Setelah bel istirahat berdering, Zaverra memutuskan menuju perpustakaan. Hari ini Zaverra dapat belajar di kelas, dan seharusnya Zaverra makan bersama kedua temannya namun dengan halus Zaverra menolak. Ada hal yang cukup penting yang harus dia lakukan sekarang.
“Halo, Senior,” sapa Zaverra dari balik pintu perpustakaan.
Argus mendongak dari buku yang tengah dibacanya.
“Oh, Zaverra! Masuklah.”
Zaverra pun masuk ke dalam perpustakaan dengan senyum lebar. Argus pun menyambut kedatangan gadis itu dengan senyum merekah.
“Ada hal apa kau ke mari?”
“Hm, aku ingin bertanya sesuatu, Senior.” Sebenarnya Zaverra bingung ingin menjelaskannya seperti apa. Dia takut jika nanti Argus akan curiga padanya.
“Mengenai apa?”
Sejenak Zaverra memejamkan matanya lalu menatap Argus dengan sungguh-sungguh.
“Apakah Senior tahu tentang The Ice?”
Argus mengenyit.
“Jarang sekali ada seseorang yang menanyai hal itu. Kau ingin mengetahui The Ice karena hal apa?”
“Aku … hanya ingin tahu saja, Senior.”
Kau berbohong, Zaverra. Batin Zaverra.
“Oh, begitu. Hm, kau tunggu di sini aku akan mengambil buku itu.”
Zaverra mengangguk pelan. Setelah kepergian Argus, helaan napas terdengar dari mulut gadis itu.
“Hei, ada apa?”
“Tidak ada, Levanta.”
“Tapi kau berbohong padanya tadi.”
“Memang, sekarang aku menyesal.”
“Itu salahmu.”
Dalam hati, Zaverra menggeram karena salah memilih orang untuk diajak bercerita. Levanta terkadang baik dan juga menyebalkan. Pria itu memiliki wajah tampan, tetapi akan berekspresi datar padanya.
“Hei, maaf membuatmu menunggu.”
Zaverra dibuat terkejut oleh Argus. Sedari tadi dia melamun setelah berbincang dengan Levanta. Padahal dia baru sekali berbohong pada Argus. Namun, rasa bersalah terus membuat hatinya tak tenang.
“Kau nampak gelisah, ada apa?” tanya Argus khawatir.
“Ti-tidak apa-apa, Senior,” elak Zaverra.
“Hm, baiklah. Ini buku tentang The Ice.”
Argus menyodorkan sebuah buku dengan sampul berwarna biru.
Seperti memiliki daya tarik tersendiri, Zaverra memandang buku itu lekat. Argus menatap Zaverra bingung, gadis itu nampak terdiam ketika memegang buku itu. Karena tak ingin hal aneh terjadi, Argus menepuk bahu Zaverra.
“Hei, Zaverra!”
Seolah tersadar, Zaverra pun menatap Argus dengan wajah bingung.
“Kau melamun?” tanya Argus ragu.
“Aku … tidak tahu,” cicit Zaverra.
“Tidak apa-apa. Kau dapat membaca buku itu.”
“Baik, Senior.”
Zaverra membuka isi buku itu, tangannya membuka halaman pertama dari buku itu hingga larut dalam isi buku tersebut. Tak terasa keduanya duduk saling berhadapan dengan masing-masing buku dibaca tanpa terusik.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Ice [TAMAT]
FantasíaSebuah tempat yang membuat dunia berubah, menjadi awal kedamaian diiringin kehancuran. Kejahatan pun bagai badai yang melanda dunia hingga hancur. Pengorbanan pun terjadi. Namun, semua pengorbanan ternyata sia-sia. Kejadian pada 1000 tahun yang lal...