Kelas pemula pagi ini tengah mempelajari materi baru, yaitu dasar sihir. Mereka diberikan buku dengan mantra dasar. Hari ini mereka hanya akan diperintahkan mempelajari beberapa mantra saja.
“Pertama kalian harus fokus pada benda yang akan dipindahkan. Setelah fokus, bayangkan jika benda itu melayang lalu berpindah tempat. Mengerti?”
“Mengerti, Mr!”
Lalu guru tersebut berdiri di tengah kelas. Setelahnya guru itu mengangkat tangannya, sebuah benda melayang dari belakang kelas menuju tempatnya berdiri. Semua murid menatap kagum pada guru dengan rambut coklat caramel itu.
“Bagaimana? Mudah, kan?” tanya guru tersebut.
“Tapi apa kita bisa melakukannya, Mr?” celetuk seorang murid.
“Ya, Mr. Apa kita bisa dengan mudah melakukan hal itu?” tambah murid lainnya.
Guru tersebut tersenyum mendengar ucapan murid-muridnya. Meski terlihat mudah, tapi untuk dilakukan secara langsung tak semua kelihatannya.
“Kalian tak akan bisa melakukannya jika tak mencoba. Jadi, cobalah untuk memindahkan barang dari yang terkecil lebih dulu. Coba gunakan pensil kalian untuk uji coba. Aku akan membantu kalian jika masih kesulitan.”
“Baik, Mr!”
Perlahan, semua murid mencoba memindahkan pensil milik mereka. Semua murid terlihat berkonsentrasi terhadap pensil masing-masing. Zaverra menatap pensil miliknya lalu mencoba untuk fokus seperti yang dikatakan gurunya.
Tak lama pensilnya melayang di udara, Zaverra pun memindahkan pensil itu menuju meja guru. Setelah pensil itu berada tepat di atas meja guru, Zaverra segera menjatuhkan pensil tersebut. Melihat percobaan pertamanya berhasil Zaverra pun tersenyum senang.
“Wah, kau berhasil dengan sangat baik, ya,” puji guru terssbut.
Yuri melirik Zaverra dengan pandangan tak percaya.
“Kau bisa melakukannya tanpa mengucapkan mantra dan mengangkat tangan seperti dicontohkan oleh guru?”
Zaverra terkejut, dia baru menyadari jika caranya memindahkan barang tidaklah sama dengan yang diajarkan oleh sang guru. Lantas Zaverra menatap guru tersebut.
“Kau melebihi apa yang kuinginkan, Zaverra,” ucap guru tersebut.
“Kau hebat, Zaverra!” puji Antonio-teman kelasnya yang berada di barisan depan.
Ternyata seluruh kelas tengah menatapnya dengan pandangan berbeda-beda. Namun pandangannya jatuh pada laki-laki dengan rambut putih. Tanpa disangka laki-laki itu tengah tersenyum padanya.
“Mengapa sulit sekali,” gerutu Yuri.
Zaverra mengalihkan pandangannya pada Yuri. Terlihat jika Yuri kesulitan memindahkan barang.
“Kau harus lebih berkonsentrasi pada benda yang ingin kau pindahkan,” ujar Zaverra lalu mecontohkannya pada Yuri.
Melihat Zaverra yang nampak tak kesulitan memindahkan barang membuat Yuri ingin mencoba lagi.
“Ayo, cobalah.” Zaverra memberi perintah agar Yuri mencoba untuk memindahkan barang.
Yuri nampak berkonsentrasi, tangannya dia arahkan pada pensil. Tak lama pensil itu melayang, lalu Yuri mencoba memindahkan pensil tersebut. Senyumnya terukir ketika penseil itu mendarat sempurna di meja Alice. Yuri tersenyum senang, pada akhirnya dia bisa melakukannya meski tak sebaik Zaverra.
“Kau hebat,” puji Zaverra dengan senyum manisnya.
“Terimakasih sudah membantuku, Zaverra.” Yuri pun memeluk Zaverra karena terlalu senang.
Alice hanya memutar bola mata melihat Yuri yang seperti itu. Lalu dia mencoba memindahkan pensil milik Yuri menuju meja Zaverra. Pensil itu pun mendarat dengan sempurna di meja Zaverra.
“Hebat! Alice hebat!” seru Yuri setelah Alice memindahkan pensil tersebut.
“Bukan hal yang wajib dibanggakan,” ketus Alice.
Yuri memutar bola mata, malas. Alice memang seperti itu, dia tak akan senang dipuji, meski dipuji Alice akan nampak biasa-biasa saja.
“Bagaimana denganmu, Fey?”
Fey tersenyum karena pertanyaan Zaverra. Dia pun mengarahkan tangannya pada buku di hadapannya lalu memindahkan buku tersebut tepat di meja Yuri.
“Bagus sekali!”
“Terimakasih, Zaverra,” balas Fey dengan senyum ramah miliknya.
Suara ketukan dari meja guru membuat seluruh murid memperhatikan guru tersebut.
“Bagaimana? Apa kalian sudah bisa melakukannya?” tanya guru tersebut.
Ada yang menjawab sudah dan belum. Memang terlihat mudah memindahkan barang tapi tidak dengan melakukan secara langsung. Jadi wajar saja mereka yang mengatakan belum merasa kesulitan.
“Bukan masalah jika kalian belum bisa mengendalikannya. Cobalah untuk terus berlatih, minggu depan kalian masih belajar memindahkan barang. Jadi bukan masalah jika hari ini kalian gagal. Tapi untuk yang berhasil melakukan, cobalah untuk mengajari teman kalian yang belum bisa melakukannya. Aku akan memberikan nilai tambahan bagi murid yang mau mengajari temannya sampai bisa memindahkan barang,” jelas guru tersebut.
Mendengar nilai tambahan membuat seluruh murid bersorak riang. Tak lama terdengar bel sekolah berbunyi, itu membuat seluruh murid semakin senang.
“Baiklah, sampai di sini saja pelajaran hari ini. Selama beristirahat.”
“Baik, Mr.”
***
Tbc

KAMU SEDANG MEMBACA
The Ice [TAMAT]
FantasySebuah tempat yang membuat dunia berubah, menjadi awal kedamaian diiringin kehancuran. Kejahatan pun bagai badai yang melanda dunia hingga hancur. Pengorbanan pun terjadi. Namun, semua pengorbanan ternyata sia-sia. Kejadian pada 1000 tahun yang lal...