"Lagi?" Suara Gavin menjadi serak karena terlalu bergairah.Wajah G memerah, Ia malu.
"Kalo G gak mau, gak papa." Ucap Gavin tersenyum, sangat gemas melihat pipi G yang blushing.
"Ta- tapi G mau." Ucap G malu.
Gavin langsung menunduk ingin kembali mencium bibir itu, tapi berhenti saat tangan kecil ini menahannya. Gavin mengernyit, alisnya menyatu.
"Kenapa?" Tanya Gavin bingung.
"Nanti kalo papa tau G ada merah-merah lagi gimana? Terus Kakak di hukum lagi." G memandang Gavin dengan raut yang sangat kentara, cemas.
"Kakak gak buat di leher."
"Terus?"
"Kakak bakal buat di sini sama di sini." Ucap Gavin menunjuk pada bagian dada dan perut G. Dia mengucapkan kalimat itu sambil tersenyum miring.
Gavin tidak menjamin jika kedua orang tua mereka tidak akan tahu. Tapi siapa yang peduli, gadis kecil ini sangat pandai menggodanya, wajahnya yang polos menjadi daya tarik tersendiri bagi Gavin.
"Mau?"
G mengangguk pelan sambil tersenyum malu, hal dimana membuat Gavin langsung terkekeh.
Tangan Gavin mengusap lembut bibir ranum ini. G gugup dengan perlakuan Gavin itu.
Sedetik kemudian G melihat Gavin mulai mendekatkan wajahnya ke arah G. G hanya diam dan mulai menutup matanya.
Tak lama kemudian G dapat meraskan bibir Gavin bersatu dengannya.
Benar-benar memabukkan, pikir Gavin.
Gavin mulai melumat dengan pelan, lidahnya menerobos masuk untuk mengabsen gigi dan rongga mulut G. Tak lama kemudian G membalas lumatan Gavin. Lidah mereka saling bersautan, mencecap untuk merasakan kenikmatan.
Perlahan tangan Gavin mulai bergerak masuk ke dalam baju G. Sedikit mengelus perut rata G, lalu tangan Gavin bergerak naik ke atas hingga tangannya menemukan dua gundukan yang begitu kenyal dan padat.
Gavin meremas gundukan yang masih terbalut bra itu lembut. Desahan-desahan kecil G mulai terdengar di telinga Gavin hingga membuatnya tidak bisa berpikir jernih.
Bibirnya mulai turun menjelajahi leher G. Gavin tidak ingin membuat tanda di sana, jika dirinya nekat membuatnya di sana mungkin hidupnya di bumi ini tinggal nama saja.
Gavin menurunkan tubuhnya dan berhenti hingga tepat di depan perut G, Gavin menyingkap baju gadis itu ke atas. Lalu mendekatkan mulutnya pada perut mulus itu.
Awalnya Gavin menjilat dengan gerakan sensual tanpa hisapan. Tapi itu hanya sesaat, karena desahan atau gumaman geli keluar dari mulut gadisnya, Gavin langsung menghisap kuat, hingga terlihat bercak merah disana.
Tak sampai disitu Gavin membuatnya sebanyak 5 tanda, Gavin berhenti sebentar untuk melihat G, gadis itu memejamkan mata dengan bibir bawahnya digigit, tangan G berada di rambut Gavin.
Kemudian Gavin menaikkan baju G hingga sebatas leher gadis itu, setelahnya cowok itu langsung menghisap dada G yang mencuat keluar, bermain cukup lama di sana hingga kembali membuat beberapa tanda miliknya disana.
Setelah puas, Gavin kembali menurunkan baju gadisnya, kemudian mendekatkan wajahnya kembali pada G yang masih menutup mata.
"Kak Gavin." G dapat merasakan deru nafas Gavin tepat berada di depannya, G tidak berani membuka mata, ia terlalu malu karena mengeluar suara yang membuatnya merinding.
Gavin melumat bibir yang menjadi candu baginya, melumat, melilitkan lidahnya pada gadis itu lalu mengecap, kemudian melepas tautan itu. Nafas mereka terengag-engah saling bersautan.
"Sayang." Panggil Gavin serak. Sungguh Gavin belum merasa puas, tapi ia harus menghentikannya. Gavin tidak ingin menodai atau merusak gadis polosnya ini.
G juga belum membuka matanya. Gavin tersenyum membuatnya mengecup beberapa kali bibir ranum itu.
"G."
"G malu." Cicit G lirih. Gavin terkekeh gemas.
"Jangan malu." Gavin yang tadinya menindih G, langsung merubah tidurnya menyamping gadis itu dan memeluk pinggang kecil miliknya ini.
G membuka mata pelan, ia melihat Ke arah Gavin yang sedang menatapnya seraya tersenyum. G kembali merasa malu, langsung menenggelamkan wajahnya pada Gavin.
Dan lagi-lagi Gavin terkekeh geli.
"Besok sampai dua hari ke depan jangan pake baju pendek ya." Gavin memperingati G, G sangat sering memakai baju yang bertali satu, sungguh Gavin selalu melarang, tapi gadis itu selalu membantah dan menyahut dengan nada angkuh 'Kan Kakak yang jagain G'. Memang benar Gavin yang menjaga G dari cowok-cowok lain, tapi tidak untuk dirinya sendiri.
Apalagi mengingat Gavin tadi sempat membuat tanda itu di bahu gadis itu.
G mengangguk patuh.
Hingga tak lama kemudian, terdengar suara ketokan dan teriakan di luar, dan Gavin yakin jika itu adalah teriakan mamanya.
"Tanye Yaya kenapa teriak-teriak?" Tanya G bingung.
Gavin yang sudah tahu hanya diam saja, ia sudah tahu jika mamanya memanggilnya karena Oliv dan Dito masih berada di rumahnya.
Gavin mengambil hp dan memberi pesan pada Dito dan menyuruh mereka pulang, untungnya tugas mereka sudah disiapkan oleh Oliv.
"Kenapa?" G bertanya lagi. Membuat Gavin mau tak mau harus menjawab, atau gadis ini akan kembali mengoceh dengan waktu yang cukup panjang nantinya.
"Itu si Dito sama Oliv, mau pulang katanya." Gavin tidak memberitahu bahwa dirinyalah yang menyuruh mereka pulang, kalo G tahu, gadis itu mungkin akan marah padanya. secara G Terlihat sangat menyukai Oliv.
"Cepet banget sih." Ucap G cemberut.
"Kan ada Kakak."
"Tapi G mau Kak Oliv." Ucapnya dengan bibir yang sudah manyun, membuat Gavin menggigit kecil bibir itu.
G semakin kesal.
"Besok aja, Nanti Kakak suruh dia kesini biar bisa main sama G."
"Beneran?" Mata G berbinar cerah mendengar kalimat Gavin barusan.
Gavin mengangguk, membuat G langsung memeluk cowok itu erat.
"G sayang Kakak."
"Me too."
🤭🤭SPAM COMENT BIAR AKU SEMANGAT DAN CEPAT UP✨💜
Gimana?
Tunggu kelanjutannya👋🏻🖤
Borahae💜
KAMU SEDANG MEMBACA
I Love You My Neighbor (Completed)
Teen Fiction"Kak Gavin." Gavin yang baru saja keluar dari kamar mandi dengan handuk yang masih melekat di pinggangnya terkejut saat gadis kecil ini melompat ke atasnya, untung ia dengan sigap menangkap gadis ini. "Kenapa hmm?" Tanya Gavin. "Gak lupa kan? mal...