Hari ini Langit mulai memasuki sekolah barunya. Hari pertama seharusnya ia memberikan kesan yang baik, namun nyatanya lelaki itu malah datang terlambat dan terkunci di depan pagar.
"Ck, sial banget gue." Langit menendang pagar dengan emosi. Pos satpam pun terlihat sepi, tidak ada yang berjaga.
Jadilah Langit yang saat ini hanya pasrah menunggu gerbang dibuka. Ia merogoh saku celananya dan memilih memainkan game di ponsel sambil menunggu pak satpam membuka gerbang.
Nyatanya sudah hampir setengah jam Langit menunggu, namun pak satpam tak kunjung menampakan batang hidungnya. Langit mulai kehilangan kesabaran.
"Anjing lah! Gue balik." Langit mengumpat penuh emosi. Ia menendang gerbang sekali lagi dan berniat pulang ke rumah.
Namun kata-kata ayahnya tiba-tiba terngiang. Jika sampai dia dikeluarkan lagi, maka Leon benar-benar akan melepaskan anak itu untuk bertanggung jawab dengan dirinya sendiri. Bisa dikatakan, Leon tidak akan memberikan sepeserpun uang untuknya.
Langit mengurungkan niatnya untuk pulang. Ia menghela napas, mencoba bersabar meski dadanya bergemuruh.
"Lewat gerbang belakang. Manjat tembok, letaknya di samping kiri."
Langit menggosok telinganya dan mengangguk, pandangannya masih terarah pada ponsel. Ia melangkah mengikuti bisikan tadi.
Tiba-tiba saja Langit memberhentikan langkahnya. Ia mengernyit dan menengok ke belakang.
"Siapa tadi?" gumamnya. Tak mendapati siapa siapa di belakang, Langit memilih abai dan melanjutkan langkahnya.
Lelaki itu melihat tembok yang tidak terlalu tinggi. Tanpa basa basi lagi, Langit langsung memanjat dengan mudah. Ia sudah cukup berpengalaman soal panjat memanjat tembok sekolah.
Brugh!
Langit mendarat dengan sempurna. Ia membersihkan tangannya yang sedikit kotor, menyugar rambutnya sambil celingak celinguk. Suasananya terasa asing.
"Kelas gue dimana coba?" Langit menyampirkan tas nya di bahu dan mulai berjalan.
"Kata Ayah sih, Xl IPS 2. Ck, elah gue kan buta arah disini." Langit berjalan menyusuri koridor sambil melihat satu persatu papan yang tertempel di atas pintu kelas.
Lelaki itu celingukan seperti orang linglung. Ingat bahwa dia tidak sesabar itu, sekarang saja dia sudah hampir meledak dan berniat kembali pulang ke rumah.
"Bodoamat lah!" Langit memutar arah kembali ke tempat dia masuk tadi.
"Kelasnya di sebelah kantin. Ke arah barat."
Langit mengurungkan niatnya dan kembali celingak celinguk. Namun memang tidak ada siapapun di sana. Ia memilih berjalan mengikuti bisikan tadi.
Langit menatap papan yang letaknya di atas pintu dengan tulisan Xl IPS 2. Akhirnya dia menemukan kelasnya. Lelaki itu mengetuk pintu beberapa kali, namun tak kunjung dibuka.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐁𝐥𝐨𝐨𝐝𝐲 𝐒𝐦𝐢𝐥𝐞 [END]
Teen FictionTembok putih bagian pojok kantin sekolah penuh dengan warna merah. Banyak coretan abstrak di sana. Langit si murid badung yang suka membolos, melihat seorang gadis mengenakan seragam, berdiri di pojok kantin dan tersenyum padanya. Namun temannya me...