Bab 6

59 8 0
                                    

“Hm, di mana aku?”

Seorang gadis terbangun dari tidurnya, ketika sadar dia sudah berada di padang bunga yang indah.

“Kenapa pakaianku berubah? Warnanya pun senada dengan bunga yang ada di sini?”

Gadis itu lantas berdiri. Tempat tersebut terlihat luas dengan bunga yang bermekaran. Gadis itu mulai berjalan untuk menemukan di mana rumahnya. Meski sudah berjalan cukup lama, dia tak menemukan apapun selain padang bunga yang bermekaran.

“Sebenarnya di mana ini …," lirih gadis itu.

“Kau berada di dimensi lain.”

Lantas gadis itu menoleh ke belakang. Terdapat laki-laki dengan tubuh yang menjulang tinggi, anting berwarna hitam, dan mata setajam pisau. Sebuah kemeja dengan gambar tengkorak yang berada di sisi kanan-kiri dekat kerah baju, dan kalung berwarna hitam. Dia terdiam karena kedatangan yang tak terduga dari pria itu.

“Kau siapa?” tanya gadis itu.

Laki-laki itu terdiam. Tangannya memetik salah satu bunga lalu menghirup aromanya.

“Kukira kau tau siapa diriku,” kekeh laki-laki itu.

“Tidak sama sekali. Lagipula kali ini adalah pertama kita bertemu.”

“Kau yakin?”

“Tentu saja.”

Kemudian laki-laki itu meletakkan mahkota bunga pada kepala gadis itu. Entah sejak kapan, laki-laki tersebut membuat sebuah mahkota bunga yang sangat indah.

“Kau pantas memiliki mahkota ini. Karena tempat ini adalah milikmu,” ucap laki-laki itu lalu pergi.

“Tunggu!”

Gadis itu memegang lengan laki-laki tersebut.

“Bisa jelaskan mengapa aku berada di sini dan tempat apa ini? Kau juga siapa? Dan apa aku sudah mati?”

Bukannya menjawab pertanyaan dari gadis itu. Laki-laki dengan rambut berwarna putih itu tertawa.

“Hei! Jawab pertanyaanku!” Gadis itu mulai kesal.

Pria itu tertawa. "Baiklah.”

Laki-laki itu berjalan sambil menjawab pertanyaan dari gadis itu.

“Kau berada di tempatku, dunia lain atau dimensi yang tak dapat seseorang pun masuk ke sini.”

“Tadi kau mengatakan ini ada—“

“Ya memang aku mengatakan tempat ini adalah milikmu karena kau yang membuat tempat ini,” sela laki-laki itu.

“Hei! Tak baik menyela perkataan orang!” geram gadis itu.

“Maaf. Akan kujawab lagi pertanyaanmu selanjutnya.”

Keduanya kembali berjalan setelah tadi berhenti sejenak.

“Kau tidak mati. Dunia ini adalah tempat yang kau ciptakan, dengan kata lain kau sedang tertidur atau pingsan dan terjebak dalam dunia ini.”

“Benarkah? Syukurlah aku tidak mati!” seru gadis itu senang.

Namun, senyum gadis itu memudar karena menyadari satu hal. “Lalu bagaimana aku kembali!”

“Mudah saja, tetapi aku tak mengizinkan kau pergi dari sini sekarang,” tegas laki-laki itu.

“Tapi ….”

“Tenang saja. Aku akan mengembalikanmu setelah apa yang ingin kau tahu terjawab.”

“Baiklah.”

Tanpa gadis itu sadari, dia sampai pada pohon yang sangat indah. Daun dari pohon itu berwarna senada dengan bunga yang ada di sana. Gadis itu memandangi keindahan yang ada di depan matanya tanpa memperdulikan laki-laki yang tengah menatapnya.

“Kau menyukai bunga lavender, kan?”

Gadis itu mengangguk. "Benar sekali!"

Lalu laki-laki tersebut menarik tangan gadis itu untuk duduk bawah pohon.

“Apa nama tempat ini? Mengapa langitnya indah? Bagaimana aku bisa menciptakan dunia ini?”

"Kau cerewet, ya,” ejek laki-laki itu lalu tersenyum.

“Aku hanya bertanya tahu!”

“Ya, baiklah. Akan kujawab pertanyaanmu yang banyak itu,” ejek laki-laki itu sehingga gadis tersebut mengerucutkan bibirnya.

“Tak ada nama bagi tempat ini. Karena yang seharusnya menamai tempat ini adalah dirimu. Langit di sini seperti senja bercampur bintang yang bertebaran di langit juga karena kau. Untuk pertanyaan bagaimana dirimu menciptakan dunia ini … kau bisa memikirkannya sendiri.”

Gadis itu mengernyit. Membuat dunia semacam ini saja dia tak percaya, lalu langit di sini, senja, dan bunga-bunga ini adalah buatannya? Tak dapat dipercaya!

“Mengapa semua jawabanmu terasa membingungkan untukku? Tak ada jawaban yang dapat kupahami,” desah gadis itu.

“Mungkin apa yang kujelaskan tadi tak dapat kau pahami sekarang. Tapi suatu saat kau akan memahaminya. Dan kuharap jika kau sudah memahaminya, datanglah kembali. Kau tahu, aku kesepian di sini.”

Gadis itu tersenyum lantas mengangguk.

“Ya, tentu saja. Hm, siapa namamu?” tanya gadis itu penasaran.

“Ah, kita sudah berbincang lama dan kau belum mengetahui namaku?”

“Belum,” jawab gadis itu polos.

Tiba-tiba tubuh gadis itu perlahan melebur menjadi cahaya. Melihat tubuhnya yang seperti itu membuat gadis itu panik.

“Ada apa dengan tubuhku!” seru gadis itu panik.

“Artinya pertemuan kita hanya sampai di sini?” ucap laki-laki itu sambil memandang tubuh gadis itu yang perlahan menghilang.

“Tidak! Aku ingin lebih lama di sini!”

Laki-laki itu menggeleng. “Kau bisa datang ke sini ketika kau memahami apa yang kukatakan tadi.”

Gadis itu tertegun, tubuhnya hampir menghilang. Tanpa dia sadari, tangannya menggenggam tangan laki-laki itu erat.

“Aku ingin di sini,” lirih gadis itu.

“Tidak. Kau harus kembali, Zaverra,” ujar laki-laki itu lalu mengusap pipi Zaverra.

“Tidak sebelum kau memberitahu namamu!”

Laki-laki itu tersenyum sambil memegang tangan Zaverra yang mulai melebur menjadi cahaya yang berkilauan.

“Aku tak memiliki nama. Karena hanya kau yang dapat memberiku nama,” ucap laki-laki sebelum tubuh Zaverra benar-benar menghilang.

“Levanta, itu namamu,” ucap Zaverra kemudian menghilang seutuhnya.

Laki-laki itu tersenyum, dia menatap langit lalu memejamkan matanya.

“Terima kasih, Zaverra.”

***

Halo, semuaaa 👋
Jangan lupa vote dan komen 📍
Mohon maaf jika feel-nya kurang 😆
ARIGATOU GOZAIMASU 💜

Tbc.

The Ice [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang