38. Harapan

4 1 0
                                    

Kenapa terlalu banyak cerita menyedihkan yang di ingat.

Kenapa hanya ada ingatan yang menyakitkan yang tertinggal

Apakah dunia memang sekejam ini?

Atau karena memang hati yang hanya mampu menerima bahwa ia adalah sang korban?.

(My self)

.....
Park Chanyeol

Bagaimana rasanya hidup sendirian?.

Bagi gue yang terbiasa untuk menemukan ruang kosong tanpa ada orang di rumah ini adalah hal yang biasa saja.

Bibi Shin cuman akan datang tiap pagi aja dan pulang tiap kali hari sudah menjelang siang. Dan setelahnya lagi-lagi gue cuman sendirian di sini.

Sebenarnya enggak ada hal yang salah, karena di umur gue yang sekarang memang bukan hal yang salah kalau gue tinggal sendirian.

Enggak ada yang berubah dari tiap sudut rumah gue. Masih sama,  enggak berubah.

Di ruang tamu akan selalu ada satu single sofa tempat appa akan duduk tiap kali menyambut tamunya.

Di ruang tengah akan selalu ada banyak guci-guci dari ukuran kecil sampai besar kesukaan eomma tanpa ada yang berani menggeser posisi benda itu sedikit pun.

Dan di meja makan ini akan selalu sama, hanya akan ada satu meja panjang dengan beberapa kursi.

Bedanya gue enggak bisa berharap lebih kalau orang yang mengisi bangku-bangku ini adalah orang yang sama di waktu yang sama lagi.

Gue enggak mau berharap lagi. Karena tiap kali gue berharap entah kenapa harapan gue cuman bisa di lupain lagi oleh otak gue.

"Nanti malam gue nginep" ujar gue sesaat telepon gue tersambung ke sepupu gue.

Ini masih pukul enam pagi, dan gue yakin Baekhyun masih setia di tempat tidurnya itu ketika nerima telpon dari gue.

Di meja makan hanya ada roti dengan dua botol selai yang gue sendiri heran kenapa hanya selalu dua Rasa selai ini saja yang ada.

Coba kita lihat, roti bakar cokelat mentega sepertinya tidak buruk, jam segini bibi masih belum datang tapi gue udah kelaparan entah kenapa.

"Anda sudah bangun?" Suara familiar yang enggak pernah bisa gue lupain terdengar jelas memanggil gue.

"Eum, nae bagoppa" seru gue memamerkan roti bakar yang terlihat cukup enak ini ke bibi Shin.

"Ingin bibi buatkan jus?" Tanya nya yang gue angguki dengan senyuman setuju untuk ide nya.

Dan lagi ini gue enggak makan sendirian di rumah ini, gue makan bareng bibi Shin di samping gue setelah mendapatkan paksaan dari gue.

"Bagaimana rasanya enak bukan?, aku sangat yakin bibi pasti akan menyukainya" Di rumah ini, hanya bibi Shin yang mengetahui segala sesuatu tentang gue, bahkan mungkin jika di tanya dianta eomma dan bibi Shin siapa yang paling gue sukai, jawabannya jelas adalah bibi.

Tapi bagaimanapun juga gue sadar, seegnggak suka apa pun gue dengan eomma, beliau tetap akan menjadi orang yang paling gue sayang, walaupun gue enggak tau bagaimana perasaan pada ku seperti apa.

"Nda, tuan muda memang yang paling hebat" satu pujian yang buat gue selalu bangga dengan diri gue.

Gue hebat. Walaupun gue tau itu hanya sebagai hiburan semata darinya buat gue. Tapi gue selalu seneng mendengarnya.

"Hahaha, kalau begitu makan lah yang banyak bi" seru ku sambil menikmati roti bakar gue.

"Rasanya manis" seru gue mengecap Rasa manis di mulut gue. Rasa yang sebenarnya gue tau itu berasal dari selai cokelat yang gue tambahkan tadi.

Uncontrolably (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang