Chapter 8

5.3K 446 6
                                    

Satu ⭐ darimu sangat berarti untukku 😘😘
Happy reading 🤗

Setelah tragedi pagi tadi Aurissa mengunci kamarnya rapat-rapat, kenapa ia menyebutnya sebagai tragedi, karena itu adalah kejadian paling memalukan yang pernah terjadi seumur hidupnya.

Sudah berpuluh kali Ben mengetuk pintu kamar namun ia masih urung membukanya.

"Sa ayo dong buka, katanya perut kamu sakit, makan dulu biar sakitnya mendingan," ia mengetuk lagi, "Sa ayo dong kakak khawatir nih," masih belum ada respon, "kakak bawain makananya ke kamar ya!"

Ben kembali ke dapur mengambil piring dan gelas lalu menata makanan diatasnya.

"Masih belum mau bukain pintu?" Eldern keluar kamar terlihat segar sehabis mandi, menghampiri Ben yang sedang menyiapkan sandwich untuk Aurissa.

"Belum."

"Kalau gue yang bujuk gimana?" Tawar Eldern langsung dijawab dengan gelengan oleh Ben.

"Jangan, gak bakal bener kalo elo yang bujuk." Setelah selesai dengan sandwichnya Ben kembali ke atas mengetuk kamar Aurissa dengan harapan kali ini ia membukanya.

"Sa... buka dong Sa, ini kakak bawain sandwich sama minuman pereda nyeri juga pembalut pesenan kamu," masih belum ada suara "Sa kalau kamu gak buka pintunya, lama-lama kakak dob-"

Ceklek.

Pintu kamar dibuka, kepala Aurissa menyembul keluar melihat situasi, lalu mengambil nampan berisi makanan yang disodorkan Ben, wajahnya terlihat merah entah hanya sekedar malu atau justru karena menangis, lalu Ben memberikan keresek putih berisi tiga botol kiranti dan satu pack pembalut, juga berbagai macam cemilan.

"Makasih." Jawabnya pelan.

"Itu Eldern yang beli..."

BRAKKK

Belum juga Ben selesai bicara pintu sudah dibanting keras oleh Aurissa, tapi bukannya Ben marah dengan kelakuan gak sopan adiknya itu tapi ia malah tertawa terbahak-bahak yang terdengar sampai ke dapur.

Eldern yang sedang mengoles rotinya dengan selai mengernyit bingung. "Kenapa?"

"Adek gue, malu dia El sama lo, gue belum selesai ngomong dia udah banting pintu." Ben masih terkekeh, "Sasa... Sasa, moodnya dua hari ini buruk banget."

"Karena datang bulan?"

"Itu salah satunya, faktor utamanya karena dia baru putus sama pacarnya."

Eldern menyandarkan punggungnya di kursi merasa tertarik dengan topik yang baru saja dikatakan Ben. "Pacarnya?"

"Yap, biasalah anak muda, katanya cowoknya selingkuh tapi malah Aurissa yang dituduh sebaliknya. Kalau gue tau anaknya gue samperin dan gue hajar juga tuh anak, enak aja bikin dia nangis sampe dua hari dua malem."

Eldern teringat kejadian di JakMar dua hari lalu saat Aurissa ditarik paksa oleh seorang laki-laki yang terlihat cemburu.

'Bukan karena perkara kemarinkan mereka putus?'

"Lo tau detail putusnya mereka kenapa?"

Ben mengendikan bahu tak acuh. "Gak tau gue, adek gue belum bisa di ajak ngomong."

"........"

"El, gue minta tolong sama lo kalau misalnya next time lo ketemu Aurissa, lo jangan singgung-singgung insiden di kamar gue tadi oke?"

Eldern menyunggingkan senyum tipisnya, tak dapat dipungkiri ia juga merasa lucu dan terhibur dengan kejadian tadi pagi, rasanya ia ingin tertawa terbahak-bahak melihat wajah Aurissa yang pucat pasi begitu ia tahu kalau yang ia duduki itu dirinya bukan Ben, tak pernah ada yang mendudukinya seperti itu kecuali -skip, dan tawa mereka langsung pecah begitu Aurissa lari terbirit-birit menuju kamarnya.

Extraordinary You Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang