.

"Oh, iya, bilang, ya, sama Nada. Aku minta maaf," kataku.

Dimas mengerutkan dahinya. "Minta maaf buat apa? Lo nggak salah apa-apa."

"Iya, harusnya tadi aku nggak semepet itu sama kamu. Nggak usah sender-senderan. Maaf, ya, aku nggak tahu kalau kamu tunangan orang lain," jelasku.

Iya, Dimas tunangan orang lain. Dimas bukan milikmu lagi Anin. Dulu iya, tapi sekarang tidak.

"Nin," panggil Dimas, sehingga aku yang tadinya sedang menatap pantai, kini mengalihkan pandanganku ke arahnya.

"Iya, kenapa?"

Dimas langsung menarik tubuhku ke dalam dekapannya, dia memeluk diriku dengan begitu erat. Aku pun membiarkan diriku hanyut di dalam dekapannya. Mungkin, ini dekapannya yang terakhir untukku.

Kadang, aku ingin marah pada semesta. Aku sangat mencintai Dimas, sangat. Tapi, mengapa kisah cintaku harus berakhir semenyakitkan ini? Mengapa semuanya harus dipenuhi oleh air mata?

Aku berpikir. Andaikan saja aku adalah Nada, sosok yang dapat memiliki Dimas seutuhnya. Sosok yang akan selalu bisa berada di sisi Dimas.

Tapi, mengapa kisahku dengan Dimas harus semenyakitkan ini? Lima tahun aku mencoba untuk melupakannya, tapi aku gagal, aku masih mencintainya.

Di Balik Layar [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang