Bab 9

38 3 0
                                    

Zaverra memasuki sebuah ruangan yang tak banyak mengunjungi. Harum dari buku pada rak yang tersusun rapi menyambutnya. Keheningan menjadi teman setia saat memasuki ruangan tersebut. Atap pada ruangan tersebut tersebuat dari kaca, sehingga sinar matahari menyinari ruangan itu ketika siang.

Ruangan dengan berlantai dua dan memiliki buku di setiap rak yang ada di sana. Terdapat bangku dilengkap meja pada tengah ruangan. Dari lantai dua, kita dapat melihat bangku dan kursi yang tersusun rapi untuk sekadar membaca buku.

“Banyak sekali buku di sini.”

Tangannya mengambil buku secara asal lalu bersandar pada rak. Perlahan Zaverra membuka buku yang diambilnya lalu membaca isi buku tersebut. Tak membutuhkan waktu lama, Zaverra meletakkan lagi buku tersebut pada tempatnya.

Zaverra menghela napas, dia salah memasuki ruangan ini tanpa bertanya lebih dulu. Zaverra berjalan menuju pagar pembatas untuk melihat ke bawah. Lantas Zaverra turun menuju penjaga perpustakaan.

“Permisi.”

Seorang laki-laki dengan rambut hitam pekat dan sebuah kacamata bening yang digunakan lelaki itu. Zaverra yakin jika laki-laki itu adalah penjaga perpustakaan.

“Oh, ada yang bisa dibantu, Junior?”

Suara laki-laki terdengar halus, Zaverra tersenyum mendengar suara sehalus itu.

“Begini, Senior. Aku sedang mencari sebuah buku tentang iblis, apakah ada?”

Laki-laki dengan suara halus itu mengernyit, lalu berjalan menuju lantai dua. Zaverra pun mengikuti langkah laki-laki itu dari belakang.

“Apa ini yang kau cari?”

Zaverra mengambil buku yang disodorkan Seniornya itu. Ternyata buku yang dicari ada, senyumnya pun mengembang membaca judul buku tersebut.

“Kau suka membaca buku semacam ini?”

“Hm, tidak juga. Hanya ingin mengetahui sejarah iblis saja, Senior.”

Senior itu mengangguk. “Begitu.”

“Terimakasih atas bantuannya, Senior,” ujar Zaverra tulus.

“Tentu saja. Kau datang sendiri?”

“Iya, Senior.”

“Hm, begitu. Ya sudah kau tak apa sendiri, kan? Aku harus berjaga di depan.”

“Tidak masalah, Senior.”

“Selamat membaca.”

“Tentu, Senior.”

Setelah itu, Senior tersebut kembali pada mejanya. Zaverra pun duduk di lantai sambil bersandar pada rak. Dirinya terlalu malas berjalan ke bawah untuk sekadar duduk di kursi yang telah disediakan.

Lagipula, duduk di lantai di antara rak buku cukup tenang dan menyenangkan. Zaverra mulai membuka cover pada buku itu. Tak lama dia pun hanyut dalam sejarah iblis yang tertulis pada buku itu.

Matahari hampir tenggelam dan menampakkan warna jingga yang indah. Meski begitu, Zaverra belum juga berniat meninggalkan perpustakaan.

“Hei.”

“Eh?”

Terdapat Senior yang tadi menolongnya.

“Ada apa, Senior?”

Senior itu mengernyit. “Kau tak ingin kembali ke asrama?”

“Memangnya ada apa, Senior?”

“Ini sudah sore, perpustakaan akan ditutup,” jelas Senior tersebut.

“Oh, benarkah?” Zaverra pun melihat atap perpustakaan yang terbuat dari kaca. Cahaya matahari mulai menghilang digantikan dengan rembulan.

“Tapi buku ini belum selesai kubaca ….”

Tanpa disangka, Senior itu duduk di sebelah Zaverra. Lalu merebut buku itu dari tangan Zaverra.

“Kau bisa meminjam buku ini lain waktu atau aku akan menyimpan buku ini untukmu,” tawar Senior.

“Benarkah?” tanya Zaverra senang.

“Tentu.”

“Aku minta disimpan saja, Senior,” pinta Zaverra dengan wajah memelas.

“Baiklah.”

“Terimakasih, Senior,” ujar Zaverra dengan senyum lebarnya.

Senior itu mengangguk.

“Siapa namamu?” tanya Senior itu.

“Namaku Zaverra Aeras, Senior.”

“Perkenalkan namaku Argus Aero.”

Keduanya saling berjabat tangan.

“Senior.”

“Ya?”

“Apa kau tidak merasa bosan berada di sini?”

Argus mengenyit tak mengerti.

“Maksudmu?”

“Hm, kau berada di sini sepanjang hari, kan?” cicit Zaverra.

“Ah, iya. Di sini bagaikan tempat ternyaman setelah kamarku yang berada di asrama. Jadi, bukan hal aneh kalau aku sering ke sini dan menjadi penjaga perpustakaan. Lagipula, salah satu hobiku adalah membaca,” jelas Argus.

“Jarang sekali ada murid seperti dirimu, Senior,” terang Zaverra.

Ucapan Zaverra yang mengalun begitu saja membuat Argus tak dapat menahan tawanya. Dia pun tertawa, Zaverra pun terdiam melihat tawa Argus yang begitu menawan.

“Kau itu jujur sekali, Zaverra.” Argus mendaratkan telapak tangannya di kepala Zaverra lalu mengusap pelan puncak kepala gadis itu.

Pipinya terasa memanas karena perlakuan seniornya. Zaverra pun mengalihkan pandangan ke arah lain untuk menutupi pipinya yang memerah.

“Apa dirimu selalu berkata jujur seperti itu?”

Zaverra pun menatap kembali Seniornya. “Tidak juga. Entah mengapa aku bisa mengatakan hal itu.”

“Ya, ya, ya. Kau sangat jujur dan lucu di mataku.”

Pujian itu membuat Zaverra lagi-lagi harus menyembunyikan wajahnya yang memerah ke arah lain.

“Hm, besok kau bisa kembali lagi ke sini untuk meminjam buku. Sebaiknya kita pulang menuju asrama,” ujar Argus lalu melihat atap ruangan.

“Ah, iya. Sudah hampir malam.”

Keduanya pun berdiri lalu menuruni tangga. Setelah keluar dari perpustakaan, Argus harus mengunci pintu ruangan tersebut. Ketika menoleh ke samping, dia mendapati juniornya yang sedang bersandar.

“Kau masih di sini, Zaverra?”

“Aku menunggu Senior mengunci pintu itu,” ujar Zaverra polos.

“Hm, begitu. Ya sudah, kau kembali ke asramamu.”

“Kau mengusirku, Senior?” Zaverra pun mengerucutkan bibirnya.

“Ha, ha, ha. Tidak. Kau mau ketinggalan jam makan malam karena berlama-lama di sini, hm?”

Mengingat antrean makan malam yang begitu panjang membuat Zaverra menepuk keningnya.

“Baiklah, Senior. Selamat malam,” pamit Zaverra lantas pergi.

“Selamat malam, Junior.”

Argus melihat punggung Zaverra yang mulai menjauh dengan senyum manisnya.

“Gadis unik, menarik,” gumam Argus.

***

Halo semua👋
Jangan lupa vote dan komen ya 📍
Terimakasih sudah berkunjung 💜

TBC.

The Ice [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang