Kecewa, marah dan benci, mungkin kata itu yang paling bisa mendeskripsikan persaan Jungkook kini kepada Rose. Gadis lugu yang ternyata tidak lugu lagi, semua karena pergaulan, sehingga Rose benar-benar berubah dan tak terkenali lagi.
Belakangan, Jungkook mulai membuka hati, mencoba merasa tak asing pada kehadiran Rose. Ia bahkan sempat berfikir untuk berhenti memiliki rasa untuk Ally. Tapi apa yang terjadi? Marco mencintai Rose dibelakang Ally.
Mungkin itu hal lumrah, siapa yang tak tergoda oleh pesona Rose? Badan semampai, kulit bersih, cantik, modis, ceria, memiliki bentuk tubuh ideal yang sering diagungkan oleh lelaki—terbukti dari beberapa teman lelaki Jungkook yang sering memuji eloknya tubuh Rose saat mereka bertamu kerumah Jungkook—serta kepolosan yang sangat mudah dimanfaatkan. Namun Jungkook tak menyangka, jika Marco adalah salah satunya, lelaki yang terhanyut pada pusaran mematikan dari seorang Roseanne.
Melihat tangisan lara Ally, seakan kembali mengorek kenyatan di mana Jungkook pun melakukan hal yang sama pada wanita itu. Menjadikan Ally sebagai pelarian atas rasa tertarik pada Rose. Jungkook menyesal, berdosa dan kecewa pada dirinya sendiri, untuk kedua kalinya Ally merasakan menjadi pelarian. Tentu saja ia tak bisa tinggal diam saja, tangannya bahkan masih menyisakan memar akibat memukuli Marco, serta keputusan rundingan semalam di mana pernikahan Ally dan Marco diundur, membuat Jungkook kian merasa berdosa pada Ally.
Ini bukan salahnya, tapi mengapa Jungkook terus merasa bersalah? Ia merasa ikut bertanggung jawab untuk kesakitan Ally. Lagi-lagi, ini akibat ulah Rose, jika dulu Jungkook menjadikan Ally sebagai pelaran karena Rose, kali ini Marco pun sama. Hal itu membuat Jungkook geram, mengapa semua tetang Rose selalu memusingkan? Gadis nakal yang suka menggoda itu pasti sudah menggoda Marco, begitulah otak bejatnya berfikir.
Pagi buta Jungkook masih terjaga, ia hanya sempat tidur beberapa jam saja lalu terbangun akibat mimpi buruk, dan kembalilah ia memikirkan nasib Ally. Walau Ally memaafkan dan menikah dengan Marco, namun kekecewaannya tak akan mungkin hilang di makan waktu. Sampai kapanpun ia akan terus ingat jika suaminya pernah mencintai adiknya sendiri. Bukankah sama saja memeluk mawar berduri?
Jungkook memutuskan beranjak dari ranjangnya, kepalanya sangat sakit karena memikirkan masalah gila ini. Sedari awal ia sudah dibuat sakit hati akan pernikahan ini, serta bagaimana Ally terus menyeretnya untuk ikut andil dalam pernikahannya, membuat Jungkook merasa kesal. Namun masalah baru datang, kali ini Rose yang menambah beban pikirannya, mengapa wanita begitu memusingkan?
Kakinya melangkah menuju dapur, ia butuh segelas kopi pahit jika pikirannya sedang kalut. Namun saat memasuki dapur, sosok Taehyung duduk dengan segelas air yang mengepul. Lelaki itu menyadari kehadiran Jungkook, karena pagi ini masih begitu sepi, hanya suara ombak yang samar terdengar saja. Merasa kesal menatap wajah berlagaknya, Jungkook memilih berbalik, belum juga ia melangkah, suara bariton itu mencegahnya.
"Gimana? Lo udah bosen sama dia? Mau kasih cuma-cuma ke gue sekarang? Nggak sabar rasanya pengen mencicipi bekas lo!" Sarkas Taehyung.
Jungkook menyeringai dengan dengusan, ia sempat menggeleng karena tak menyangka jika Taehyung masih mengingat ucapannya terdahulu. Membalik badan, Jungkook melipat kedua lengan didepan dada dan melangkah mendekat. Ternyata Taehyung meminum kopi hitam, aromanya begitu menenangkan, namun amarah dihatinya sama sekali tak hilang walau dimanjakan oleh aroma kesukaannya. Jungkook menumpukan lengan kanannya pada meja makan, menatap remeh Taehyung yang menatapnya dengan wajah tengilnya. Bocah ingusan yang merepotkan!
KAMU SEDANG MEMBACA
Pentagon ✔
Fanfiction⚠️ Konten Dewasa "Aku cinta kak Jungkook!" "Tapi aku cinta Alice." Lagi-lagi di tolak, lagi-lagi disakiti, dan lagi-lagi Alice. Dua tahun mencintai Jungkook sepertinya bukan benteng yang kuat untuk meluluhkan hati sang tetangga. Ungkapan cinta yang...