Bab 7

69 8 0
                                    

“Kau sudah bangun?”

Zaverra mengerjap. Tak lama dia berhasil melihat dengan jelas siapa yang bertanya padanya tadi.

“Hm, di mana aku?”

“Kau di ruang kesehatan sekolah, Zaverra,” ujar Yuri.

Alice mengambil air putih untuk Zaverra, lalu memberikannya pada gadis itu. Sambil dibantu Fey, Zaverra mulai duduk di ranjang. Setelah minum, Zaverra merasa seperti kehilangan sesuatu. Seperti ada yang hilang dari dirinya tapi dia sendiri tak tau apa itu.

“Kau kenapa?” tanya Alice penasaran.

“Apa ada yang sakit, Zaverra?” tanya Fey.

Zaverra menggeleng, kemudian dia menoleh ke kiri. Malam telah mengusai langit, hal terakhir yang Zaverra ingat bahwa penyerangan itu terjadi pada siang.

“Berapa jam aku pingsan?” tanya Zaverra penasaran.

“Tidak lagi jam melainkan hari.”

Kepalanya mendongak menatap Alice tak percaya.

“Kau pingsan selama 2 hari,” jelas Yuri.

“Selama itu, ya,” gumam Zaverra.

“Kau sudah sadar.”

Zaverra menatap siapa yang berbicara. Dia baru ingat jika ada orang lain yang terluka saat kejadian tersebut.

“Bagaimana keadaan lenganmu?” tanya Zaverra khawatir.

“Kau tak usah khawatir padaku. Cobalah untuk mengkhawatirkan dirimu sendiri yang tak sadar selama dua hari,” ujar Zarge lembut.

Laki-laki itu duduk di sebelah Zaverra. Lalu menatap Zaverra lekat. Merasa dunia hanya milik keduanya, Yuri dan yang lain memutuskan untuk pergi.

“Kami pergi dulu,” pamit Alice.

“Tapi ….”

“Sudah, Zaverra,” cegah Zarge.

Zaverra menyandarkan kepalanya. Zarge melihat Zaverra yang nampak melamun pun mengernyit.

“Apa ada yang sakit, Zaverra?” tanya Zarge khawatir.

Namun, Zaverra masih melamun. Tak sadar jika Zarge bertanya.

“Zaverra, hei!"

Zarge menatap Zaverra khawatir. Dia pun mengusap kepala gadis itu agar tersadar dari lamunannya.

“Eh, ada apa, Zarge?” tanya Zaverra bingung.

“Kau melamun. Apa yang kau pikirkan?”

Zaverra tak mungkin mengatakan yang sebenarnya. Dia takut jika Zarge tak akan mengerti apa yang dikatakannya.

“Tidak ada kok,” elak Zaverra.

“Benarkah?” Zarge tahu jika ada yang disembunyikan Zaverra.

“Iya.”

Karena Zaverra tak mau mengaku, Zarge hanya bisa pasrah. Dia tak mau memaksa gadis itu bercerita.

“Jika ada sesuatu yang mengganjal di hatimu, katakan padaku, ya,” pinta Zarge tulus.

“Hm, tentu saja.”

Zaverra mengalihkan pandangannya agar tak bertemu manik mata Zarge yang terlihat mencurigainya. Zaverra belum siap untuk menceritakan apa yang terjadi.

“Hm, Zarge.”

“Ada yang kau inginkan, Zaverra?”

“Tidak ada. Hanya saja bagaimana kondisi lenganmu yang tertusuk?”

Dirinya tak sadarkan diri selama dua hari, padahal dia merasa hanya beberapa menit saja di tempat yang indah itu. Namun, Zaverra juga khawatir pada lengan Zarge yang tertusuk iblis.

“Oh, lenganku. Para guru langsung mengobati lukaku ketika tahu kita diserang,” jawab Zarge sambil memperlihatkan lengannya yang sudah pulih pada Zaverra.

“Syukurlah. Lalu siapa yang membawaku ke sini?”

“Tentu saja diriku.”

Zaverra melotot pada Zarge. Tapi laki-laki malah tertawa.

“Kau ini! Katakan yang sejujurnya!” seru Zaverra kesal.

“Untuk apa aku berbohong? Sebenarnya para guru ingin membawamu ketika aku terluka. Hanya saja ….”

“Kau menghalangi para guru untuk menggendongku ke sini, kan?” tuduh Zaverra.

Zarge menjentikkan jarinya. “Benar sekali!”

Zaverra membuang muka ke arah lain. Jujur saja jika dia takut Zarge makin terluka karena menggendongnya. Namun, dengan santai laki-laki itu menggendongnya menuju ruangan ini dengan lengan terluka? Menyebalkan!

“Kau marah padaku, Zaverra?”

Tak ada jawaban. Zarge mengulas senyum lalu mengusap kepala Zaverra.

“Tak perlu khawatir. Aku baik-baik saja,” ujar Zarge.

Zaverra meremas bantal yang ada dipangkuannya. Zarge mengatakan tak perlu khawatir? Dirinya tak mungkin tak mengkhawatirkan laki-laki itu. Karena Zarge sudah menyelamatkannya dari iblis jahat.

Zarge tak tahu jika Zaverra menahan tangis sambil memandang ke arah lain. Zarge tak tahu jika Zaverra sangat takut jika dirinya terluka parah.

“Sungguh, aku tak apa. Jangan kha—“

“Aku khawatir padamu karena kau terluka untuk melindungiku. Sementara diriku tak bisa berbuat apa-apa dan hanya menyaksikan kau ditusuk oleh iblis itu! Sekarang kau bilang jangan khawatir? Kau itu bodoh, ya!” bentak Zaverra sambil menahan tangis.

Tak lama, akhirnya Zaverra menangis juga. Dia tak bisa menahan tangisnya yang begitu menyesakkan dada. Perasan bersalah ketika laki-laki di hadapannya terluka sangat menyiksa. Dia tak bisa membendung rasa sedihnya lagi dan berakhir menangis di hadapan Zarge.

Melihat Zaverra yang menangis, Zarge hanya mampu mengelus kepala gadis itu. Dia tahu apa yang dikatakannya adalah salah. Gadis itu menangis untuk meluapkan amarah yang terpendam. Seharusnya dirinya membuat Zaverra tak menangis tapi yang dikatakannya hanya membuat gadis itu menangis.

“Maaf, jika perkataanku melukai hatimu,” sesal Zarge.

“Kau tak tahu betapa sakitnya melihatmu ditusuk oleh makhluk menyebalkan itu! Untuk pertama kalinya aku melihat hal itu! Aku takut, takut jika kau terluka lalu pergi meninggalkanku. Aku akan merasa bersalah jika kau terluka, Zarge,” lirih Zaverra.

Zarge pun memeluk Zaverra dan membawa gadis itu ke dalam pelukan hangatnya. Tangannya pun tak lepas untuk mengusap kepala Zaverra.

“Kau tak harus merasa bersalah karena diriku baik-baik saja. Seharusnya aku yang merasa bersalah karena membuat dirimu tertidur selama 2 hari lamanya. Maafkan aku yang tak mampu menjagamu, Zaverra.”

Mendengar ucapan Zarge, Zaverra pun menangis lebih keras. Dia ingin mengeluarkan sesak yang menggerogoti hatinya.

“Maafkan aku, Zaverra.”

***

Halo semuaa 👋
Jangan lupa vote dan komen 📍
Terimakasih 💜

Tbc 

The Ice [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang