Bab 3

76 8 0
                                    

Seorang pria dengan rambut berwarna putih tengah berdiri sambil memandang lurus ke depan. Kabut yang berada di wilayahnya membuat Susana semakin mencekam, tetapi tak ada perasaan takut yang melingkupi hatinya ketika tinggal di tempat mengerikan seperti ini sekalipun. Hanya perasaan senang yang terus mengisi hatinya yang terasa mati ini.

“Tuan.”

Pria itu menoleh ke belakang.

“Ada apa?” tanyanya dengan suara berat.

“Kami telah mencari di utara. Namun, dia tak ada di sana, Tuan.”

“Hm, kembali pada posmu. Kemudian cari dia dalam keadaan hidup,” perintah pria itu.

“Baik, Tuan.”

Pria tersebut kembali terdiam. Pandangannya kosong seperti tak ada nyawa yang bersemayam dalam raga tersebut. Meski banyak yang menjadi pengikutnya, tak ada rasa hangat yang dapat menyentuh hatinya.

Tak lama terdengar suara memekik dari seekor hewan. Lalu muncul seekor elang hinggap di pundak pria itu.

“Kau menemukannya?” tanya pria itu.

Elang tersebut memekik seolah menjawab pertanyaan dari pria itu. Lalu pria tersebut mengangguk sekilas dan berucap, “Kau bisa pergi."

Elang itu kembali terbang dan menjauhi tempat yang dipenuhi kabut tersebut.

“Di mana dirimu, Nak.”

🌱🌱🌱

Matahari telah terbit, pelajaran pada hari pertama pun akan dilaksanakan. Semua murid tak langsung bergegas menuju kelas yang sudah ditentukan. Namun, mereka memiliki jadwal makan pagi di ruang makan.

“Jam berapa ini?” tanya Zaverra. “Astaga!”

Alice pun terbangun karena teriakan Zaverra. Dia berusaha menyesuaikan cahaya matahari yang masuk ke retinanya. Lalu, Alice melihat jam yang terpasang di kamar tersebut.

“Astaga! Kalian bangun! Kita akan terlambat!” seru Alice panik.

Gadis itu turun ke lantai satu, di mana kamar mandi berada. Sedangkan, Zaverra tercengang melihat wajah panik Alice yang nampak lucu. Tak lama Yuri terbangun, dia mengucek matanya dan menoleh ke arah Zaverra.

“Hei, ada apa denganmu?” tanya Yuri bingung.

“O-oh, tak ada apa-apa. Hm, kita terlambat bangun, Yuri,” ujar Zaverra pelan.

“Apa?”

Yuri pun menyibak selimut abu-abu miliknya lalu turun menuju lantai satu. Melihat tingkah ajaib kedua temannya, Zaverra hanya bisa mengelus dada.

“Padahal aku yang bangun terlebih dulu, mengapa aku yang mandi paling terakhir!” gerutu Zaverra.

Setelah insiden tadi pagi, ketiganya bergegas menuju ruang makan. Antrean pun seperti tadi malam, panjang seolah tak ada habisnya. Melihat antrean sepanjang itu, ketiganya mendesah lelah.

“Kita terlambat,” ringis Yuri ketika melihat antrean.

“Ya, sangat terlambat,” tambah Zaverra.

Setelah menunggu akhirnya mereka mendapat sarapan juga.

“Hm, Zaverra kau tak mengambil minum?” tanya Yuri heran.

“Ah, iya. Aku lupa.”

Lalu Zaverra mengambil minum. Tapi, karena dia tak memperhatikan langkahnya, Zaverra pun menabrak seseorang hingga air dalam gelas yang dibawanya tumpah.

“Astaga! Maaf,” sesal Zaverra.

“Ya, tak apa.”

Zaverra mendongak, matanya terbelalak. Sebuah kain yang menjadi identitas dari organisasi penting itu membuat bulu romannya meremang seketika. Zaverra menabrak salah satu anggota magiki organosi.

The Ice [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang