Bab 22

32 3 0
                                    

“Pagi ini kita akan membahas tentang roh sihir. Apa ada yang tahu tentang roh sihir sebelumnya?”

Semua murid terdiam. Tak ada yang menjawab pertanyaan guru mereka.

“Roh sihir adalah perwujudan dari sihir yang kita miliki. Namun, roh sihir tak dapat kita lihat, rasakan, atau pun bertemu. Sampai di sini ada yang tak mengerti?”

Serempak semua murid menggeleng, guru itu menghela napas.

“Akan kuulang. Sihir yang kita miliki di dalam tubuh kita ini memiliki wujud yang dinamakan roh sihir. Namun, roh sihir tak dapat kita lihat, rasakan atau bertemu. Mengerti?”

“Mengeri, Mr.”

Mr. Elovet tersenyum, senang jika murid-muridnya mengerti tengah roh sihir. Memang agak sulit mencerna apa itu roh sihir. Meski begitu, mereka harus mengetahui jika sebenarnya kekuatan atau sihir yang dimiliki setiap orang memiliki wujud yang dinamakan roh sihir. Jadi bukan hanya kekuatan saja yang ada di dalam tubuh, melainkan ada roh sihir.

“Jadi di mana roh sihir tinggal, Mr?” Beberapa murid mulai bertanya-tanya.

“Roh sihir tinggal di dalam dunia yang kita ciptakan, yaitu dunia imajinasi kita sendiri. Tempat itu adalah wilayah yang kalian impikan.”

Semua murid terdiam, mereka bingung dengan roh sihir macam apa yang tinggal di dunia itu.

“Dunia yang ditinggali roh sihir adalah dunia yang kalian impikan. Entah itu dunia yang bertabur bunga atau yang lain. Di sanalah roh sihir tinggal.”

Zaverra terkejut. Dia menyadari satu hal.

“Jika kita tak dapat melihat, merasakan, dan bertemu roh sihir. Mengapa kita dapat mengeluarkan kekuatan?”

“Karena roh sihir akan mengeluarkan kekuatannya ketika kita dalam bahaya atau merasa perlu mengeluarkan kekuatan,” jawab Mr. Elovet.

“Apa ada yang ingin bertanya?” tambah Mr. Elovet.

Namun sangat disayangkan bel sudah berdering, Mr. Elovet segera mengundurkan diri dari kelas itu. Zaverra pun keluar kelas dengan tergesa. Dia bergegas pergi ke tempat yang aman. Setelah menemukan tempat yang terasa aman, Zaverra pun memejamkan matanya.

“Levanta,” gumam Zaverra sambil membayangkan wujud dari Levanta—roh sihirnya.

“Ada apa, Zaverra?”

Lntas Zaverra membuka matanya lalu menoleh ke kanan-kiri. Tak ada seseorang di sekitarnya dan dia pun tak berada di dunia buatannya.

“Kau di mana, Levanta?” tanya Zaverra bingung.

“Aku berada di dekatmu.”

Zaverra mengernyit. Kemudian sadar apa yang dimaksud oleh roh sihirnya itu.

“Kau berada di dunia buatanku, benar?”

“Kau ….”

Tanpa sadar Zaverra tersenyum.

“Hm, aku sudah mengetahui dunia itu. Ternyata tempat yang kau tinggali adalah dunia buatanku. Dunia yang selama ini kuimpikan,” jawab Zaverra bersemangat.

Sedangkan di sisi lain, Levanta tersenyum. Dirinya tengah duduk di bawah pohon lavender. “Aku senang karena akhirnya kau mengetahui tempat apa ini.”

“Tentu saja. Hm, tapi ….”

“Ada apa?”

Zaverra tertunduk, penjelasan tentang roh sihir yang tak dapat dilihat, disentuh, maupun bertemu terlintas di kepalanya.

“Kau sedang memikirkan apa, Zaverra?”

“Guruku mengatakan jika roh sihir tak dapat dilihat, disentuh, bahkan bertemu. Lalu kau dan aku … bagaimana bisa?”

Pertanyaan yang dipendam Zaverra pun meluncur begitu saja. Levanta hanya tersenyum kecil mengetahui apa yang Zaverra pikirkan.

“Hanya orang tertentu saja yang dapat melakukan semua itu,” jawab Levanta.

“Hah?Orang apa katamu?”

“Hanya orang tertentu,” ulang Levanta.

“Jadi apa aku termasuk orang tertentu?”

“Hm, begitulah. Lalu ada hal yang ingin kau tanyakan lagi atau tidak? Kurasa setelah menegetahui fakta ini kau memiliki segudang pertanyaan untukkku,” gurau Levanta.

Zaverra tersenyum, benar apa yang roh sihirnya katakan. Dia memiliki segudang pertanyaan yang harus dijawab oleh Levanta tanpa tertinggal satu pun.

“Pertanyaan pertama. Mengapa kau tak memiliki nama ketika kita pertama kali bertemu?”

“Itu sudah menjadi kewajiban sang pemilik kekuatan untuk memberikan nama pada roh sihirnya,” jawab Levanta santai.

“Baiklah, pertanyaan kedua. Mengapa kita dapat berkomunikasi padahal aku tak berada di dunia buatanku?”

Sejenak Levanta terdiam. Lalu menjawab, “Karena hanya orang tertentu saja yang dapat berkomunikasi dengan roh sihir tanpa bertemu secara langsung.”

“Jadi aku ini orang tertentu yang dapat bertemu, melihat, dan berkomunikasi dengan atau tanpa bertemu, begitu?” tebak Zaverra.

“Tepat sekali.”

Zaverra terkekeh, dirinya merasa beruntung dapat bertemu dengan roh sihirnya bahkan dapat melihat juga menyentuh Levanta.

“Ada yang ingin kau tanyakan lagi?”

Gadis itu terdiam sejenak, dia memikirkan pertanyaan yang pas untuk Levanta jawab. Zaverra tak ingin Levanta merasa risih jika dirinya terus bertanya meski pertanyaan yang Zaverra lontarkan adalah kewajiban bagi Levanta untuk menjawabnya.

“Apakah kau dapat keluar dari dunia buatanku dan berdiri tepat di hadapanku?”

***
Tbc.

The Ice [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang