Zarge berjalan seorang diri di kota, dia sudah meminta izin untuk pergi keluar Academy. Keadaan di sekolah memang sangat genting begitu pula di seluruh negeri mageia. Kota nampak sepi, meski begitu kota besar light selalu memancarkan cahaya yang begitu terang. Lampu yang menghiasasi kota besar light tak pernah padam, Zarge pun berjalan santai.
Ketika asik berjalan, Zarge melihat seorang pria yang kesulitan membawa cukup banyak barang. Zarge pun menghampiri pria itu.
“Permisi, bolehkah aku membantumu, Tuan?” tanya Zarge sopan.
Pria itu menggunakan tudung di kepalanya sehingga wajah pria itu tak terlihat, meski begitu Zarge tahu jika pria itu mengangguk. Zarge tersenyum lalu mengangkat sebagian barang milik pria tersebut.
“Ke mana kita akan pergi, Tuan?”
“Ikuti saja aku,” ujar pria itu.
“Baiklah.”
Tanpa curiga sedikit pun Zarge tetap mengikuti pria itu.
“Tuan,” panggil Zarge.
“Ya?”
“Hm, boleh aku bertanya?”
“Silahkan.”
Zarge mengeratkan pegangannya agar barang-barang yang dia bawa tak jatuh.
“Kenapa kau membawa barang sebanyak ini sendirian?” tanya Zarge.
Pria itu tak menjawab, Zarge mendesah kecewa saat pria itu tak menjawab pertanyaanya. Padahal dia ingin tahu ke mana anak dari pria iru. Mengapa tak membantu ayah mereka yang membawa barang sebanyak ini.
“Kau ingin mendengar ceritaku, Nak?” ujar pria itu tiba-tiba.
Dengan semangat Zarge menjawab, “Tentu saja!”
“Aku memiliki keluarga kecil yang sangat kusayangi. Sebuah keluarga yang selalu menguatkanku. Mereka adalah harta berharga yang tak dapat digantikan oleh apapun. Bahkan jika perlu aku akan mempertaruhkan nyawaku untu mereka.”
Zarge merasa hatinya tersentuh mendengar cerita pria itu.
“Aku sangat bahagia memiliki keluarga kecil yang terdiri dari istri dan anak laki-lakiku. Senyum mereka selalu menyambutku ketika aku lelah sehabis bekerja. Hm, pasti kau juga memiliki sebuah keluarga bukan?”
“Benar, Tuan,” balas Zarge.
Pria itu berhenti lalu mendongak menatap langit malam yang indah.
“Aku selalu menatap indahnya malam bersama keluarga kecilku. Meski aku memiliki anak laki-laki, tapi anakku itu selalu manja padaku.”
“Pasti kau sangat bahagia, Tuan,” celetuk Zarge.
“Benar sekali.”
Keduanya kembali berjalan.
“Tapi tak selamanya kebahagian terus berada di sisiku,” ujar pria itu.
Zarge masih setia mendengarkan apa yang ingin pria itu katakan.
“Semuanya berubah ketika aku kembali dari suatu tempat menuju rumahku. Aku ingin bertanya padamu, Nak.”
“Apa itu, Tuan?”
“Jika kau menjadi seorang rakyat, siapa yang akan kau percaya antara raja dan orang asing yang mengatakan jika rajamu adalah orang yang mementingkan dirinya sendiri di atas penderitaan rakyat?”
Dirinya tak memahami persoalan yang merepotkan itu. Tapi dia menggunakan nalurinya sebagai rakyat untuk menjawab pertanyaan dari pria itu.
“Terkadang sebagian rakyat mempercayai apa yang dikatakan oleh orang asing.”
Tanpa Zarge tahu, pria itu menatap sendu tanah yang sedang dipijakinya.
“Tapi, tak semua rakyat akan percaya pada orang asing itu dan memilih mencari kebenarannya. Seorang raja yang jahat akan menunjukkan sikap jahatnya meski hanya sekali. Tapi jika tak ada bukti jika raja itu jahat, apakah rakyat akan percaya? Kurasa tidak,” jawab Zarge.
“Jadi apa yang kau simpulkan, Nak?”
Zarge tersenyum.“Aku akan mempercayai rajaku daripada orang asing yang datang dan mengatakan hal tak baik untuk rajaku yang telah bersusah payah membangun sebuah negeri.”
Pria itu tersenyum di balik tudungnya. Lalu dia berhenti membuat Zarge ikut berhenti.
“Kau anak yang baik, aku senang dapat ditolong olehmu,” ujar pria itu masih memunggungi Zarge.
“Tidak masalah, Tuan. Kuharap salah satu keluargamu akan membantu jika kau membawa barang sebanyak ini.”
Kemudian pria itu berbalik.
“Tentu saja. Kau bisa meletakkan barang-barangku di sini.”
Zarge mengernyitkan keningnya.
“Tapi di mana rumahmu? Aku akan mengantar barang-barang ini sampai rumahmu, Tuan,” ucap Zarge.
Pria itu menggeleng.
“Aku akan membawanya sendiri. Kau bisa pergi sekarang, Nak.”
Awalnya Zarge ragu untuk meletakkan barang-barang milik pria itu di tanah. Mereka masih di kota besar Light, tapi Zarge ingin membawakan barang-barang pria itu sampai ke rumah. Tapi pria itu menyuruhnya.
“Baikah, aku akan pergi. Selamat tinggal, Tuan,” ucap Zarge sambil melambaikan tangannya.
Pri iru membuka tudungnya setelah Zarge pergi menjauh. Wajah pria itu nampak sendu.
“Kita akan bertemu kembali, Nak. Aku janji.”
***
Tbc.

KAMU SEDANG MEMBACA
The Ice [TAMAT]
FantasySebuah tempat yang membuat dunia berubah, menjadi awal kedamaian diiringin kehancuran. Kejahatan pun bagai badai yang melanda dunia hingga hancur. Pengorbanan pun terjadi. Namun, semua pengorbanan ternyata sia-sia. Kejadian pada 1000 tahun yang lal...