Bab. 30

34 2 0
                                    

“Raja iblis adalah ayahku. Jika kau ingin membunuhnya maka bunuhlah aku lebih dulu,” ucap Zarge tenang.

Semua orang yang berada di sana nampak terkejut dengan kenyataan tersebut. Tak ada yang menyangkal apa yang telah Zarge ucapkan membuat suasana semakin menengang.

“Kau berbohong, kan?”

Raja iblis pun menepuk bahu Zarge lalu menurunkan pedang milik Zaverra. Dia menatap semua orang tengah mengunjungi kerajaannya.

“Aku akan menceritakan alasan di balik semua yang kulakukan,” ujar raja iblis tenang.

Mereka semua terdiam. Raja iblis duduk di takhtanya dengan senyum ramah.

“Dulu aku adalah seorang kepala desa. Memiliki keluarga yang sangat kucintai. Rakyatku sangat menghargaiku, sedangkanku sangat menyayangi semua rakyatku. Mereka sangat percaya padaku. Sampai suatu hari kepercayaan mereka hilang karena hasutan seseorang yang mengatakan jika diriku bersenang-senang di atas penderitaan rakyatku ketika desa kami dalam keadaan sulit. Aku tak melakukan hal tersebut, tapi entah mengapa rakyatku sendiri lebih percaya pada orang asing yang menghasut mereka daripada kepala desa. Aku melakukan perjalanan menuju desa sebelah untuk membeli bahan pangan yang ketika itu di desa sangat membutuhkan. Hal yang kuinginankan ketika pulang ke desa dan membawa bahan pangan adalah senyum dari rakyatku.”

Raja iblis berhenti sejenak. Dia menatap seluruh orang-orang yang datang ke kerajaannya hari ini.

“Tapi yang kudapatkan adalah hal paling menyedihkan di hidupku. Rumahku dibakar bersamaan dengan keluargaku di dalamnya. Kalian tahu siapa yang tega melakukan hal itu?”

Zarge menahan napas ketika ayahnya bercerita soal masalalu.

“Ya, rakyatku sendiri yang melakukan itu semua. Ketika aku pergi, mereka dihasut orang asing jika diriku membawa bahan pangan dengan kereta kuda yang berbeda agar kereta yang berisi bahan pangan langsung diantar ke kediamanku. Memang benar jika diriku menggunakan kereta kuda yang berbeda, dan ketika sampai di desa bahan pangan itu belum sampai. Tapi rakyat mengira jika bahan pangan sudah sampai di desa dan langsung diletakkan di kediamanku untuk kesenangan keluargaku. Saat sampai di desa, aku melihat jika rumahku terbakar dengan warga desa yang berdiri di depan rumaku yang terbakar tanpa berniat memadamkan api. Aku yang saat itu panik langsung menerobos masuk ke dalam rumah yang terbakar. Di sana aku tak menemukan anakku, hanya istriku yang terduduk lemah. Hatiku hancur melihat keluarga dipelakukan seperti itu. Pada akhirnya, wanita yang kucintai pergi. Aku pun tak tahu di mana putraku berada. Lalu aku menatap semua rakyaku dengan tatapan benci, dengan lantang aku mengatakan bahan pangan itu berada tepat di belakang mereka. Rakyatku seolah menyadari kesalahannya, namun diriku sudah tak lagi sanggup memaafkan kesalahan mereka yang begitu besar. Hingga akhirnya aku lepas kendali dan menjadi iblis.”

Mereka yang mendengar kisah raja iblis pun menangis. Bahkan Zarge menangis tanpa suara. Raja iblis tersenyum sendu. Apakah setelah dirinya meceritakan kisah hidupnya mereka akan berada di pihaknya? Jika tak ada yang berada di pihaknya maka jangan salah dirinya jika tanah ini akan menjadi kawah yang tak berbentuk.

“Selama ini aku mengumpulkan kaum pemberontak di kerajaan untuk kujadikan iblis. Para bawahanku sebenarnya tak kuperintahkan utuk mengganggu rakyat yang tak bersalah. Mereka hanya ingin membunuhnya orang-orang suruhan menteri. Anak buah menteri menyiksa orang-orang tak bersalah, hingga aku pun membuat kegaduhan dengan tujuan seperti itu. Jadi bukan diriku atau anak buahku yang membunuh orangtuamu, Argus dan Zaverra.”

Argus nampak biasanya saja karena dia sudah tahu kebenarannya, berbeda dengan Zaverra yang baru mengetahui jika bukan raja iblis yang membunuh orang tunya.

“Kau … mengetahuinya?”

“Tentu saja. Kau membenciku karena kau mengira jika aku yang membunuh orantuamu, kan?”

Zaverra mengangguk.

“Jadi yang membunuh orangtua ku ….”

“Kami para iblis menyelamatkan orang-orang yang disiksa oleh suruhan menteri kerajaan. Tapi ketika kami membunuh suruhan para menteri, mungkin saja kau mengira para iblis yang membunuh orangtuamu, karena secara tak langusng kau melihat orangtuamu terbunuh bersamaan dengan orang-orang suruhan dari menteri kerajaan.”

“Menteri,” desis raja.

Raja iblis menatap raja kerajaan Zeas.

“Kau sudah tahu, kan, kenyataanya? Lagipula diriku yakin jika kau curiga pada menterimu itu.”

“Benar, terkadang menteri nampak mencurigakan,” gumam raja.

“Lalu apa yang harus kita lakukan sekarang? Musuh sebenarnya adalah menteri itu? Bukan kau raja iblis,” celetuk Tirago.

Sedangkan raja iblis tersenyum lebar.

“Jadi apakah kalian akan membantu renacanaku? Oh! Jangan lupa untuk memanggilku Zerga saja tidak perlu raja iblis, itu terdengar … aneh.”

“Tapi pa alasanmu menyerang seluruh sekolah di negeri ini?” tanya salah satu guru.

“Hm … aku hanya mencari anakku yang hilang. Mungkin saja dia berada di salah satu sekolah. Terbukti, kan, jika anakku berada di sekolah yang cukup hebat.”

“Dengan menyerang seluruh sekolah … lalu kau mengatakan itu adalah pencarian anakmu yang hilang?!” sembur Kigal.

Raja iblis mengangguk sambil tersenyum senang.

***

Tbc

The Ice [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang