Chapter 19

5.3K 375 3
                                    

Satu ⭐ darimu sangat berarti untukku
Happy reading

Setelah kejadian di hotel Aurissa merasa sangat canggung bertemu Eldern, rasanya ia ingin menghilang dan langsung ada diapartemen, tidak terjebak dalam suasana awkward seperti sekarang ini saat rombongan mereka baru saja mendarat di Bandara Soetta.

"Sa, kamu ikut mobil kakak ya?"

"Gak!" Secepat kilat ia menjawab membuat Eldern mengernyit heran.

"Maksudnya gak usah, aku pulangnya sama Kak Ben aja."

"Kakak udah bilang sama Ben dia mau nganterin Zelline dulu, karena kondisi kaki kamu masih sakit, lebih baik ikut kakak biar lebih cepat pulang dan cepat istirahat."

Tanpa mendengar jawaban Aurissa koper telah diambil alih olehnya, sehingga tak ada pilihan lain  untuk Aurissa selain mengikuti Eldern,
kakinya masih terasa nyeri meski tak separah kemarin, ia merasa pegal dan sudah ingin mengistirahatkan tubuhnya di kasur. Namun begitu sampai di mobil ia sangat menyesal ikut dengan lelaki itu, seharusnya dia tadi lebih keras menentang agar bisa ikut dengan Ben meskipun perjalanan akan begitu lama, meskipun akan memakan waktu semalaman, ia rela asal tak harus satu mobil dengan Eldern dan Alluna yang sudah menunggu di kursi depan.

Eldern menaruh koper Aurissa di bagasi, membukakan pintu belakang untuk Aurissa, memastikan Aurissa merasa nyaman.

"Kakak anterin Luna dulu gak apa-apa ya? Searah kok jadi gak bakal lama."

Aurissa mengangguk tak ada pilihan lain, "Gak apa-apa, kalau memang mau lama aku bisa naik taksi kok, gak apa-apa beneran." Alasan, ia butuh alasan agar bisa keluar dari mobil ini.

"Kamu gak boleh naik taksi Sa, kakak anterin sampai apartemen."

Eldern menutup pintu, berjalan memutar dan duduk di belakang kemudi.

"Kaki kamu gimana udah mendingan Uris?" Alluna melirik dari spion ketika Aurissa meringis saat menekuk kakinya.

"Hmm, lumayan udah gak sakit banget kaya kemarin."

"Semoga cepet sembuh ya, biar orang lain gak ikut repot."

"Iya, makasih." Aurissa melirik Eldern merasa yakin kalau Alluna menyindirnya karena telah merepotkan pacarnya.

"Sayang harusnya tadi kamu biarin aja aku di jemput manager aku, dari pada muter gini."

"Gak apa-apa ini muternya gak terlalu jauh kok."

"Makasih." Alluna melabuhkan satu ciuman di pipi Eldern yang di balas senyuman olehnya, Aurissa memalingkan wajah tak enak melihat adegan mesra tepat di depan matanya.

"Sayang seatbeltnya susah banget nih." Rengek Alluna.

"Sini, -Eldern meraih seatbelt Alluna lalu memasangkannya- gampang gini, kamu kurang tenaga nariknya." Dibalas dengan cengiran manja Alluna dan satu lagi kecupan berlabuh di pipi Eldern, kali ini disebelah kiri.

Alluna diam-diam melirik Aurissa yang sejak tadi pura-pura memainkan HP namun adegan itu tak luput dari pandangannya. Menekan rasa sakit di hatinya, ia memutuskan untuk pura-pura tidur, walaupun kini giliran percakapan mereka yang tak satu pun terlewat dari indra pendengarnya, hingga ia merasa mobil berhenti yang ia yakini pasti telah sampai apartement Alluna. Aurissa mencoba lagi memejamkan matanya tapi semakin mata erat terpejam kenapa malah berbanding lurus dengan indra pendengarnya yang juga makin tajam, satu kecupan terdengar mesra lagi sebagai tanda perpisahan, entah di bagian mana, bibir mungkin?

Eldern melirik Aurissa yang tertidur pulas di kursi belakang, cukup lama, untuk menyadari kalau seulas senyum tengah mengembang di bibirnya.

Mobilnya keluar dari kawasan apartemen Alluna bersamaan dengan dering telepon yang membuatnya merubah haluan dari tujuan awalnya.

Extraordinary You Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang