Bel pulang sudah berbunyi tiga puluh menit yang lalu. Seluruh murid di kelas sudah pulang ke rumah masing-masing. Sedangkan Langit, masih stay menyender di pintu kelas menunggu Lura yang belum juga terlihat.
"Ck, gue tinggal juga nih Setan." Ia menyalakan ponsel guna melihat jam. Langit memang tidak mengenakan jam tangan karena ribet.
5 menit.
10 menit.
15 menit.
Langit sudah kehilangan kesabaran, hampir setengah jam ia menunggu hantu itu. Namun sang empunya belum terlihat batang hidungnya.
"Belum pulang Den? Pintunya mau saya kunci." Seorang tukang kebun menegur Langit, tangannya membawa kunci ruangan.
Langit menegakan tubuhnya, membenarkan tasnya yang melorot pada bahunya. Ia menyingkir dari depan pintu.
"Ini juga mau balik." Tanpa bicara apapun lagi, Langit langsung melenggang pergi. Tukang kebun itu menggeleng melihat tingkah tak sopan Langit.
Sedangkan sang empu, saat ini berjalan sedikit cepat menuju parkiran. Sudah ia putuskan, bahwa ia akan meninggalkan Lura.
"Biarin aja tuh Setan di sini semaleman, salah sendiri."
Langit memakai helm full face-nya, beberapa kali menggeber motornya, lalu menjalankannya dengan kencang menuju rumahnya.
***
Di tempat lain, sosok arwah yang sedari tadi ditunggu Langit tampak sedang menutup mata dengan damai di bawah pohon mangga.
"Hm hm." Ia bergumam pelan, merubah posisi tidurnya dengan lebih nyaman.
Lura tertidur pulas di bawah pohon mangga samping kantin sejak tadi. Ia bahkan tidak mendengar bel pulang berbunyi satu jam lalu. Entah bagaimana reaksinya saat tau Langit sudah pulang meninggalkannya.
Sedangkan di sebrang sekolah, tepatnya di sebuah Cafe, sosok gadis juga sedang menunggu seseorang lebih dari setengah jam. Ia ada janji dengan seorang lelaki untuk mengerjakan sebuah tugas kelompok.
"Langit kok belum dateng dateng ya?" gumam Cindy, gadis yang sejak tadi menunggu kehadiran Langit. Bahkan ia sudah mencoba menghubungi lelaki itu, namun sang empunya malah tidak aktif.
"Aku coba telfon Sean aja kali ya?"
Akhirnya Cindy menghubungi nomor Sean, siapa tau Langit sedang ada bersamanya. Namun ternyata nihil. Sean bilang, ia tidak sedang bersama Langit.
"Mohon maaf Kak, Cafe nya akan ditutup sebentar lagi." Seorang pelayan menginformasikan pada Cindy, gadis itu melirik jam tangannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐁𝐥𝐨𝐨𝐝𝐲 𝐒𝐦𝐢𝐥𝐞 [END]
Teen FictionTembok putih bagian pojok kantin sekolah penuh dengan warna merah. Banyak coretan abstrak di sana. Langit si murid badung yang suka membolos, melihat seorang gadis mengenakan seragam, berdiri di pojok kantin dan tersenyum padanya. Namun temannya me...