31. Mengapa Mudah Memaafkan?

1.6K 264 61
                                    







Rose memekik riang begitu turun dari mobil Miguel, sedari dulu ia sangat mengharapkan pesta kebun khas Western yang meriah. Jika di negara Timur termasuk Indonesia, mengadakan pesta rumah adalah sebuah aib, berbanding terbalik dengan di sini.

Di sini, pesta adalah hal lumrah yang bahkan mendapat izin terbuka dari para orang tua, dan pesta sembunyi-sembunyi bahkan sangat amat kecil kemungkinannya. Pemikiran terbuka dan adat istiadat memang berbeda. Walau Rose mengikuti dan menganut adat dengan ogah-ogahan, namun ia tetap menghormati sesama manusia dan agama. Karenanya ia selalu mengalah dan urung mengadakan pesta di rumah, takut mengusik tetangga kompleks.

"Andai Al... Mika di sini." Hampir saja ia menyebut nama Alin karena reflek. Mereka memang selalu bertiga, maka jika salah satu tidak tersebut, rasanya masih mengganjal.

"Who's Mika? Your bff?"

"Yap! Tapi dia tidak di sini," sendu Rose.

Miguel merangkul pundak Rose, sedikit meremas dan membimbing Rose untuk masuk ke area rumah lelaki itu.

"Tidak apa, ayo kita nikmati malam ini."

Rose menurut, matanya berbinar saat menatap rumah yang remang-remang namun sudah di penuhi lautan manusia itu. Menurut penerawangan Rose, tidak hanya mahasiswa baru saja yang datang, pasti banyak Kakak tingkat yang tidak di kenalnya.

Begitu mereka masuk, banyak yang menyapanya sekenanya, ia juga bercipika-cipiki ala-ala. Sedangkan Miguel sibuk meminta tamunya untuk tidak sungkan dan menikmati pesta. Melalui remasan di pinggangnya, Rose mempercayai, jika kebaikan Miguel sang empunya pesta, bukanlah sebuah kebaikan yang lazim. Rose memang tidak paham dan mendalami gaya berpacaran orang western, daripada film romance western ia lebih suka drama Korea—apalagi kalau pemerannya Park Seo Joon—jadi Rose tak paham bagaimana para bule melakukan pendekatan.

Namun setidaknya dia bukanlah manusia dungu yang tidak memahami bahasa tubuh. Dengan percaya diri diatas rata-rata, Rose mempercayai jika Miguel tertarik padanya. Bahkan ia sudah merancang banyak hal jika itu terjadi, termasuk melupakan Jungkook dan membuat lelaki itu angkat kaki dan menyerah, lalu pulang ke Indonesia.

"Mau minum?" Bisik Miguel sangat dekat dengan telinga Rose.

Rose yang merasa asing memundurkan kepalanya dengan reflek, ia sedikit meremas tangan karena merasa tidak nyaman. Namun tetap tersenyum dan mengangguk.

"Okay princess, mari ikut denganku." Miguel meraih dua gelas di atas meja, mengapitkannya di jari-jari tangan kanannya. Sedangkan tangan kirinya kini menyomot botol alkohol di tangan seorang lelaki tanpa permisi.

Rose hanya terkekeh melihat aksi gesit meliuk-liuk yang Miguel pertontonkan, dia juga menurut saat lelaki itu sedikit mendorongnya untuk naik ke lantai dua. Di sinilah mereka, di balkon dengan beratapkan langit malam yang cerah.

Obrolan mereka sangat menyenangkan, Rose bahkan terus tertawa pada guyonan khas bule yang sebenarnya cukup membuat orang Asia sepertinya mengernyit untuk berfikir terlebih dahulu. Beruntung ia di bekali ilmu tidak enakan yang membuatnya terus meringis walau kurang mengerti. Setidaknya berangsur waktu berlalu, Rose mulai tertawa kian lebar, seakan benar-benar paham maksud Miguel. Semua berkat alkohol yang entah berapa kali ia tandaskan tanpa sisa.

"Kecantikan orang Asia memang beda, itulah kenapa kami sering berlomba menarik perhatian mereka."

Rose hanya manggut-manggut dengan bibir yang mengerucut dan tangan yang menyodorkan gelas kosong. Ia bahkan tak dengar seratus persen dengan ucapan Miguel, yang kini ia kejar adalah sensasi melayang yang bisa membawanya terus naik hingga menyentuh bintang.

Miguel terkekeh, namun gelas di tangan Rose tak kunjung terasa berat, saat merasakan kekosongan itulah Rose mengerjap. Di hadapannya Miguel menenggak alkohol langsung dari botolnya, membuat Roae memprotes dengan suara kencang di iringi cegukan.

Pentagon ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang