Nyaris

103 13 2
                                    

Sarapan pagi memang enak kalau menunya nasi goreng. Apalagi kalau nasi gorengnya buatan mba Ani. Perempuan yang masih terbilang muda itu memang handal dalam memasak.

“wah menu favorit Arsya nih” ujar Hazel saat melihat Mba Ani meletakkan satu wadah besar berisi Nasi goreng

“bakal nambah nih kayaknya” timpal Arsya

“untung mba masak banyak. Kalau yang di wadah habis, kak Arsya bisa ambil nasi goreng yang ada di wajan” ujar Mba Ani

“biar gak mubazir kamu habisin yang diwajan kalau perlu sama wajan-wajannya” timpal ayah membuat yang lain terkekeh

“Siap. Apa sih yang engga buat ayah mertua” ujar Arsya lalu diapresiasi dengan ayah yang mengacung kan jempolnya
“mantap”

“bisaan si Arsya” celetuk Bunda

Hazel menyendoki Nasi goreng ke dalam piringnya dengan porsi yang banyak. Bunda yang melihat porsi Hazel tidak seperti biasanya merasa heran

“tumben kamu makannya sebakul? Lapar apa gimana?”

“lagi pengen, bun” jawabnnya singkat lalu menyendoki nasi goreng ke mulutnya dengan penuh

Dua puluh menit berlalu. Mereka yang sudah selesai makan—meminum minuman yang sudah dibuat Mba Ani sebelumnya

“tumben Hazel nambah tiga kali. biasanya makan gak nambah aja suka gak habis” celetuk ayah yang melihat anak pertamanya itu terlihat kekenyangan

“apa karena semalam kalian gak turun buat makan malam?” timpal bunda

“semalam kak hazel tumben pintu kamar nya dikunci. Aku ketuk pintu kamarnya buat nyuruh makan malam malah gak nyahut” timpal liza

Semua mata tertuju pada Arsya dan Hazel. Mereka yang merasa ditatap seperti itu saling melirik satu sama lain

“itu. kita capek-“ ujar Arsya dengan menggantungkan ucapannya karena bingung harus menjelaskan bagaimana ke mertuannya itu

“memang kalian habis darimana?” tanya bunda

“dufan..iya dufan” dusta Hazel lalu tersenyum kikuk

“ah payah aku sama liza gak diajak” sahut Aeron yang merajuk itu

“lain kali kalau mau kedufan lagi ajak kita ya” ujar liza yang menahan kesalnya itu. sebenarnya ia kesal samanya dengan Aeron namun karena dipikirnya ini sudah terjadi tidak ada faedahnya juga untuk merajuk

“sip” Arsya mengacungkan jempolnya

Hazel terlihat memijitkan pelipisnya. Rasa mual tiba-tiba menyerang bersamaan dengan rasa pusing di kepalanya. Sebisa mungkin ia menahan rasa pusing dan mual nya itu dengan menggubris pertanyaan dari bundanya.

Liza tengah mengadu perbuatan Aeron disekolah. Mereka memang ditempatkan disekolah yang sama agar mereka bisa saling menjaga satu sama lain

“zel, kamu sakit?” bisik Arsya yang menyadari wajah Hazel yang terlihat pucat

Hazel hanya menggeleng kepalanya pelan

“udah jam enam lewat sepuluh tuh. Kalian berangkat sana,” titah Bunda lalu yang lain langsung berdiri terkecuali bunda

“bunda gak ikut ayah kerja?” tanya Hazel yang terdengar pelan itu

“enggak. Bunda mau ke klinik hari ini. Pasien lagi banyak soalnya” jawab bunda

Mereka mulai berpamitan. Aeron dan Liza di antar oleh Ayah. Kebetulan kantor Ayah dan sekolah mereka searah sementara Hazel diantar oleh Arsya

Arsya mengeluarkan mobilnya dan Hazel mencium pipi bundanya—rutinitas sebelum berangkat sekolah

“kok muka kamu pucat, zel?” Ujar Bunda

“keliatan banget emangnya, bun?” tanya Hazel

“kamu sakit gak? Kalau sakit mending gausah sekolah” ujar bunda

After Meet YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang